Bab X: Persepsi
Persepsi (n) pemahaman yang biasanya otomatis diterima seseorang saat mendapatkan informasi.
Kadang pemahaman itu sesuai fakta, tapi karena hanya berupa tebakan, kita lebih sering keliru.
⏳
Warning! 3500+ words
"Wait," pinta Leon tiba-tiba.
Pak Yudha yang kini tengah mengemudi segera menghentikan laju kendaraan yang dibawanya. "Ada apa, Den?" tanyanya.
"Dia barusan keluar dari gerbang ini, 'kan?" Leon menunjuk seorang anak lelaki seumurannya di pinggir jalan. Meski terlihat sedikit berbeda, anak itu mengenakan seragam dengan motif sekolahnya.
FYI, seragam sekolah Bhakti Thama School memang cukup dibebaskan. Dengan catatan, setiap siswa harus tetap mengenakan seragam dengan rapih dan sopan. Selain pada hari-hari tertentu, setiap anak diperbolehkan untuk mengenakan seragam yang mana saja pada hari apa saja. Mereka bahkan diperbolehkan untuk mengenakan seragam dengan desain pilihan sendiri, asalkan sesuai dengan warna dan motif official sekolah, yakni putih, navy dan maroon. Begitu juga dengan bentuk dasi yang dikenakan, mereka dibebaskan untuk mengenakan dasi dengan bentuk yang berbeda-beda, sekali lagi, asalkan tetap rapih dan sesuai dengan warna dan motif official sekolah.
Hari ini, Leon mengenakan kemeja putih dengan celana navy dan vest berwarna maroon. Sedangkan anak yang ia lihat kini hanya mengenakan kemeja dan celana dengan warna yang sama dengannya. Leon bisa mengenali seragam itu karena pada bagian lengan kemeja anak itu terdapat motif yang sama dengan yang ada di dasinya.
"Saya salah lihat nggak, sih?" tanya Leon lagi.
"Nggak, Den, Aden nggak salah lihat. Dia memang tinggal di rumah Aden," jelas Pak Yudha.
"Hah? Kok bisa? Emangnya dia siapa?" tanya Leon, suaranya meninggi karena kaget dan agak risau. Ia baru tau jika ada anak lain yang tinggal di rumahnya. Pikiran negatifnya segera saja menggiring opini kalau anak itu bisa jadi adalah anak selingkuhan salah satu orang tuanya.
(drama banget otaknya Leon ini dahla)
"Dia anaknya Bu Hana, salah satu assistant rumah tangga yang bekerja di sini, Bu Hana baru saja dapat musibah, jadi untuk sementara anaknya ikut tinggal di rumah Aden," jelas Pak Yudha.
"Oh, pantesan saya baru lihat," balas Leon. "Yaudah kejar, Pak," pinta Leon kemudian.
"Maaf, Den?" Pak Yudha agak bingung.
"Kayaknya sekolahan kita sama, deh. Mau Leon ajak bareng, biar ada temennya," ujar Leon.
"Oh, baik, Den," ucap Pak Yudha.
Mereka kemudian berhenti tepat di samping anak yang kini tengah berjalan itu. Leon segera membuka kaca jendela kendaraannya dan memberikan senyuman kepada anak yang ia lihat.
"Bareng yuk!" ajaknya.
Di luar, anak yang baru saja menghentikan langkahnya itu hanya diam menatap Leon dengan terkejut. Sesaat, ia bingung harus merespon apa. Meski mungkin Leon tak mengenalnya, anak itu tau siapa Leon.
"Lo ngajakin gue?" tanya anak itu, tak percaya.
"Iyalah, siapa lagi?" jawab Leon. "Ayo naik," ajaknya lagi.
Anak itu terlihat memegang tali tas di samping pinggangnya dengan erat, ia tak cukup berani.
"Gue jalan aja ngga apa-apa, nanti di depan ada kendaraan umum, kok," tolak anak itu akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
Teen FictionReynandhita spin-off [On-Going] Raffa Putra Nandathama. Begitu mendengar namanya, tak akan ada yang menyanggah anggapan bahwa anak itu terlahir dengan kehidupan yang sempurna. Bagaimana tidak? Tak hanya diberi anugerah paras dan kecerdasan di atas r...