16# Untuk yang Abadi

51 17 5
                                    

Pagi ini, tepat pukul lima pagi, Mas Ejun mengajak Vivi berkunjung ke kebun bunga miliknya untuk kunjungan rutin. Sementara Caesar memilih untuk mengelola kantor hari ini sembari berkuliah. Butuh waktu hampir tiga jam untuk sampai di kebun-- jika mereka berangkat dari rumah.

Selama di perjalanan, Vivi fokus mengikuti kegiatan presentasi kelompok. Ia terhitung sebagai orang yang sangat aktif-- apalagi saat sesi tanya jawab--. Bahkan saking aktifnya, anggota kelompok lain akan menghindari kontak mata dengannya sebab ia dirasa menyeramkan karena terlalu kritis.

"Kamu ada bakat jadi jurnalis kayaknya, Dek." goda Ejun di tengah-tengah sesi tanya jawab.

"Hm? Kenapa?"

"Nanya mulu. Udah ada empat kali kamu nanya sekali nge-Zoom." ujarnya terkekeh.

"That's why kita punya otak kan, Mas?" jawab Vivi cengengesan. Rejun terkekeh lagi.

Seratus menit cepat berlalu, presentasi telah usai. Obrolan-obrolan ringan dengan Mas Ejun terjadi setelahnya hingga mereka tiba di perkebunan.

Mas Ejun turun dari mobil dengan membawa kardus besar berisi sarapan pagi yang baru ia keluarkan dari jok tengah dan Vivi turut membawa sekantung besar buah apel serta anggur ke sebuah gazebo besar yang bersebelahan langsung dengan lahan kebun. Gazebo kayu jati bernuansa Bali itu dirancang dan dimodali oleh Rejun, Caesar, dan Galih pada empat tahun lalu. Alasannya agar para pegawai dapat melepas lelah saat bekerja dan biasanya juga digunakan sebagai tempat pertemuan-- gazebonya mampu menampung hingga tiga puluh orang.

"Pagi, Mas, Mbak." sapa seorang OB yang berpapasan dengan mereka di lobi.

"Selamat pagi." balas Vivi dan Mas Ejun ramah.

"Kebetulan ada Mas Oji. Saya minta tolong, kumpulin semuanya di gazebo. Terus, tolong buatin teh anget dua teko besar sama air putihnya juga 2 teko besar ya, Mas." lanjut Rejun.

"Gazebo tengah kebun atau yang di belakang, Mas?"

"Yang di tengah aja mungkin, ya? Seger nih pagi-pagi ngumpul di tengah kebun mau panen." ujarnya sambil tertawa kecil.

"Baik, Mas."

"Ini saya bawa sarapan buat semuanya. Mas Oji ikutan sarapan aja. Saya tunggu, ya."

"Baik, Mas." OB itu bergegas menuju pantry, sementara Vivi dan Rejun berjalan santai menuju gazebo.

Pukul setengah sembilan, mereka sarapan bersama sembari membicarakan beberapa hal penting. Rupanya hari ini beberapa jenis bunga telah siap dipetik. Mengetahui hal itu, Vivi sangat antusias, ia ingin terlibat dalam pemetikan bunga.

"Alhamdulillah, semua sudah sarapan, sudah minum. Sekarang kita siap-siap kembali mengukir hari di kebun bunga. Semoga hari ini diberi kelancaran dan kesehatan. Seperti biasa, kalau ada apa-apa, tolong langsung kabari ke bagian HRD. Nanti biar HRD yang langsung nyampein ke saya, Caesar atau Vivi..."

Semuanya memanggut paham.

"... Untuk makan siang, sudah saya pesankan nasi padang di resto sebelah. Untuk malamnya juga sudah saya pesankan soto kudus, nanti tinggal ambil aja ya. Sudah saya bayar." ujarnya dengan penuh senyum.

"Terima kasih, Mas Rejun." sahut mereka.

Ejun mengangguk senang. "Kalau begitu, saya dan Vivi mau pamit dulu. Semangat! Jangan lupa berdo'a."

"Semangat!" sahut para pegawainnya serempak.

***

"Mas, hari ini bunga marigold udah bisa dipetik kan, ya?"

Kuaci + Bunga Matahari: The 1st Story | Haechan [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang