Program hamil

408 27 1
                                    


Siap koment?
Siap vote?
Siap share?

Okey!

POV LILIS MAEMUNEH.

Malam ini kami putuskan untuk membesuk Revan kerumah sakit, walau Iki tidak begitu peduli pada Revan, tapi dia tidak bisa menolak peduli kalo semua itu berkaitan dengan Vano. Emang dasar orangnya bersaudara ya, mereka tampak terikat perasa'an satu sama lain. Malam ini aku membopong beberapa body guard Iki dengan segala keamanan, walau Iki risih dengan tindakanku yang berlabihan gini tapi dia tampak menghargai usahaku, mungkin dia malas debat dengan mulut bawelku ini yang mencorocos.

"Bagaimana Vano? Apa peneror itu sudah di temukan? Dan Revan?"tanya Iki saat telah menemui Vano didepan ruangan Revan. Sejenak Vano bengong melihat keamanan yang bersedia berjaga di sekeling Iki memantau keada'an sekitar. Vano mendegup dan kembali menoleh pada Iki.

"Tak apa... Abang sudah bisa melampui masa kritisnya, tapi dia belum sadar. Peneror itu bergerak sangat rapi.  Cctv sekitar sudah di non aktifkan dia juga bergerak terlalu cepat hingga orang-orang tak sadar akan kehadiranya" ujarnya. Mendengar itu aku gemetar. Sungguh penjahat yang profesional sekali. Aku jadi sangat takut akan keamanan Iki sekarang.

"Semoga secepatnya kita bisa temukan peneror itu." ujar Suamiku, mataku tajam melihat kanan kiri untuk menandakan keada'an baik-baik saja, dua orang ini tengah di incar. Aku juga sangat khawatir terhadap Vano bagaimanapun dia saudaranya Iki nyawanya juga sangat terancam sekarang.

"Setelah ini kamu harus berhati-hati Vano, jika dia mengincarmu. Berarti dia belum puas melihat kamu selamat begini. " ujarku. Dari ruangan Revan tampak mama dan papa Vano keluar.

"Lilis benar Vano, kamu tidak boleh berjalan sendirian setelah ini, kapan perlu kamu juga di jaga keamanan kemana-mana." ujar mamanya sembari melirik bodyguar Iki tampak berjaga disekeliling Iki. Wajah Iki mendedak kikuk dan garuk-garuk tengkuk.

"Maaf Tante... Sangking khawatirnya asisten saya buat keamanan sebegini lebaynya." ujar Iki tertawa simpul.

"Ya gak apa, biar aman Iki. Kamu kan public figur. Kita tidak tau saja kejahatan tengah mengintai kamu dari mana aja," ujarnya dan menoleh pada suaminya.

"Pah entah kenapa mama ngerasa ini ada hubungannya dengan Laras." ujarnya mataku terbuka saat tante Drista menyebut nama itu.

"Kita serahkan semua pada yang berwajib, tugas kita sekarang tak lain hanya memperketat keamanan, dan kamu Vano. Kamu gak boleh keluar rumah dulu untuk waktu yang tidak ditentukan. Kalo begini ceritanya, kamu tidak bisa tinggal lagi di indonesia" jelasnya, sedikit aku mengangguk sangat setuju mendengar penjelasan papanya itu.

"Semoga saja Revan cepat sadar, dan kita bisa tau sesuatu dari dia." ujar mamanya.

Malam semakin larut kami kembali kerumah untuk beristirahat setelah menelpon enyak minta izin bahwa kami tidak bisa kembali kerumah Enyak aku dan semua antek-antek keamanan menuju kerumah baru kami untungnya enyak paham karna memang jarak rumah sakit ini sedikit lebih jauh untuk kembali kerumah enyak ketimbang rumah baru kami, di balkon kamar aku duduk sembari gundah dan sangat resah memikirkan keselamatan Iki sedikit aku elus liontin pemberian Iki tadi sambil menatap nanar pemandangan malam yang indah. Entah kenapa perasa'anku kacau. Iki dalam bahaya seakan aku gak bisa menangani ini seseorang diri aku sangat takut sekali. Atau aku suruh saja Iki kuliah ke singapore? Tapi hatiku bagaimana? Karna faktanya aku tidak bisa jauh-jauh dari Iki.

"Tuhan tolong lindungi kami." bisikku. Dari kamar Iki terdengar menghampiri yang baru keluar dari kamar mandi untuk cuci muka. Itu bocah sangat peduli sekali dengan perawatan terpapar polusi dikit aja dia bakalan cuci muka dan skincare'an aku aja yang cewe gak gitu-gitu amat perawatan. Sembari tetap menyandang handuk kecil dan cream malam di tangannya Iki mendatangiku. Sedikit aku melirik wajahnya yang tampak heran.

