Intermission.
*
*
*
Pov LarasDrrrrt Drrrt Drrtt...
Bunyi ponselku berdering, sedikit lamunanku buyar dan coba menoleh pada nakas untuk mengambil ponselku.
"Ya.." sahutku saat melettakn ponsel itu ke telinga.
"Situasi masih terlalu biasa, kita bisa serang kedua putra Drista kapan saja." ujar suruhanku. Seketika aku bungkam.
"Awasi saja mereka" bisikku.
"Kenapa nona? Sekarang sepertinya mereka lengah karna sudah menjauh dari indonesia." ujarnya aku mendegup dan coba menghela nafas berat. Aku tidak boleh gegabah sekarang. Revan dia sudah banyak mengetahui akan rencanaku. Setidaknya sekarang aku tidak mau kehilangan rasa hormat dari anakku sendiri. Sebelumnya dia pertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan Vano waktu itu dan sekarangpun pasti sama. Revan tidak akan membiarkanku aku melakukan ini lagi. Aku harus sedikit licik memainkan permainan ini. Entah kenapa sekarang bidikku tidak pada kedua bocah itu lagi. Yang pantas untuk di kasih pelajaran hanya wanita perampas itu.
"Awasi saja! Jangan lakukan apapun. Ingat sekali saja kita melakukan kesalahan. Kita tidak akan bisa meuntut Drista akan kematian Ajeng. Cukup berikan Teror pada rumah itu" jelasku.
"Baiklah.." sahutnya.
POV DRISTA
Aku tidak tau lagi harus bagaimana untuk membujuk Bryan, dua hari ini dia murung karna dapati nomor wanita itu yang tidak aktif, aku tidak habis pikir kenapa Bryan terlalu bucin. Tumbuh dengan orang-orang biasa menbuat sifatnya rendahan begini sedikitpun dia tidak terfikir untuk mengembangkan perusaha'an papanyan. Aku benar-benar di bikin pusing oleh anak sulungku ini.
Trakt
Bunyi pintu kamarnya terbuka, reflek aku menoleh ke atas dan melihat Bryan turun dengan koper yang ada di tangannya. Sontak aku berdiri dan menunggu dia datang.
"Kamu mau kemana?" tanyaku.
"Pulang!" singkatnya, aku berdesih dan coba menghentikannya.
"Bryan.. Mid semester masih ada satu bulan lagi? Kamu belum bisa pulang sekarang?" ujarku. Anak itu tak peduli dia terus saja melangkah. Hingga Langkahnya di hentikan oleh Vano yang datang dari luar.
"Lo mau kemana?" tanyanya. Sejenak Iki diam dan berkata sembari membuang nafas.
"Gue harus pulang, Vano. Mumun pasti salah paham sebab itu dia tak bisa di hubungi. " ujarnya.
"Tapi kan.. Kuliah kit-" ucapan Vano di cegat karna Bryan berlalu. Melihat itu aku gemetar dan coba menghentikannya.
"Bryan! Kamu tidak bisa pergi sekarang!" bentakku sedikit lantang mengejarnya ke arah pintu, anak itu tak peduli dan terus saja berjalan. Suamiku yang baru saja keluar kamar mencoba juga menghentikan Bryan.
"Bryan! Berhenti. Ini perintah papa!" tegasnya, sontak langkahnya terhenti dan menoleh.
"Ada apa dengan orang-orang dirumah ini?" ucapnya terdengar berat. aku menghela nafas berat dan mendekat padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU BOCAH!
RomansaSelisih umur kagak tanggung-tanggung 9 tahun, Saat nanti Muneh ribetin uban di kepalanye, lah Aye ribetin buat nyari yang lebih bohay