Orang yang tepat.
Lyodra menggenggam erat pulpen di tangannya. Lembar ujian terabaikan oleh monolog-monolog hati. Ziva yang menendang-nendang kursi untuk meminta jawaban pun Ia abaikan. Satu kalimat tengah menguasai pikirannya saat ini.
Orang yang tepat.
Itu adalah yang Tiara pernah katakan padanya. Ia begitu percaya, hingga seluruh lampu kota sore itu merasuk dalam bola matanya, mengintip di sela-sela senyumnya, dan bermuara pada ciuman yang mengejutkan.
Bukan ciuman yang mengejutkan bagi Lyodra, karena benaknya kala itu tertinggal pada kalimat Tiara.
Benarkah itu? Cukup tepatkah Ia?
Lyodra semakin meragu, terlebih saat pertanyaan baru muncul darinya.
"Kamu anggep aku serius nggak, sih?"
Pertanyaan seminggu lalu yang Ia jawab hanya setengahnya. Ingin dengar lagi dan lagi bukanlah bohong, tetapi ada hal lain yang membuat Lyodra tak berani menegaskan posisi mereka yang mengambang-ngambang, karena khawatir jawaban itu tidak menyamankan Tiara.
Karena apa yang nyaman dari resonansi trauma? Haruskah ia menjawab bahwa cerita gadis itu selalu teresonansi dalam benaknya? Lalu berekor kepada senyum gadis itu soal kehadiran dirinya dan kata-kata pendamba: orang yang tepat. Benarkah ia cukup tepat bagi Tiara yang sudah mengalami kepahitan hidup sebegitunya? Benarkah dengan keambangan yang konsisten seperti ini dirinya masih dianggap tepat oleh Tiara?
Lyodra memijat pelipisnya yang nyeri. Ketepatan, semua soal ketepatan. Begitu pun ujian hari ini, solfegio.
Solfegio adalah soal ketepatan nada. Apa pun nada yang dibunyikan, haruslah yang paling tepat yang muncul sebagai jawaban di selembar kertas kosong. Lembaran yang nantinya menghasilkan rangkaian notasi. Mulus tidaknya rangkaian nada yang dihasilkan, semua tergantung sebuah notasi. Dan sebuah notasi bergantung pada ketajaman pendengaran. Sementara ketajaman, haruslah diisi dengan konsentrasi tunggal yang hanya berfokus pada denting piano karya jemari lembut Dosen di depan kelas.
Dan Lyodra tak mampu. Konsentrasi itu tak dimilikinya saat ini. Pendengarannya terganggu oleh sebuah suara dan wajah yang juga merasuki mimpinya tadi malam. Tiara dan ceritanya.
Tiara dan ceritanya adalah pemicu, resonansi adalah keadaan, dan menemukan nada yang tepat adalah tujuan Lyodra yang menguasainya hingga merenggut konsentrasinya saat ini. Habis sudah konsentrasi ketika untaian nada masih didentingkan, menanti siapa mahasiswa yang paling mengetahui ketepatannya. Dan Lyodra berdiri. Bukan secara sombong, namun menyerah.
Ia letakkan lembar jawaban ujian akhir itu di meja dosen lalu buru-buru keluar dengan muka berkeringat. Bu Raisa terhenyak sejenak menatap air mukanya, tapi jemarinya masih mendentingkan nada dengan tenang. Apa yang terjadi pada salah satu murid terbaiknya bukan urusannya, tetapi ada rasa peduli saat cerita anak bimbingan skripsinya kemarin hinggap soal adiknya. Raisa rasa itu tak penting, tetapi terpikirkan Isyana membuat dentingnya sumbang.
Lyodra mendengar kesumbangan itu dari luar kelas. Tas selempangnya digenggam erat-erat. Nada yang sumbang adalah bukti ketidaktepatan nada. Seolah menyindir dirinya yang selalu mengambangkan perasaan Tiara, dan menjatuhkannya di area sumbang. Tetapi yang perlu Ia pikir adalah sumbang-sumbang itu tak terjadi secara mandiri. Bahwa Ia juga pernah diletakkan pada area sumbang oleh seseorang yang ada pada awal lagu.
Maka Lyodra menunduk, mungkin Ia takkan lulus mata kuliah ini. Solfegio. Ia belum mengerti ketepatan. Namun setidaknya Ia mengerti jalan menuju ketepatan, adalah memperbaiki lagu dari awal. Tiap nada yang sumbang itu akan Ia perbaiki. Dari awal, dari apa yang ada di hadapannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/242319874-288-k337572.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing By The Past | Lyodra x Tiara
FanficBuku #2 dari Series: Andil Masa Lalu Ini hanyalah kisah tentang Lyodra dan Tiara. Dua gadis dengan bayangan masa lalu yang sama-sama traumatis meski berbeda luka. Berbekal perasaan senasib dalam trauma itulah, mereka mencoba saling bantu memulihkan...