Bab XI: Takut
Takut (a) perasaan ketika mengetahui bahwa rahasia kita dipegang oleh orang yang tidak bisa dipercaya.
⏳
Warning! 3200+ words
Ucapan Reynand semalam benar soal tak boleh masuk sekolah hari ini, pagi ini Raffa bisa melihat lelaki itu tak mengenakan seragamnya. Dengan tenang, lelaki itu melangkah menuju tempat duduk di seberang meja Raffa setelah melihat seorang maid menarik kursi di sana untuknya.
"Selamat pagi, Den Reynand. Bagaimana kabarnya hari ini?" sambut kepala maid di rumah itu dengan hangat.
Reynand tersenyum tipis menanggapinya, "Baik," jawabnya dengan sopan.
Melihat hangatnya perlakuan Reynand kepada ibu itu, Raffa dibuat cukup iri. "Morning, Kak!" anak itu ikut menyapa dengan cerah, berharap lelaki itu membalasnya juga. Diam-diam, ia memperhatikan kondisi kakaknya pagi ini.
Mendengar sapaan itu, Reynand kemudian mengarahkan pandangannya kepada Raffa, "Morning," balasnya, yang meski terdengar cukup datar, berhasil membuat pagi ini terasa hangat bagi Raffa. Tentu saja, karena tak setiap hari ia bisa mendengarnya.
Tak lama, kedua orang tua mereka akhirnya datang. "Morning, Yah, Mah!" sapa Raffa.
"Morning, sayang!" balas Candytha. Sementara itu, Gio membalasnya dengan senyuman, ia mengusak puncak kepala anak itu sebelum duduk.
"Pagi ini udah enakan, Rey?" tanya Gio. Sesaat, Raffa bisa menyadari betapa redup tatapan pria itu ketika menatap kakaknya.
Reynand memberi anggukan pelan. "Ayah sudah hubungi Dokter David. Katanya, siang ini dia akan datang untuk check sebentar," ujar Gio.
Mendengarnya, Reynand terlihat cukup keberatan, "Yah, I don't think it's necessary. I'm feelin' better, I've rested all n—"
"—Rey," Gio memutus ucapan Reynand sambil menatapnya dengan lekat, berharap anak itu mengerti.
Reynand akhirnya hanya bisa memberi anggukan paham, tak bisa menolak. Bagaimanapun, Raffa tau, diam-diam kakaknya pasti khawatir. Jika hasilnya kurang bagus, mungkin ia akan diminta untuk bedrest dan tak diperbolehkan untuk datang ke sekolah selama beberapa hari ke depan.
"Raffa, sore ini ikut ayah, ya?" ajak Gio kemudian.
"Sore ini Raffa ada kelas tambahan, science club," ujar Raffa, berharap ia bisa berkelit kali ini.
"Ayah udah sampaikan ke pihak sekolah, jadwalnya digeser jadi besok," ucap Gio.
"What?!" Mendengar informasi itu, Raffa tak habis pikir. Sepertinya, ia benar-benar tak diizinkan untuk menghindar.
"Why? You don't wanna go?" tanya Gio, agak kecewa melihat respon Raffa.
Ketika ingin mengiyakan dan protes, pandangan Raffa tak sengaja bertemu dengan iris terang kakaknya sekilas. Seketika, emosinya tertahan. Meski lelaki itu tak mengatakan apapun, ia bisa membacanya, iris terang itu memandanginya dengan resah. Jika menunjukan kalau dirinya keberatan, mungkin kakaknya akan semakin merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
Teen FictionReynandhita spin-off [On-Going] Raffa Putra Nandathama. Begitu mendengar namanya, tak akan ada yang menyanggah anggapan bahwa anak itu terlahir dengan kehidupan yang sempurna. Bagaimana tidak? Tak hanya diberi anugerah paras dan kecerdasan di atas r...