Bab 17

8.6K 775 18
                                    


Renungan meraka buyar, saat mendengar suara yang menggema di telingga Qio dan Zikra.

" Woy turun gue udah lapar nih " teriak Hana dengan keras,  bahkan tenggorokannya sudah sakit membuatnya terbatuk - batuk sendiri.

" Uhuk.....uhuk.... " ( Batuk Hana)

Derina memberikan minum pada Hana,  lalu mengelus punggung Hana dengan pelan,  tempat duduk Derina bersebelah dengan Hana,  jadi memudahkannya untuk membantu Hana.

" Hahahhahaha " tawa Fiko pecah, bahkan Fiko telah mengeluarkan air matanya yang menentes karena melihat tingkah Hana yang baginya lucu.

Hana menerima gelas dari Derina, lalu meminumnya,  agar membuat tenggorokannya lega dan juga basah.
Setelah reda Hana menatap Fiko sinis den juga jengkel,  karena beraninya menertawakannya saat ia sedang menderita.

" Cik.... Anak sendiri diketawain " sindir Hana pada Fiko. Hana menatap sinis Fiko, yang di tatapnya hanya manampilkan wajah polos hal itu menambah kekesalan Hana,  Hana ingin sekali mencakar wajah sok polos itu. Tapi masih di tahannya,  karena ia masih sadar diri, kalau orang yang ingin ia cakar adalah ayahnya sendiri,  apa lagi ada darah dan dagingnya di tubuh ini.

Derina yang melihat interaksi anak dan ayah ini, hanya menggelengkan kepala.

Tibalah Qio dan Zikra yang membuat petir dari mata ke mata hilang,  di alihkan padangannya pada sosok yang berani menggagu urusannya.

Qio dan Zikra yang melihat Hana dan Fiko menatap tajam ke arah mereka hanya menyikitkan alisnya,  bertanya - tanya, salah apa mereka. 

" Udah jangan di pikirkan " ucap Derina yang mengerti isi pikiran ke dua anak laki - lakinya.

Qio dan Zikra duduk di kursi masing - masing,  sesekali melirik Hana, Hana yang tahu Bodoamat,  malas memikirkannya.

Acara makan malam bersamapun selesai,  Hana,  Qio,  Zikra , Fiko dan juga Derina duduk di ruangan tamu, Hana dan Derina menghidupkan televisi,  lalu menyetel tanyangan yang menurut mereka bagus, apa lagi kalau bukan berita hot terkini,  yang bisa di jadikan bahan gosip. Sedangkan Fiko sibuk dengan bekasnya. Kalau Qio dan Zikra hanya sibuk dengan henponnya.

Hana membulatkan matanya saat melihat tayangan televisi yang berisi cowok cogan yang sedang beberanja dengan belasan pengawal di belakangnya,  apa lagi para pengawalnya berbadan besar dan seram dengan setelan jaz hitam putih dengan kaca mata hitam yang menambah keseraman meraka. Di belakangnya juga banyak perempuan - perempuan yang mengenjarnya,  mengambil Vidio, ada juga yang senyum - senyum sendiri saat melihat cowok itu,  bahkan ada yang berusaha mendekati cowok itu.  ' GILA ' itulah yang terlintas dalam pikiran Hana.

" Gila Ma " ucap Hana menempuk paha, Derina. Derina hanya mengaguk mensetujui ucapan anaknya.

" Tapi ganteng sayang " ucap Derina. Yang melihat layar televisi yang menampakkan wajah tampan si pemuda itu.

" Ganteng apaaan ma,  genit gitu dan juga sok kegantengan lagi " tolak Hana saat Derina mengatakan lelaki yang ada di televisi itu tampan.

" Enggak ah,  ganteng gitu, mama malahan mau jadi pacarnya " tolak Derina saat Hana mengatakan pemuda tampan itu dengan kata - kata genit, ia tidak menerima hal itu. Tampa disadari Derina,  Fiko menatap Derina dengan datar,  manahan kecemburuannya.

Fiko menutup laptopnya,  lalu melirik lelaki yang sudah membuat istrinya ingin menjadikannya pacar.

Hana yang melihat Fiko yang telah muncul asap kecemburuannya, membuatnya terpikir ingin sekali memanas - manasin keadaan,  ia lupa jika melakukan itu akan mengakibatkan dosa. Yang hanya terpikirkan dalam pikirannya sekarang adalah bagaimana memanasin sang suami istri ini.

