15# Suatu Malam di Malang

52 22 30
                                    

Langit legam menyelimuti Kota Malang. Mandi saat malam hari merupakan suatu kesalahan baginya sebab ia tak tahan dingin, membuatnya tenggelam dalam jaket tebal milik Wawan. Semilir angin malam menerpa seorang Haikal yang tengah bersantai di balkon atas dengan segelas wedang jahe dan semangkuk bakso khas Malang. Daun-daun Katsuba dan Gelombang Cinta bergoyang searah angin. Tenang, sejuk dan rileks, itu yang dirasakannya saat ini. Ia terlalu lelah selama beberapa jam terakhir dan baginya ini waktu yang pas untuk melepas penat.

Rindu pada sang pujaan hati tak mampu dibendung. Wajar saja, mereka lost contact sebab kondisi Haikal sempat kurang baik dan ia sama sekali tak menyentuh ponselnya. Baru saja mengaktifkan ponsel, notifikasi pesan dan panggilan telepon memenuhi layarnya-- kebanyakan dari organisasi dan kelompok tugasnya.

Semua pesan dibaca melalui notifikasi sebab ia tak mau jika orang lain tahu bahwa pesan-pesan mereka sudah terbuka. Terakhir, matanya tertuju pada pesan yang dikirim oleh Vivi. Kedua ujung bibirnya terangkat.


Kuaciku ^^

Kal. Bunga matahari kamu udah berhasil tumbuh belom? Kamu bisa ngurusnya nggak? Aku mau ngajarin kamu gimana caranya biar bunganya bisa tumbuh bagus. (9.34)

Hari ini aku mau panen biji bunga matahari loh :D Nanti aku pisahin buat kamu. Mau bibitnya atau yang udah diolah jadi cemilan aja? Beda jenis soalnya. (11.18)

Kamu tau nggak sih? Aku jadi ikutan suka bunga matahari loh. Kayaknya sih bisa dibilang bucin :D Jangan ngiri! (15.06)

Halo~ Haechan lokalku~ Eodiya? :(( Aku mau ngadu. Tadi kan aku bawa motor ke tempat biasa aku beli kopi, terus aku salah motor dong pas balik. Pantesan kuncinya nggak bisa masuk. Nggak taunya yang punya ada di belakang aku, dia baru dateng. Terus dia bilang 'Mbak, Mbak. Itu motor saya.' Gituuuuu. Aku malu bangeeeeettt =_= (17.22)


Suara tawa kecil mencuat dari mulutnya. Wajahnya kembali ceria saat membaca beberapa pesan dari sang kekasih. Tanpa menunggu lagi, ia menghubungi Vivi.

"Halo, Sayang. Kamu lagi apa?"

"IKAAAALLLLLL. Ya ampun! Akhirnya kamu nongol juga..." Vivi heboh sendiri, membuat Haikal tersenyum gemas. Wajahnya memerah.

"... kamu kehabisan paket, ya? Baru online?"

"..."

"Kal?"

"..."

"OY HAECHAN!" teriaknya gemas.

Haikal tergelak. "Ne~ Chagiya~ Wae?"

"Kamu diem aja. Kenapa? Kesambet? Apa suaranya dicuri kodok?" ledeknya. Suara tawa puas Vivi terdengar dari seberang.

"Enggak. Baru kali ini aku denger kamu heboh kayak gini. Biasanya jaim loh. Sampe teriak pula." godanya.

"Kau nggak inget kalo kata Bang Galih kita tuh sebelas dua belas?" 

"Iya juga." lagi-lagi Haikal tertawa.

"Paketmu beneran habis, kah?"

"Enggak, Sayang. Aku mendadak ke Malang sama abang-abangku. Soalnya semalem ada kecelakaan dan kita ngira korbannya tuh Bapak sama Mama. Soalnya pas lagi telfonan, mereka lagi ada di dalem mobil, lagi di jalan. Terus tiba-tiba mati telfonnya pas banget ada suara ledakan gitu. Ada suara tabrakan juga. Ya karena khawatir, langsung lah ke sini. Tengah malem langsung berangkat. Baru banget sampe sejam dua jam lalu."

Vivi ber-oh panjang. "Aku liat berita, memang ada kecelakaan tengah malem. Yang mobil bensin itu kan?"

"Iya."

Kuaci + Bunga Matahari: The 1st Story | Haechan [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang