Bab IX: Keberuntungan
Keberuntungan (n) sesuatu yang biasanya hanya bisa kita lihat ketika orang lain yang mendapatkannya.
"He's so lucky to have everything he needs in his life. He even has a family who really loves him sincerely."
⏳
Warning! 3800+ words
Sean belum berani turun dari ojek online yang ia naiki saat ini. Melihat bangunan megah di depannya, ia sampai menelan ludah. Padahal saat ini ia baru bisa melihat gerbangnya, tapi dari sini saja rasanya ia sudah bisa membayangkan akan sebesar apa rumah di dalamnya.
"Kita udah sampai, Dek," ucap abang ojek online itu, menyadari penumpangnya tak kunjung turun.
"Ini bener alamatnya, Pak?" tanya Sean, memastikan. Melihat megahnya gerbang rumah itu, ia jadi tak yakin. Sebenarnya, sejak memasuki kompleks perumahan ini firasatnya sudah mulai tak enak.
"Bener, kok. Tuh, lihat aja nomornya," jawab bapak itu dengan yakin.
Sean akhirnya turun, setelah memberikan ongkosnya, ia berdiri di depan gerbang rumah itu dengan jantung yang berdegup kencang. Apa-apaan ini?! Perasaannya jadi semakin tak enak.
Dengan ragu, ia menghampiri salah seorang security di dekatnya. Belum sempat ia membuka mulut, bapak itu sudah bertanya duluan, "Cari siapa, Dek?"
Sean mengeratkan genggaman pada tali tas di samping pinggangnya, mengatur napas. "Maaf, ini benar rumahnya Leon?" tanya Sean. Meski ia tau kalau Leon berasal dari kalangan berada, ia sama sekali tak berekspektasi kalau rumah temannya itu akan semegah ini. Sean tak habis pikir, ternyata memang ada kalangan manusia yang tinggal di tempat semacam ini.
"Iya, benar. Wah, tapi den Leon-nya lagi keluar, nih," ucap Bapak itu.
Sean kini melihat jam di ponselnya, masih jam empat kurang 20 menit. Tadi, ia sengaja berangkat lebih awal karena tak tau perkiraan waktu untuk sampai di rumah Leon, sepertinya ia terlalu buru-buru.
"Tadi kita janjian mau kerja kelompok jam empat," ujar Sean.
Security itu sempat melihat jam di tangannya sekilas, "Oh, kalau begitu mending Aden tunggu di dalem aja. Mari saya antar," ajak bapak itu dengan ramah. Diperlakukan dengan begitu sopan seperti itu, Sean bahkan sampai tak tau harus bagaimana meresponnya.
"Maaf ya, Aden harus jalan begini, tadi seharusnya cukup minta saya bukakan gerbangnya, biar kendaraan Aden bisa berhenti di depan pintu masuk.— Eh, maaf tadi Aden kesini sama siapa? Saya kurang merhatiin," Security itu mencoba mengajak Sean mengobrol selama perjalanan.
"Saya tadi sempat naik mikrotrans, terus naik ojol, Pak," ujar Sean dengan jujur.
Sesaat, bapak di sampingnya itu nampak cukup terkejut, membuat Sean jadi khawatir. Apakah jawabannya salah? Namun, sepersekian detik kemudian bapak itu tersenyum sambil menepuk bahunya dengan bangga, "Hebat! Ternyata kamu udah berani naik kendaraan umum sendirian, Den Leon kayaknya belum pernah naik kendaraan umum semacam itu, lain kali coba ajakin deh, pasti seru," ujar bapak itu.
"Nanti lain kali saya coba ajakin, deh, Pak," ujar Sean, terpaksa. Sebenarnya, ia bahkan tak tau harus merespon ucapan tak masuk akal itu bagaimana. Tak pernah naik kendaraan umum?! Selama ini Leon hidup di mana sebenarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
Teen FictionReynandhita spin-off [On-Going] Raffa Putra Nandathama. Begitu mendengar namanya, tak akan ada yang menyanggah anggapan bahwa anak itu terlahir dengan kehidupan yang sempurna. Bagaimana tidak? Tak hanya diberi anugerah paras dan kecerdasan di atas r...