Qio dan Zikra hanya melihat saja,  tampa ada niatan melakukan apapun.

Zikra melihat Hana yang antusias dengan berbagai macam hal yang di pikirkan hanya tersenyum kecil. Zikra dari tadi hanya menatap Hana dalam diam,  walau ia memengag henpon, namun padangannya terarah pada sosok gadis cantik yang tidak lain adalah adiknya sendiri, dia adalah Hana. Ia ingin melihat hal apa yang bisa di lakukan Hana untuk mengerjai orang tuanya.

" Gantengan Papa atau cowok itu Ma!" tanya Hana sambil melirik Fiko yang menatap Derina tajam.

" Tentu pemuda yang ada di televisi itu " jawab Derina polos,  ia masih fokos dengan siaran televisinya. Lupa dengan sekitarnya jika masih ada yang lain selain dirinya,  saking asiknya.

Sedangkan Fiko sudah di selimuti api kecemburuan,  Fiko mentap siaran televisi dengan sinis.

" Oplas gitu,  apa gantengnya coba,  orang Oplas itu,  orang jelek " ejek Fiko menatap layar televisi dengan tidak suka.

" Apa,  enggak ah emang tahu dari mana dia Oplas " tolak Derina yang tidak menerima jika pemuda tampan itu di hina.

Hana menahan tawanya,  saat melihat tingkah seperti bocah dari kedua orang tuanya.

" Hana,  pesan bom nukril " pinta Fiko.

" Untuk apa pa! " tanya Hana binggung kenapa tiba - tiba papanya ingin membeli bom,  bukannya cemburu karena mamanya memuji lelaki lain.

"  Untuk menghancurkan wajah lelaki itu " ucap Fiko menatap sinis layar televisi.

Hana dan juga Derina membulatkan matanya,  saat mendengar kata - kata kejam terlukir indah dalam bibir Fiko.

" Kejam sekali Pa,  tapi apa bisa pa,  lihatlah itu banyak sekali penjaga yang menjaganya di belakangnya " tanya Hana saat melihat lagi layar televisinya.

" Bisalah,  kau lupa, papamu ini siapa" ucap Fiko menatap Hana dengan mata bangganya.

Hana menempuk jidatnya,  ia lupa jika Papanya ini seorang mafia.

" Nah itu makanya Mama nyesal nikah sama seoarang mafia " ejek Derina,  menatap Fiko dengan meledek.

" Padahal dulu mama yang tergila - gila sama papa, bahkan ngejar - ngejar papa,  apaan tuh, nggak kebalik " ejak balik Fiko menatap Derina tajam.

Hana yang mendengar pertengkaran kedua orang tuanya malah seyum - seyum sendiri bahkan sampai menahan tawanya, agar tidak lepas.

Sedangkan Qio dan Zikra hanya acuh akan pertengkaran orang tuanya,  kalau meraka masuk bisa di pastikan merekalah yang akan kena seburanya.

" Itu mah Papa,  bukan Mama " tolak Derina tidak menerima kata - kata Fiko.

Hana yang menyadari jika pertengkaran ini bisa sampai pagi,  mengasah kembali otaknya untuk meredakan pertengkaran yang terjadi.

" Ma,  Pa ada anak di sini lo,  kalau Mama sama Papa gitu bisa di tiru sama anaknya,  emang Mama sama Papa gak pernah dengar ini, ' orang tua cerminan anak ', itukan berkat ajaran orang tua,  masa ia Mama sama Papa ajarin anaknya berantem sih " sindir Hana menatap kedua orang tuanya dengan polos, lain di hati lain di wajah.

Fiko dan Derina menatap Hana dengan diam, lalu hanya manganguk saja, tampa rasa bersalah.

" Ya sudah kalian pada tidur semua ini udah malam, besok kalian sekolah" usir Derina pada Hana Qio dan Zikra. Yang di angguki oleh mereka .

Zikra kembali kekamarnya,  ia sudah terlalu malas mendengar pentengkaran yang tidak penting itu. Begitu pula Qio.

Sedangkan Hana puas telah mengerjai orang tuanya. Ia kembali kekamarnya setelah itu merobohkan dirinya kekasur dan pergi kealam mimpi.


































I am the Antagonist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang