G:re Chapter 25 : Kembalinya Awal

460 80 51
                                    


          Atap menjadi tempat Azmi beristirahat. Menikmati angin semilir, menuggu datangnya mega sore yang indah. Perlahan ia melangkahkan kaki memijak pada balkon, tak kenal rasa takut atas apa yang ia perbuat. Terpaan angin menggoyangkan rambutnya yang basah akan keringat.

          Pikirannya bebas, ia ingin berdamai.

          "Kak Khan, Azmi sayang kakak."

          Kalimat terucap di bibir yang perlahan tersenyum. Menyadari sikap apa yang tak pantas ia miliki. Pergerakan awan seperti lambaian tangan yang memikat. Lambat berjalan dan perlahan hilang.

          Angin berhembus kencang. Mata yang tertutup rapat menikmati suasana. Rentangan tangan yang seakan ingin terbang bebas. Berdiri dipinggiran atap gedung seolah tak terdapat gravitasi di atas sana. Senyumnya merekah kala mata itu perlahan terbuka. Menampilkan keindahan langit sore yang menyapanya.

           Tak lekas turun dari posisi. Ia semakin mantap menunjuk sang surya yang semakin tenggelam. Telapak tangan yang mulai melebar seperti ingin mendekap sesuatu yang ia lihat. Semakin lama ia berusaha membayangkan sesosok itu kian pudar. Tergantikan kegelapan yang sudah mulai menyapa. Senyumnya lenyap kala orang itu menghilang dari bayang penglihatan.

          "Bagaimana caraku memperbaikinya, kak? Azmi minta maaf."

          Lekas menikmati waktu yang terus berputar. Semakin lama sang waktu semakin mengejarnya. Tak kenal lelah ia mencobanya kembali. Berharap kali ini tak memundurkan langkah. Diasingkan layaknya orang lain, didiamkan, itu yang ia pikirkan.

          Malam ini akan ia utaran semua apa yang tak terucap oleh kata. Bagian dari masa lalu yang seharusnya tak pernah menjadi masalah. Sebelum satu persatu menghilang. Menjadi sebuah penyesalan yang sangat mengganggu kehidupan.

           Membayangkan sosok itu pergi dari pandangan. Menjalani dengan kesendirian, Azmi mulai ketakutan akan apa yang terjadi jika ia tetap meratapi.

          "Kumohon kakak tak benar-benar pergi."

          Mengetahui sesuatu yang tak disengaja. Hati bergejolak, waktu semakin sempit. Hanya tinggal malam ini ia harus mengatakannya. Perutnya memanas ketika tetesan air mata berdesakan ingin keluar.

          Puas akan apa yang ia lakukan. Azmi bersiap diri di posisinya. Menunggu semua orang datang ke atap. Tak ada yang memberitahunya. Semua diam.

          Seseorang datang dan nampak terkejut dengan kehadirannya. "Lo nggak pulang, semua temen-temen lo udah pulang." Rais berjalan ke arah Azmi yang tersenyum.

          "Nggak usah Azmi jelaskan Mas tau kenapa Azmi di sini."

          Segerombolan orang tiba-tiba naik. Tak ada yang pulang. "Kita nggak pulang, Mas. Solidaritas kita kuat." Rifqi mengomando yang lain untuk tak pulang. "Di sini sudah seperti keluarga."

          Rifqi menarik Zain dan Hanan untuk duduk di dekat Azmi. "Kalian, kan, sahabat. Tinggal dua minggu kita menikmati waktu bersama di sini. Jangan konyol dengan pertengkaran yang kalian lakukan. Gue dan Ghaada diam, karna kita nggak ingin memperkeruh suasana. Setelah apa yang terjadi di kantor ini dan masalah kalian sendiri."

          Azmi duduk di tengah seperti anak kecil yang sedang terintrograsi. Perlakuan normal Zain pun perlahan Azmi rasakan. Bagaimana tangan Zain perlahan membelai kepala Azmi dengan mimik muka datarnya.

           "Ayang beb, jangan marah lagi. Maaf. Ngertenono lek kon iku ditresnani." Datar terkesan ingin beradu perang.

           "Iya, jangan marah-marah. Di antara kita, kamu jadi kelihatan tua." Zain menimpali.

GASTRITIS :reTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang