Chapter 15 : Kode

425 41 21
                                    

Gazebo Kampus
Pukul 14.23 WIB

"Udah jadi?"

Lyodra mengangguk mendengar pertanyaan yang dilontarkan dengan raut kagum teman-temannya itu. Samuel lalu mengambil laptop yang disodorkan Lyodra, tak lupa earphone yang dibaginya dengan Ziva. Mereka ingin mendengar hasil akhir lagu anak-anak yang dibuat Lyodra sendirian.

Dua menit mereka mendengarkan. "Kaya lagu pemakaman." Adalah hal pertama yang terucap.

Lyodra tak merespon. Patung kucing lucu dari Keisya masih setia menguasai atensinya. Ia menatap patung itu lekat-lekat, berusaha membangkitkan ketidaksukaannya pada kucing sehingga Keisya juga bisa tidak lagi Ia sukai. Namun tiap kali ingin membenci, Lyodra malah galau, bukan kesel.

Memori-memori tentang Keisya selalu muncul di benaknya tiap kali melihat kucing. Baik hidup maupun hanya benda. Dasar, merepotkan sekali.

Sadar sia-sia, Lyodra menggeram, menggusak rambutnya kasar. "Apa?" ketusnya pada Samuel dan Ziva yang sedaritadi menatapnya.

Mereka kompak menggelengkan kepala. Lalu memutuskan mendengarkan lagu anak-anak itu lagi, berharap kali ini beneran lagu anak-anak, bukan lagu pemakaman.

Benar, didengerin dua kali bukan lagi seperti lagu pemakaman, tapi malah kaya bocil nightmare. Seolah membangkitkan mimpi buruk waktu kecil dimana mereka terbangun jam 12 malem terus TV nyala, dan ada jumpscare setan. Lalu setan itu keluar dari layar dan menelan mereka bulat-bulat.

Kira-kira seperti itulah vibes lagu anak-anak yang digarap Lyodra.

"Ini emang nadanya minor semua ya, Ly?" tanya Samuel. Kalau biasanya meledek, kini nadanya terkesan ragu setengah takut.

Lyodra menyeringai. "Sengaja biar lo berdua ada kerjaan," ucapnya santai, lalu menjatuhkan patung kucing di genggamannya dalam tasnya, dan mengeluarkan gitar dari tas gitar milik Samuel.

"Nah, tugas kalian sekarang ubah ke mayor." Lyodra berkata dengan senyum enteng, seolah dua temannya itu sejago dirinya dalam hal musik. Padahal Samuel dan Ziva belum jago transisi tangga nada.

Tak peduli dengan respon temannya, Lyodra menatap partitur-partitur banyak coretan sambil jemarinya lihai memetik kunci gitar. Melodi yang terdengar acak, tapi yang jelas nadanya minor. Lagi-lagi, kaya lagu pemakaman.

"Kasihan banget ini orang," bisik Ziva yang diangguki Samuel. Temannya itu terlalu dipengaruhi patah hati, sampai-sampai melodi untuk lagu anak-anak aja mellow banget, kaya lagu pemakaman.

Sementara Samuel dan Ziva iba, dalam hati Lyodra memaki-maki Keisya. Miss u, miss u, bacot! batinnya. Sedang mencoba menanamkan rasa kesal dan benci.

"Lo tuh ngapain, sih, gamon mulu? Gak capek apa?" heran Ziva sembari jemarinya mulai mengotak-atik laptop Lyodra yang mengeluarkan suara berbagai nada.

Samuel mengangguk setuju. Ia lalu mengeluarkan ponsel. "Nih biar gue cariin 7 days-- eh nggak kecepeten, 30 days aja deh ya? 30 days move on challenge," gumamnya mengetik kalimat itu di ponselnya.

"Ketemu!" serunya antusias. "Udah gue kirim ke wa lo, Ly. Cek buruan!"

"Ya, ntar. Sekarang lo berdua mending fokus kerjain itu aja."

Mendengar respon Lyodra yang kaya gitu, mungkin bagi Lyodra, singkatan gamon bukan lagi gagal move on, tapi ga mau move on. Nampak sekali Lyodra ini males move on.

"Eh, buku gue tadi mana?"

Kan, malah ngalihin topik.

Samuel memutar bola mata, menyerahkan buku kecil semacam notebook yang berisi corat-coret milik Lyodra itu. Kebetulan Ia juga menyumbang coretan. "Nih," ucapnya.

Chasing By The Past | Lyodra x TiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang