"Van." Trisha menyebut Ervan sesaat setelah memasukkan sendok berisi es krim vanila yang kesekian kalinya ke dalam mulut.
Tatapan Ervan berpindah dari bingkai lukisan dirinya ke arah Trisha. "Ya?"
"Kalau kamu berkenan, aku bisa melukis sesuatu di dinding polos itu biar lebih hidup."
Praktis Ervan menoleh ke arah sudut tembok bercat putih polos yang hanya berhias bingkai tulisan hand littering.
"Melukis?"
Trisha mengangguk semangat.
"Aku nggak ngerti, emang bisa?"
"Bisa banget."
"Tapi ...."
"Aku yakin itu akan jadi daya tarik. Selain pengunjung bisa menikmati makanan dan minuman di sini. Mereka bisa berswafoto. Lukisan di tembok polos itu akan jadi spot foto menarik. Bayangkan, jika setiap pengunjung yang datang ke kafe ini berswafoto di sana, lalu mereka mengunggahnya ke media sosial. Itu akan jadi soft promosi yang bagus buat kafe ini."
Ervan tertegun, tidak menyangka Trisha punya ide secemerlang itu.
"Biarin begitu aja," putusnya.
Trisha menelan ludah--kecewa.
"Aku nggak ada dana lagi buat idemu itu, Tris."
Mata Trisha yang tadinya redup mendadak berbinar lagi. "Nggak perlu khawatir soal itu."
Ervan mengeryit. "Kok, gitu?"
"Tenang aja." Trisha menyuap kembali affogato-nya dengan santai. "Aku yang bakal kerjain. Jadi, kamu tenang aja."
"Jangan, Tris."
"Ervan ... kamu jangan merasa sungkan. Aku serius, aku mau kerjain kalau kamu setuju."
Ervan terdiam lama. Pria itu menimang tawaran Trisha. Sekaligus merasa gadis ini memang tertarik padanya. Bukankah itu bagus? Kemudian Ervan mengangguk pelan. "Baiklah, kalau kamu maksa."
Trisha tersenyum. "Nah, gitu dong."
"Beneran nggak ngerepotin?"
"Enggak, Van. Udah kamu tenang aja," lirihnya sambil tersenyum manis. Senyuman yang sanggup membuat Ervan terpaku.
***
Ervan sudah menghuni kamar sesaat setelah ia sampai di kediamannya. Ia menggeser laci meja dan melempar asal bingkai lukisan dari Trisha di sana.
"Siapa juga yang peduli dengan lukisanmu." Pria itu menutup kembali laci mejanya dengan tak acuh.
Hening sejenak sebelum ia mengempaskan diri di tepi ranjang. Pertemuannya dengan Trisha hari ini seolah menyita energi. Memperhatikan Trisha berbicara, tersenyum bahkan tertawa kecil membuat Ervan berada di antara harus membenci atau justru mengagumi.
Pria itu merasa lelah kemudian memilih membaringkan diri di atas ranjang, tatapannya kosong terarah ke langit-langit kamar.
Apa Trisha serius dengan tawarannya?
Ervan tahu, Trisha begitu berbakat. Ia sudah melihat kepiawaiannya dalam melukis lewat akun Instagram pribadi Trisha. Ervan adalah pengikut gelapnya, bahkan Trisha tidak tahu Ervan sudah menjadi pengikutnya sejak tiga tahun terakhir.
Suara Mocca dari balik pintu yang sedikit terbuka itu membuatnya menoleh. Kucing berbulu kecokelatan terlihat berjalan mendekat.
"Mocca! Sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagat Raya Trisha (Completed)
Roman d'amourAwalnya Ervan berniat untuk mempermainkan gadis bernama Trisha Putri Admaja, menghancurkan masa depannya, lalu ia tinggalkan begitu saja. Persis seperti perlakuan yang didapat kakak perempuannya dulu. Dendam serta kebencian mengalir deras di dalam d...