"Lu ngapain disini, nanti lu masuk angin Mun. Ayo tidur ini dah jam berapa?" ujarnya menghenyak disampingku sedikit Iki melirik kebawah melihat keamanan berjaga disetiap sudut.

"Mun, lu lebai! Masa tugaskan petugas 24 jam gini sih. Kan kasian." gerutunya sembari menuangkan cream ke tangannya.

"Kan di bagi sifnya Ki, udeh lu gak usah sewot sama kebijakan aye." timpalku. Iki manyun sembari tetap mengoles cream ke wajahnya.

"Udah kayak banci aja Lu skincare'an." sungutku. Iki terkekeh.

"Ya iyalah, gue ni'kan public Figur gue harus dituntun ganteng bening. Emang lu tu yang jerawatan." ujarnya, sedikit aku mengelus jidat dan mengelus jerawatku yang tumbuh satu.

"Mana, cuman satu. Lagian ini biasa kalo aye mau datang bulan. Aye jerawatan gini." ujarku Iki menoleh dengan sedikit berfikir.

"Emang lu masih datang bulan? Kenape bisa begitu? Kok junior gue gak tokcer." ucapnya aku mendegup.

"Iye tanggal 15 biasanya datang, ini baru tanggal 13" sahutku. Iki meletakkan handuk dan botol cream itu disamping dan memandang aye lekat. Sembari menggenggam tanganku.

"Mun..., gue beneran mau Lu hamil." ujarnya, hatiku terhanyuh dan tersenyum hangat.

"Gue juga pengen punya anak dari lu ki."

"Ya harus! Umur lu dah berape? Harus kudu deadline, gue pengen punya anak empat dari lu. Sebelum lu umur 35 harus udah lahir semua." ujarnya aku mendegup tahan nafas dan dengan mata membulat selang dua detik aku terkekeh.

"Gimana caranya kita punya empat anak dalam lima tahun. "

"Ya bisalah!" timpal Iki. Aku tersenyum dan mengelus pipi mulus itu lembut.

"Ya sudah... Gaskeun..." ujarku terkekeh Iki tersenyum renyah membawaku kedalam pelukan.

"Gak sabar gue punya anak cowo, saat nanti dia kenalin pacarnya sama gue, pacarnya bilang kenalin mas aku pacarnya Bryan. Dikiranya papanya Ini kakak pacarnya kan asik" ujarnya sontak aku keluar dari pelukan Iki dan menatap manik matanya dalam.

"Bryan?" lirihku.

"Iya, Bryan? Nama anak kita nanti? Bagus gak? Aku suka aja sih?" ucapnya.

"Gak usah sayang, itu nama kebarat-baratan. Ntar enyak plesetin kan jadi berabe." gerutuku didadanya. Iki terkekeh.

"He he iya juga sih Mun."

"Gimana? Bisa kita mulai programnya?" bisik Iki mendongakkan wajahku kehadapannya.

"Hmmm...." gumamku dengan senyum, Iki gemes mengigit hidungku.

"Gue bisa apa tante, liat lu senyum aje gue dah nafsu begini." ujarnya aku terkekeh. Iki membenamkan wajahnya di leherku seketika aku bergidik, deru hangat nafasnya membuat bulu kudukku merinding. Kembali ia mencari mataku dan memandanginya dalam. Menyibak sedikit rambut yang terurai menutupi pipiku dan mengelus bibirku lembut. Sedikit aku tertunduk. Gelora rasa ini begitu berkecamuk hingga aku rasanya merona dan tersipu. Iki mengecup perlahan lagi lembut setiap sisi bibirku, tak ada yang bisa aku lakukan selain membalas semua sentuhan dan kecupan itu. Selang semenit dia berdiri dan sontak membawaku keatas ranjang. Aku nurut bergelayut di badanya hingga pria itu meletakkan pelan tubuhku diatas ranjangnya kami, nan indah beraksen seprey berwarna putih polos itu. Kembali Iki membenamkan wajahnya dileherku dan mengecupunya tanpa ampun. Sedikit aku menggeliat akan gerakan bibirnya yang erotis hingga tangan nakalnya menari melucuti semua pakaianku dan....

(Dan begitu deh lanjutannya.....! :)  nungguin ya? Wkwkwkwk maap ya gaes, SENSOR! )

Jiaha....

Kasian banget ya di gantung xixixixi....

SUAMIKU BOCAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang