G:re Chapter 30 : Perkenalkan

452 80 29
                                    


          Pantulan cermin yang berembun. Sosoknya memandang lurus terhadap objek di depannya. Ia sedikit kesusahan kala kancing baju yang susah sekali dikaitkan. Apa lagi dasi yang masih bertengger di pundaknya.

          Dengan kesal ia mendudukkan dirinya ke kasur. Merebahkan tubuh rapuhnya kembali. Ia sempat berpikir untuk keluar meminta bantuan.

          Namun, niatnya ia urungkan kalau saja ia nanti jadi tak diperbolehkan. Lekas duduk kembali, berusaha mengaitkan kancing. Hal sepele, tetapi ini sangat susah dengan mengandalkan satu tangan saja.

         Suara ketukan pintu mengagetkannya. Lalu nampak seorang masuk, dengan tenang ia berjalan, seperti menyapu jantung Azmi, ia mengambil alih kegiatan. Bau wewangian parfumnya bermain-main di dalam kamar. Azmi suka aroma ini.

         "Udah minum obatnya? Ada keluhan nggak?" Khan mengaitkan satu persatu kancing baju Azmi.

         Azmi melirik kakaknya dari pantulan cermin. "Ada, pagi ini dingin. Dan sepertinya nanti Azmi bakal banyak merepotkan. Kakak serius mengijinkan Azmi."

         Semalam dengan terpaksa Hendra membiarkan putra sulungnya untuk membawa Azmi pulang. Betul saja, akan banyak perselisihan. Tetapi, dengan tekad kuat yang dimiliki Khan. Ia berusaha menyakinkan tak akan terjadi apa-apa selagi itu membuat Azmi senang. Tak ada yang lebih penting untuk tak mengulang kelamnya masa lalu.

         Satu persatu kancing sudah terkait rapi. Khan mulai mendongakkan kepala Azmi. Membuat simpul dasi di kerah kemeja biru. Melihat luka di leher Azmi ia menjadi sedikit emosi. Tetapi melihat adiknya yang diam begitu tenang, ia mulai menerima kembali apa yang telah terjadi.

         Cup.

         Kecupan singkat di kening yang tertutup poni. Tak ada nampak wajah keterkejutan. Mata Azmi menyalang melihat Khan yang kini gugup. Naluri manusianya menyuruh Khan untuk melangkah mundur dari sang adik.

         "Kakak cuma gemas, Dhek. Hehehe...," elak Khan ketika mata Azmi masih menatapnya nyalang.

          Azmi maju selangkah mendekat. Ia melihat Ghaffar menyandar di sisi pintu. Khan berpikir tatapan yang dituju Azmi mengarah ke arahnya. Tetapi, sorot mata kecil nan tajam sekaligus meneduhkan di waktu yang bersamaan, malah menatap sosok yang lain.

         "Pagi-pagi udah romantis, bagus! Akur!" teriak Ghaffar tiba-tiba. Dengan membawa lotion dari Hanin ia mendekat lalu mengolesi leher Azmi yang lukanya sudah mulai memudar. Tak lupa ia mencubit pipi Azmi gemas.

         "Lengket kali, Mas. Ih, ganggu, ih."

         "Uh, gemeess. Sini peluk-peluk."

          Azmi membulatkan matanya. Ia nampak aneh dengan sikap Ghaffar pagi ini. Seperti terlalu banyak perubahan. "Ini nih, bekawan sama Zain gini, nih. Jangan deket-deket dia, ah, Mas."

          "Kamu sukanya cuma sama Kakakmu, ya? Nggak suka gitu sama Mas?"

          "Bukan gitu," ucap Azmi bernada manja, bibirnya manyun-manyun membuat tanpa sengaja Khan menepuknya.

          "Dia adik gue Ghaf, maklumlah dia pengennya manja sama gue. Bukan elu." Terbesit dibenak Khan untuk memprovikasi. "Iya nggak?" Senggol antar pundak. Azmi antusias memangguk-manggukkan kepala.

          "Iyah," ucapnya, berlalu pergi turun ke bawah. "Azmi ingin makan!"

          Masih bertelanjang kaki ia menuruni anak tangga. Dinginnya lantai bawah sangat kerasa. Perlahan ia mendekati meja makan. Duduk tepat disebelah Hanin yang masih sibuk akan smartphone miliknya. Tangan lentik sang kakak perempuan mengetik cepat guna tak ingin membawa tugas kerja ke dalam sesi makan bersama.

GASTRITIS :reTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang