1 - Perasaan

834 70 3
                                    

Bab I: Perasaan

Perasaan (n) keadaan ketika logika tak mampu mengendalikan keinginan hati.

"Dari apa yang kurasakan, aku tak bisa berkelit karena sialnya, senyuman itu tetap terlihat menenangkan, bahkan ketika aku sadar kalau hatinya telah ia berikan untuk orang lain"

"Air."

Mendengar permintaan dari temannya, lelaki yang baru saja duduk di pinggir lapangan itu segera melempar sebotol air mineral kemasan dari samping tempat duduknya, lanjut menyeka keringat dengan handuk kecil di tangannya. Meski cukup lelah, ia senang karena lebih dari separuh tribun kini sedang bersorak untuk kemenangan timnya.

"Thanks, Dik," ucap anak yang meminta tadi. Beberapa kali ia terlihat menyisir rambutnya yang berantakan karena keringat dengan jemarinya secara asal-asalan, berharap angin dapat segera menerpa wajahnya yang kini dipenuhi peluh tanpa terhalang apapun.

Tak menghiraukan sorak-sorai dari berbagai penjuru tribun yang ditujukan untuknya, lelaki yang masih berdiri itu segera membuka kemasan air mineral tadi, lanjut meminumnya dengan cepat sambil sesekali menyiram wajahnya dengan air untuk kembali menyegarkan tubuhnya.

■■■

'Seger ya, Raff?'

"Seger banget anjir gue liat ginian!"

"Andaikan pertandingan basket diadain tiap hari biar gue bisa lihat mereka main terus."

"Aduh, itu si Raffa bisa gak sih gantengnya biasa aja?!"

Gadis yang tadi hanya bergumam dalam hati itu kini hanya bisa menahan dirinya untuk tak ikut terbawa suasana. Ia mendengar berbagai macam ucapan orang-orang di sekitarnya sambil tetap memandangi wajah lelaki itu dari kejauhan.

Meski gengsi, gadis bernama lengkap Nadya Avery Jeslyn itu tak bisa memungkiri fakta bahwa ia mengagumi seorang Raffa Putra Nandathama. Sialnya, ia sendiri kadang tak mengerti kenapa perasaan menyeramkan itu bisa-bisanya ia miliki kepada Raffa.

Iya, kita sedang membicarakan Raffa yang itu di sini, putra bungsu keluarga Nandathama yang seringkali berbaik hati membuat dosa para guru terhapus karena begitu banyaknya kalimat istighfar yang mereka ucapkan saat harus berhadapan dengannya.

Nadya masih tak mengerti.

Di antara banyaknya anak-anak lain yang berusaha mendekatinya dengan berbagai cara romantis, kenapa juga ia hanya tertarik pada Raffa, anak super menyebalkan yang sering menjahilinya sejak kecil, anak yang bahkan mungkin tak pernah menganggapnya sebagai seorang gadis seperti yang lain?

Iya, mereka kenal sejak kecil. Kapan persisnya, ia bahkan tak ingat sama sekali.

Kembali ke lapangan.

Nadya masih saja mengarahkan sorot matanya ke arah Raffa. Lelaki itu kini sedang tersenyum. Ah, senyuman manis itu selalu berhasil membuat hatinya terasa nyaman, meski sayangnya, senyuman itu bukan untuknya, tapi untuk orang lain. Miriss.

Tapi, mau bagaimana lagi? Gadis itu tak bisa apa-apa karena sialnya, senyuman itu tetap terlihat menenangkan, bahkan ketika ia sadar kalau lelaki yang kini tengah ia pandangi itu sedang bersama gadis lain.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang