Bab XIV: Konsekuensi
Konsekuensi (n) hal yang mau tak mau harus harus siap kita terima saat memilih sesuatu.
⏳
Warning! 3300+ words
"Silahkan keluarkan tugas yang saya berikan kemarin. Kita periksa sama-sama, ya!"
Degh!
Sean hanya bisa mematung mendengar perintah itu. Dengan keringat dingin yang tiba-tiba bercucuran, anak itu melihat ke sekelilingnya dengan gelisah, anak-anak lain sudah sibuk membuka buku latihannya masing-masing.
"Kenapa?" bisik Leon. Ia berhasil menangkap keresahan dari teman sabangkunya itu.
"Gue belum ngerjain tugas. Mati gue," ujar Sean dengan pasrah.
"Oh God. Kok bisa?" Leon berdecak tak percaya.
"Ya bisa, gue lupa," ujar Sean. "Terus gimana dong? Duh, pasti gue bakal kena marah," gumam Sean.
Leon tak tau harus memberi solusi apa. Baru kali ini ada anak kelas A yang lupa dengan tugas, selain Raffa. Iya, hanya Raffa yang sering dapat kasus di kelas ini karena rata-rata kelasnya diisi dengan anak-anak rajin yang pikirannya lurus hanya mengejar nilai, pagi-siang-sore-malam, mana mungkin mereka lupa mengerjakan tugas jika pekerjaannya hanya belajar sepanjang waktu?
Sebenarnya, Raffa juga termasuk anak ambis. Hanya saja, pembawaannya yang kelewat santai membuatnya sering disalahpahami oleh anak-anak lain yang mengira ia tak perlu belajar untuk dapat mengerti sesuatu, mereka tak tau kalau Raffa bisa seperti itu karena ia juga berusaha keras. Percayalah, tidak ada hasil yang instant kawan-kawan~
"Lo mau lihat jawaban gue?" Leon menawarkan, merasa tak punya pilihan lain.
Tanpa berpikir, Sean segera memberi gelengan, ia tak cukup berani melakukan kecurangan seperti itu di sekolah ini. Jika sampai ketahuan mencontek, bukan hanya dirinya yang akan mendapat nilai E, Leon mungkin akan ikut terseret.
"Nah, untuk nomor satu sampai lima, siapa yang mau mengerjakan di depan?"
Sean melihat Dika mengangkat tangannya sebelum pandangannya tertuju ke arah bangku Raffa yang kini kosong. Ah, harusnya tadi ia ikut Raffa saja.
Iya, anak yang dibahas barusan sedang tertidur dengan santainya di rooftop, sementara Sean tengah cemas memikirkan nasibnya.
"Gue bilang aja kali, ya?" Sean meminta pendapat Leon.
"Wait, lo masih punya waktu, kerjain sebelum jawabannya dibahas, gue percaya lo gak bakal curang. Kalau ketahuan, gue yang bakal jadi saksinya," ujar Leon yang mendadak punya ide. Karena hasil pekerjaan mereka diperiksa masing-masing, Leon rasa Sean masih sempat mengerjakan tugasnya saat ini, sebelum jawabannya dibahas.
"Ah, oke, gue coba, ya!" ujar Sean. Leon memberi anggukan yakin.
Dengan ikut cemas, Leon melihat Sean mengerjakan tugasnya dengan cepat dan hati-hati, khawatir guru melihatnya dan mengira anak itu curang dengan menyalin jawaban dari papan tulis.
□□□
"Tau gak? Tadi Sean abis uji nyali!" ujar Leon, membuka sesi obrolan santai siang itu.
"Uji nyali gimana?" tanya Dika, yang baru saja menelan steak-nya, dengan penasaran. Sementara itu, Raffa yang juga tengah menikmati hidangan makan siangnya dengan tenang terlihat ikut memperhatikan, menunggu cerita dari Sean dan Leon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
Teen FictionReynandhita spin-off [On-Going] Raffa Putra Nandathama. Begitu mendengar namanya, tak akan ada yang menyanggah anggapan bahwa anak itu terlahir dengan kehidupan yang sempurna. Bagaimana tidak? Tak hanya diberi anugerah paras dan kecerdasan di atas r...