08# Call Me Sunflower

93 33 122
                                    

"Kamu tau nggak bedanya matahari dengan bunga matahari? Kalau matahari, ada di atas kepala. Kalau bunga matahari, ada di depanmu."

***

"'Vivi cantik banget sumpah. Jumpa ketiga yang meng-uwow-kan'" kutip Bian dari apa yang Haikal katakan saat seminar. Suaranya menggema di ruang keluarga. Layaknya anak umur 4 tahun, ia dan Adya tergelak dengan kedua telapak tangan yang saling beradu kegirangan.

"Au!" ketusnya dengan mulut yang dipenuhi kuaci-- ya, dia melumat kuaci sekaligus banyak.

"Seminar kesehatan menjelma jadi acara biro jodoh." ledek Bian lagi. Air wajahnya meniru seekor harimau yang mengaum.

Tawa Adya makin menjadi-jadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tawa Adya makin menjadi-jadi.

Dengan segenap kekuatan kuaci yang sudah masuk ke saluran digesti di hari Jumat pagi, Haikal berlari mengejar Bian dan Adya dengan sendal jepit yang teracung ke atas. Momen kejar-kejaran ini berlangsung hampir 10 menit. Kali ini, Bian yang berperan sebagai narasumber. Ia membocorkan apa yang terjadi semalam pada seluruh penghuni rumah saat ia baru saja tiba-- bahkan tas dan kunci mobilnya masih ada di genggaman.

Suara riuh dari bawah mengundang Galih untuk ikut andil.

"Bujang bucin!" olok Galih dari atas. Kepala bertudung haduk hitam kecil terlihat muncul dari balik pagar kayu jati seukuran pinggang yang menjadi pembatas agar tidak ada yang jatuh ke lantai bawah.

"Eommaaaaa." rengek Haikal berserah. Ia merajuk, berlari ke arah Mama yang sedang menjahit celana milik Bapak seperti anak kecil yang kehilangan ibunya.

Mama sedikit frustasi mendengarnya menggerutu-- tapi anak itu menggemaskan. Sayang-sayang kalau dimarahi. Kini ia bergelayut di lengan Mama.

"Maaaaahhh... Aku di bully." rengeknya semakin kencang.

"Sama siapa?" Mama terkekeh.

"Sama Abang-abang kesepian. Ini penyiksaan mental tau, Mah!" bibirnya mencuat, menghasut Mama agar berada di pihaknya.

"Kamunya ada-ada aja lagian. Kok bisa keceplosan gitu?" lagi-lagi Mama terkekeh.

"Aku nggak sadar kalo ngirimnya bukan ke Okta."

Kedua netra Haikal beralih ke Abang-abangnya. Kelopak mata yang memicing, mengisyaratkan bahwa akan terjadi sesuatu.

"Naik sana, lo! Kita musuhan!" ketusnya. Tiga bujang itu kabur ke lantai atas setelah diserang dengan bungkusan-bungkusan kuaci warung yang belum terbuka.

Kuaci + Bunga Matahari: The 1st Story | Haechan [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang