Chapter 04 : Otak Setengah

994 102 37
                                    

Rumah Lyodra
06.32 WIB

"AARRRGH!" Isyana berteriak frustasi seraya keluar dari dalam kamarnya. Bukan tanpa alasan, Ia sudah rela bangun pagi-pagi dan bersemedi mencari wangsit untuk judul skripsi. Namun nihil, tidak ada satu pun judul yang muncul di otak kecilnya.

Kenapa otaknya kecil? Karena Isyana rendah hati dan tidak sombong (read: tidak besar kepala alias kepalanya kecil)

Ia mencopot kertas bertuliskan 'Sedang Bersemedi' di pintu kamarnya, lalu membaliknya, menempelkan kertas itu di dahinya.

Tak peduli akan tatapan seisi rumah padanya, Isyana berjalan gontai dan mendudukkan diri diantara anggota keluarganya, menghadap meja makan.

"BHAHAHAH BREAKDANCE!" Tawa Lyodra keras kala membaca kertas bertuliskan 'Sedang Mental Breakdance' pada kertas yang menempel di dahi Isyana.

Tawanya semakin keras saat terselip bayangan otak kecil Isyana yang sedang breakdance koreo blackpink di dalam tempurung kepala kakaknya yang juga kecil itu.

Anehnya, Isyana tak berkedip, masih menampilkan raut muka datar tanpa ekspresi bahkan hingga kertas itu melorot, jatuh dari dahinya. Alisnya yang menukik juga semakin membuat Isyana tampak menyeramkan. Tapi Lyodra tak peduli, malah terus tertawa nyaring.

Papa dan Mama dari kakak-beradik itu hanya menggeleng-gelengkan kepala. Tak habis pikir, kelakuan anak sulungnya itu semakin absurd saja. Juga anak kedua mereka yang tidak jauh berbeda, sama-sama aneh.

Mama menghela napas, kemudian mengelus kepala putri sulungnya lembut. Berucap pengertian, "Kenapa sih, Kak? Berat ya kuliahnya? Cerita sama Mama sini."

"Gapapa, Ma. Bingung judul aja." Isyana berucap lembut, tidak ingin membuat Mamanya itu terlalu khawatir. Lagipula perhatian kecil Mamanya dan tawa adiknya yang nyaring itu mampu sedikit meringankan stress-nya.

"Judulnya breakdance aja hahahaha!" tukas Lyodra yang masih belum menyelesaikan tawanya, malah sekarang memegangi perutnya yang sakit akibat tertawa terlalu keras.

Papa, sosok kepala keluarga yang penyabar, juga penasehat yang bijak untuk anak-anaknya hanya menghela napas. Ia mencubit hidung Lyodra yang asyik tertawa, "Adek... ketawa terus, dimakan dulu itu sarapannya."

"Aaww! Iya, Pa." Lyodra meringis saat hidungnya dicubit oleh Papanya, tawanya berhenti, hanya menyisakan kikikan geli lalu kembali menyuap nasi ke dalam mulutnya.

Papa mengalihkan pandangannya pada Isyana, memberi beberapa kalimat bijak pada putrinya itu, "Gini, Kak. Skripsi itu ya, asal kamunya niat sama dospemnya cocok ya jadi. Makanya kalo milih dospem yang bener."

Papa memang sosok penasehat yang bijak. Karena itulah anak-anaknya selalu mendengarkannya dengan baik. Meski selalu mengeluarkan lelucon kuno alias daddy jokes, Papa masih bisa nyambung dengan lelucon kedua anak muda itu.

"Iya, Pa." Isyana mengangguk paham, mulai menyuap sarapannya sambil sebelah tangan memegang ponsel.

"Ck, anak jaman sekarang," gumam Papa.

Isyana sih nggak peduli, terus aja sibuk sama handphone, scroll sana scroll sini. Sementara adik, Mama, dan Papanya makan sambil ngobrol kecil-kecilan. Lyodra bahkan mau nambah, baru aja dia mau meraih lauk di meja, tiba-tiba...

Byurrrrr!

Anjir, Kakaknya nyembur air, tepat kena telur tinggal sebiji yang pengen Lyodra ambil.

"NGAPAIN NYEMBUR?!" Lyodra langsung mendelik marah ke arah Isyana yang malah melongo gede menatap handphone-nya. Lalu perlahan dia menatap anggota keluarganya yang lain yang juga melongo melihat semburannya barusan.

Chasing By The Past | Lyodra x TiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang