11# Hari Penting

64 27 98
                                    

Besok Vivi akan menjadi narasumber dalam kegiatan seminar yang diadakan oleh organisasinya. Meskipun dilaksanakan secara virtual, namun Vivi dan orang-orang yang berkepentingan berkumpul di kampus agar kegiatannya lebih mudah dimonitor. Maka dari itu, Haikal berniat membawakan sesuatu yang spesial untuk pujaan hatinya-- terlebih lagi kegiatan itu bertepatan dengan hari ulang tahun Vivi. 

Sore hari setelah kelas online berakhir, Haikal meminta Bang Galih untuk menemaninya ke flower market center. Dengan (lagi-lagi) berbalut hoodie dan celana training hitam serta topi putih miliknya, Haikal siap untuk pergi. Kali ini, keberuntungan datang pada mereka. Jalan raya jauh dari macet hingga hanya butuh 50 menit saja untuk tiba di sana.

Lambaian tangan Galih menjumpai Ejun dan Caesar yang tengah sibuk membantu karyawannya memindahkan stok bunga yang baru saja tiba dari kebun. Mereka berbincang sejenak sebelum akhirnya Haikal meninggalkan Galih masuk lebih dulu ke dalam, mencari bunga matahari pilihannya.

"Mbak." sapa Haikal ramah.

"Oh? Sore, Mas Haikal. Ada yang bisa saya bantu?" 

Haikal mengangguk. "Saya mau buket bunga matahari. Kertasnya pakai yang warna mocca aja kalo ada, Mbak. Kalo nggak ada, pakai warna-warna yang masih gradasian sama coklat juga nggak masalah."

"Oke, Mas. Ada lagi?"

"Mmm... minta tolong selipin ini di bunganya." tangannya mengulur, memberikan kotak kecil hitam berpita perak dan sebuah kartu ucapan yang isinya langsung ditulis tangan olehnya. Setelahnya, ia menunggu dan memperhatikan bagaimana buket itu dirakit sembari mengobrol dengan sang florist

Mereka berempat bersantai di kantor hingga pukul delapan malam. Membicarakan banyak hal mengenai wanita dan masa depan-- obrolan yang berbobot--. Ejun yang berencana menikah setelah lulus menghasut Galih untuk cepat bertaubat dan mengikuti jejaknya. Di tengah obrolan, ketiganya terkejut dengan apa yang dituturkan Galih. Tidak ada yang menyangka jika Galih yang notabenenya adalah seorang playboy ternyata memiliki niat yang sama dengan sahabatnya itu. Hanya saja Galih masih enggan memberitahu dengan siapa dia menikah kelak. 

"Jangan cari calon yang kumisan lagi Bapaknya. Serem kumisnya kalo ngamuk." ledek Ejun.

"Gue belom yakin sama anaknya. Sama yang lain juga nggak yakin, bingung juga sih mau sama siapa. Susah juga jadi cowok ganteng tuh."

"Pede banget." celetuk Haikal. "Gue mau ambil buket dulu ke bawah. Ketinggalan pas beli somay soalnya."

"Bodoh banget sumpah! Ketinggalan di gerobak apa di mana? Itu yang jualan abis maghrib biasanya udah balik." timpal Caesar.

Kepalan tangan Haikal menyentuh ubun-ubun Caesar hingga tersentak.

"Gue nggak bodoh-bodoh amat. Itu buket, gue titipin sama florist-nya. Lagian rugi juga gue kalo sampe ilang, ada yang spesial terselip di dalamnya." ia terkekeh.

Sosok Haikal perlahan mengecil seiring menjauh dari pandangan. Ia turun melalui tangga darurat-- entah kenapa padahal ada lift--. Baru saja selesai menginjak anak tangga terakhir, seorang florist datang dengan penuh senyum menghampirinya seraya membawa buket bunga matahari yang ia tinggalkan di sana. Kemudian, Haikal kembali ke ruangan kantor Ejun-- melalui tangga darurat lagi.

Belum sempat menyentuh kenop pintu kantor Ejun, tidak sengaja ia berpapasan dengan Galih yang baru saja keluar dari dalam sana.

"Lah? Kok lo keluar, Bang?"

"Ya mau pulang. Mau ngapain lagi?"

"Gue baru banget naik." ujarnya parau dengan napas yang tersengal. "Baru banget loh."

Kuaci + Bunga Matahari: The 1st Story | Haechan [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang