28. Melanjutkan Hidup

475 39 4
                                    


Semua yang berada di meja makan dibuat terkejut dari ekspresi yang terpeta di wajah mereka masing-masing. Trisha hampir saja tidak percaya pada pengelihatannya sendiri. Benarkah sosok yang berdiri tegap tak jauh darinya itu adalah Tristan--kakaknya yang selama ini pergi?

"Kak-Tris-tan?" ucapnya terbata.

"Hai, Tris, apa kabar?" sahut Tristan dengan senyum tipis yang tertahan. Tatapan pria itu beralih ke arah kedua orang tuanya. "Pah, Mah, apa kabar?"

"Tristan!" Claudya bangkit dari kursinya dengan mata berkaca-kaca, kakinya hampir melangkah mendekat sebelum respons Admaja mengurungkannya.

"Masih berani kamu menginjakkan kaki di rumah ini?" ucap Admaja dingin.

Claudya terpaku di tempat. Masih menahan diri untuk berhambur ke pelukan anak laki-laki satu-satunya itu. "Pah?" protes Claudya tak percaya dengan respons suaminya.

Tristan dengan pembawaan tenang mengangkat wajah setelah sesaat tertunduk. Konflik di antara ayah dan anak ini ternyata belum reda. "Sebelumnya aku minta maaf, karena lancang menginjakkan kaki di rumah ini lagi. Tapi aku kembali untuk melanjutkan hidupku, Pah."

Air mata Claudya menetes. Ia sudah tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak memeluk putranya itu. Tanpa berpikir lagi Claudya melangkah menghampiri Tristan. Tidak ada yang bisa menghentikan derasnya rindu seorang ibu terhadap anaknya. Claudya sudah memeluk Tristan dalam tangis.

Trisha yang masih duduk di meja makan pun ikut berkaca-kaca menyaksikan pemandangan itu. Sementara Admaja memilih beranjak meninggalkan ruangan. Papanya seperti belum bisa menerima Tristan begitu saja.

"Kamu selama ini ke mana aja, Tristan? Mama kepikiran kamu. Apa kamu baik-baik aja?" tanya Claudya sambil menagkup wajah Tristan dengan kedua tangannya sebelum kembali menangis sesenggukan dalam pelukan.

Tristan mengusap-usap punggung mamanya. "Aku baik-baik aja, Mah. Mama nggak perlu khawatir." Tatapan Tristan berpindah ke arah Trisha yang mendekat.

"Kak ...." Suara Trisha terdengar bergetar--menahan tangis.

Tristan menyambut Trisha dengan merentangkan salah satu tangannya,  sementara tangan lain masih memeluk ibunya. Trisha tidak bisa  membendung air matanya kali ini. Gadis itu ikut bergabung dalam pelukan kakaknya--menangis bersama.

***

"Kakak tega! Kenapa kakak nggak pernah ngasih kabar?" Trisha merajuk. "Aku sedih tahu!" lanjutnya.

Tristan tertawa kecil. Mereka sudah berdiri di balkon kamar Trisha sekarang. Kedua siku Tristan tertumpu pada pagar balkon, tatapannya terarah ke padang golf di depan yang tampak terang dengan pencahayaan cukup, meski hari sudah malam. "Maaf," ucap Tristan kemudian. "Maafkan ulah Kakak yang bikin kamu sedih, juga bikin Mama sedih." Tristan meloloskan satu napas berat. "Terutama bikin Papa kecewa."

Trisha diam dengan hanya mendengarkan kalimat demi kalimat Tristan.

"Tapi Kakak harus melanjutkan hidup Kakak, Tris." Tatapan Tristan kosong ke depan, menerawang jauh pada satu kesalahannya di masa lalu.

"Jadi, selama ini Kakak pergi ke mana?" tanya Trisha hati-hati.

"Kamu nggak perlu tahu, tapi meski Kakak nggak di sini, Kakak menjagamu dari jauh." Tatapannya terarah penuh pada Trisha.

"Ah, iya kah?"

"Kakak tahu semuanya, Tris." Lagi-lagi Tristan membuang pandanganya ke depan.

Jagat Raya Trisha (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang