Penerus perusaha'an

358 30 1
                                    

POV LILIS MAEMUNEH.

Dua jam berlalu, dengan susah payah meyakinkan Iki, akhirnya aku berhasil juga mengajaknya ke acara makam malam tante Drista. Bukan apa-apa sih, aku fikir aku tidak mungkin bisa masuk kerumah ini selain acara makan malam seperti ini. Aku harus pastikan dulu itu telpon rumah  yang ada dalam foto memang sama persis dengan yang ada di tanganku sekarang

Sesampai disana,  Iki langsug di sambut oleh Vano sedangkan aku sedikit tertunduk didepan Revan yang menatap sinis terhadapku dan habis itu dia berlalu pergi

"Iki... Artis yang tengah naik daun? Terima kasih telah sempatkan hadir."sambut tante Drista menyambut Iki.

"Ih tante, biasa aja. Iki sama sekali gak tersanjung mendengarnya." timpal suamiku itu, terdengar tante Drista tertawa renyah.

"Apapun itu Iki, saya seneng dengernya? Eits kamu lupa ya? Kamu dah janji sama saya bakal panggil saya mama juga kek Vano dan Revan?" ujarnya, Iki tersenyum simpul dan kembali meralat panggilannya.

"Iya Ma-ma." singkatnya sedikit membungkuk, Tante Drista menoleh padaku dan menyunggingkan senyum hangat dan berkata.

"Selamat datang juga Lilis? Dua kali pertemuan dan dua kali juga kamu kebetulan nebeng sama Iki lucu aja menurut mama he he kok bisa?. Itu Revan dari tadi resah sekali? Kalian kenapa? Bertengkar?"tanyanya sejenak aku kikuk dan menggaruk tengkukku bingung juga mau bilang apa.

"Ya sudah, kamu temui Revan ya. Iki, Vano ayo kita keruang makan." titahnya. Melihat mereka beranjak keruang makan. Aku bergegas pada ruangan keluarga di samping ruang kerjanya Revan aku menuju etalase kaca yang berisikan foto-foto lawas keluarga tante Drista. Sengaja menghilang biar sengaja di kira aku menemui Revan. Ku coba mengeluarkan potongan foto itu dan coba mencocokkan apa yang ada pada kepingan potonya Iki itu yang hanya tersisa telpon rumah, warna sepatu Iki kecil berwarna merah dan dinding rumah berwarna Cream. Seksama aku coba lihat nomor kode telpon rumah itu sama persis.

"Sama? Warna, bentuk dan kode telpon ini kok bisa ya?" bisikku berkali-kali aku coba perhatikan semua foto ini, banyak kemiripan tempat dan ruangannya. Aku rasa ini rumah mereka di jaman dulu. Tapi kenapa ada juga pada bapak, fellingku memperkuat bahwa mungkin benar Iki anggota keluarga ini. Aku terus bergerak berjalan sepanjang etalase kaca yang lumayan besar itu. Hingga gerakku terhenti melihat bocah kecil persis dengan foto Iki junior sebelumnya mataku membulat dan coba memperhatikannya dengan seksama.

Trakt.

Bunyi pintu ruang kerja Revan terbuka sontak aku menoleh karna terkejut. Bergegas aku masukkan kembali potongan potret Iki itu kedalam tas. Revan menyadari keberada'anku yang tengah ada di ruang keluarga hingga dia menoleh dan sontak mendekat. Aku yang tak bisa mengelak itu nervous menunggu dia datang.

"Apa yang kamu lakukan disini." tanyanya.

"Itu... Anu, aku mm- aku penasaran aja sih liat foto Bryan waktu kecil. Jadi pengen liat ini " ucapku menunjuk etalase lemari hias yang di khususkan untuk frame-frame foto itu.

"Oh.." singkatnya, Revan menoleh pada lemari itu dan menunjuk satu foto.

"Itu Bryan?" singkatnya mataku sedikit membuka melihat Revan menunjuk foto yang mirip dengan Iki junior tadi. Bedanya. Dia pakai-pakaian yang lain dan sepertinya itu di ambil sebelum Iki berumur satu tahun.

SUAMIKU BOCAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang