05# Perburuan

128 36 134
                                    

"Langkahkan saja dulu kakimu, nanti juga ketemu."

***

Bang-Gal

Kal, jadi pergi jam berapa? Mampir ke main cafe dulu bentar ya? Ada stok yang baru dateng.


Ayo sekarang aja. Entar makan siang di rumah sakit bareng si Abang.


Bang-Gal

Yoksip! Tolong panasin mobil. Kunci ada di meja makan.

Haikal sudah membuat keputusan bulat. Hari ini perburuan bibit bunga matahari akan dimulai. Tadinya Galih menolak sebab ia harus melakukan "kunjungan rutin" ke rumah Anis-- jangan lupakan kalau dia bucin. Namun, ia tak berdaya saat Haikal menjanjikannya sepasang sepatu Adidas Terrex Eastrail Hiking Shoes Multicolor yang entah kapan akan diberikan pada Abangnya. 

Pertama-tama, mereka berkunjung ke main cafe milik Galih dan kemudian berpindah haluan ke Rumah Sakit Dream untuk menemui Bian. Setelahnya, ia akan berubah menjadi alien yang haus akan bibit bunga matahari.

Selama di perjalanan, mereka berkaraoke ria mengusir kejenuhan yang muncul kala tidak ada obrolan yang terucap dari bibir.

"Kal, tumben banget mau ke rumah sakit. Mau ngapain?" 

"Entar juga lo tau, Bang."

"Ck. Sok misterius lo." dengus Haikal.

"Itu, Anis gimana? Ngomel nggak kalo separuh jiwanya gue sewa sehari?" tanyanya serius meskipun sorot matanya mengarah menembus jendela.

Galih memanggut, pertanda buruk menimpa dirinya. 

"Ngambek dia. Susah banget dibujuknya. Nasib gue gimana, Dek? Bapaknya galak bukan maen." suaranya perlahan memarau tak sanggup membayangkan nasibnya.

"Salah milih ya? Makanya besok-besok kalo nge-gebet tuh cari yang Bapaknya adem ayem." 

"Serah!" ketus Galih.

"Rehat dulu aja dari Anis kalo gitu. Coba diinget lagi deh, cadangan lo kan banyak, Bang." jari-jemarinya mulai menghitung. "Ada Prita, Atri, Ajeng, Zahra, terus ad-"

Ctak!

Sebuah sengatan jari Galih mendarat di dahi Haikal.

"Aduh! Apaan sih woy?!" kedua tangannya meraba dahi yang berkerut sebab residu panas dari sentilan pengemudi di sampingnya itu masih terasa.

"Gue mau tobat." ujar Galih dengan mantap. 

Sekujur tubuhnya mematung menghadap Galih. Matanya melebar. Air wajahnya menampakkan kekaguman yang dibuat-buat-- emang dasarnya anak ini lebay.

"Wah~ Gokil! Ini bukan gue yang salah denger kan, Bang? Coba cubit deh. Buru!" 

Sayangnya, ia meringis bukan karena cubitan. Namun karena sebuah jeweran mematikan Galih yang mendarat di telinganya.

***

"Telponin Bang Bian, Bang!" pandangannya lekat dengan game yang sedang ia mainkan di ponselnya.

"Lo aja. Kan elo yang ada perlu."

"Bang~" lagi-lagi matanya membulat seperti anak anjing. Bibirnya mencuat merayu Abangnya. Pada akhirnya, Galih menurut pada titah sang adik.

Kuaci + Bunga Matahari: The 1st Story | Haechan [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang