04# Valentine's Day

125 38 122
                                    

Pagi-pagi sekali, pukul enam di tanggal 14 Februari. Seisi rumah mendengar suara berisik ketukan maraton pada setiap pintu kamar tidur di lantai dua. Pelakunya tidak lain adalah Haikal. Anak itu menyambut Hari Valentine dengan penuh gairah. Ditentengnya beberapa tangkai bunga dengan sebuah foto polaroid-- baru semalam dicetak menggunakan kertas foto-- yang diikat dengan pita berwarna kuning pada batangnya. Ini adalah pertama kalinya Haikal menyambut Valentine dengan suka cita karena sebelum-sebelumnya, keluarga Pak Radi tidak pernah melakukannya.

Setiap hari. Dari Senin hingga Minggu. Dari pukul 00.00 hingga 00.00 adalah hari kasih sayang. Kita tidak memerlukan tanggal spesial untuk menunjukkannya. Hari peringatan di kalender hanyalah alarm, tapi kita yang terbiasa tanpa alarm, akan melakukannya dengan otomatis.

Pintu kamar yang diketuk tiada henti memaksa pemiliknya bangkit dari tempat ternyaman dan menyambut ketukannya.

"Pagi-pagi, Kal. Astagaaaa!" gusar Bian dengan suara beratnya--efek baru bangun-- yang masih 70% mengantuk. Rambutnya berantakan. Kedua kelopak matanya masih setengah tertutup.

"Nih, Bang!" giginya terlihat. Senyumnya lebar seperti baru kejatuhan jutaan dolar.

Diterimanya setangkai bunga matahari dan Bian kembali menutup pintu. Berjalan perlahan sembari memperhatikan si kuning dengan seksama. 

"Happy Valentine, Bang Bian! ^^ Nanti sediain waktu di rumah sakit. Gue kesitu nanti (ini pemaksaan!)."

Ditemukannya sebuah pesan singkat di balik foto polaroid bertuan-- itu foto setahun lalu saat dia sedang menemani Haikal jajan kacang rebus depan komplek. Sebelah bibirnya naik, tawa kecil yang baru saja ia buat mampu menghilangkan 20% rasa kantuk. Nakas putih di samping tempat tidur menerima pemberian bunga dari Bian dengan sukarela. 

"Beneran bucin bunga ginian nih anak" gumamnya.

***

"Abang Galih~ Permisi~ Helooooww~" tak lupa pintu terus-menerus diketuk.

"BERISIK!!" sumber teriakkan terdengar dari dalam. 

"ISH BUKA NAPA!"

"GAH!"

"GUE MAKSA!"

"......."

"Nggak asik, ah! Bye!" 

Ia pindah haluan dengan gusar. Menarik napas dalam-dalam dan dihembuskannya dengan teratur, mencoba menata kembali suasana hatinya-- hari spesial gini nggak boleh marah-marah. Mendapati Mama yang sedang bersiap-siap membuat sarapan di dapur, saat itu juga Haikal berlari menghampirinya. Mengambil langkah besar dan sesekali melompat kegirangan adalah suatu hal yang sudah tak asing disaksikan oleh orang rumah.

"Pagi, Mah~" peluknya.

"Pagi, Dek. Semangat banget nih pagi-pagi?" tanya mama meledek.

"Happy Valentine for my greatest Mom that i'd ever have!"

"Wah~. Terima kasih, sayang."

Haikal cengar-cengir dihadapan sang Mama. Mata Mama menghubungkan sebuah teori cocoklogi antara bunga matahari yang ia genggam dengan kehadiran seonggok manusia heboh yang kini berdiri di hadapannya.

"Cocok. Nyambung."

"Hm? Apaan yang cocok, Mah?"

"Kamu sama bunga ini."

"Cerah kan? Kayak masa depan aku yang enggak ada suram-suramnya sama sekali."

Mama tergelak mendengar pernyataan itu. "Kamu kayak bunga matahari. Cerah, bersinar-- seperti tanpa kaca-- kamu spesial untuk mama. Rumah jadi rame kalo ada kamu." suasana haru tiba-tiba menghampiri. Air mata keharuan tak mampu dibendung keduanya. 

Kuaci + Bunga Matahari: The 1st Story | Haechan [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang