Acuh.

444 31 5
                                    

POV
Lilis maemuneh.

Diatas motor kami berdua diam-diaman.  Hanya ada suara angin yang ribut  membelai wajahku dan meng acak-acak rambutku. Sedangkan di belakang Iki bungkam tanpa suara. Sesekali aku lirik kaca spion untuk melihat di belakang ada orang atau tidak, dia diam dengan wajah manyun.

Ciiiiiit..

Aku ngerem mendadak seketika Iki oleng kedepan.

"Lu gak takut mati apa mun!" bentaknya. Aku menoleh dengan tatapan serius padanya dan turun dari motor.

"Ki lu ngomong atau apa kek Ki..., diam aja. Aye minta maaf karna gak bisa datang tepat waktu malam itu. Dan masalah lamaran Revan itu udah aye tolak kok!" jelasku. Iki sedikit mencibir dan berkata.

"Terserah lu mau ngomong apa? Gua tau lu jemput gua karna enyak kan?" ujarnya. Aku menautkan alis dan berkata.

"Bukan..." singkatku.

"Alah... Dah tau gua. Lu gak usah ngeles. Udah ah kita jalan lagi. Gua mau jemput motor gua di bengkel" gerutunya. Aku memasang wajah serius dan berkata.

"Ih Iki, benaran aye jemput lu bukan karna enyak." ucapku pelan. Iki memandang gua lekat yang posisi masih di atas motor matic gua.

"Apa alasannya?" singkatnya.

"Aye...Mmm" aku sedikit garuk tengkuk dan berkata dengan tertunduk.

"Aye Cinta ama lu Ki ...." lirih aye dengan wajah bersemu merah. Lama Iki terdiam setelah itu dan mencibir dan berkata.

"Preeeeeet..."cibirnya. Mataku sedikit terbuka dan mengangkat lagi wajahku memandang mimik wajah yang ngeselin itu. Aku geram dan coba mengepal jemariku untuk menimpuknya.

Plak

Iki menghindarkan kepalanya hingga aku bisa menepuk bahu bidang suamiku itu.

"Lu jadi orang ngeselin banget sih!" geramku. Iki memandangku datar dan berkata.

"Udah lu gak usah basa-basi gak jelas sama gue, lu disuruh pacar lu itu kan? Buat deket lagi sama gue. Biar gua gak kabur dari kontrak bersama Revan." jelasnya aku makin mengerinyitkan dahi.

"Bukan..." bisikku.

"Udah ayo buruan! Gua dah capek mau istirahat." ujarnya.

"Ya udah lu yang nyetir." tuturku datar padanya.

"Ogah, gua lagi gak mood" singkatnya buang muka aku menghela nafas berat dan naik ke atas motor bebekku itu. Sontak aku melaju kencang dengan kecepatan tinggi karna kesal dengan tingkah laku bocah yang sedang aku bonceng ini.

"Eh Busyet lu mau mati apa mun." ujarnya aku tak peduli, bisa ku lihat di kaca spion Iki tampak bertengkar dengan angin dan berpegangan kuat pada bahuku.

Sesampai dirumah, aku dan Iki turun. Setelah tadi sempat singgah di bengkel dan motor Iki belum siap di perbaiki kami kembali melaju pulang, tanpa kata sepatah katapun sepanjang jalan. Iki tampak membuka Helmnya jelas banget dia tampak oleng karna aku ngebut bawa motornya.

"Mual gua, tu orang istri gua apa istrinya valentino Rosi sih." gerutunya. Berjalan ke teras. Aku tersenyum mendengarnya. Seneng aja mendengat Iki masih nganggap aku istrinya.

Tok tok tok..

"Enyak." panggilku, tak butuh waktu lama enyak membuka pintu. Mata enyak langsung membulat saat melihat Iki bersamaku yang memegangi Helmnya, sontak saja enyak mengibasku dan memelukku Iki erat.

"Waduh.." bisikku saat enyak mengibas aku yang menghalanginya menuju Iki.

"Mantu enyak..." tangis enyak membenamkan wajahnya kedada Iki. Aku sedikit termangu melihat pemandangan yang terbilang sedikit lebay itu.

SUAMIKU BOCAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang