G:re Chapter 10 : Luka yang Berbeda (a)

885 102 27
                                    


          Pagi yang cerah, Azmi merasa tubuhnya begitu ringan. Sakit yang ia rasakan semalam lenyap tak ia rasakan kembali. Menitik waktu ia berjalan ke luar kamar menuju teras depan panti. Seperti hari biasa, kakek nenek melakukan senam kebugaran di pagi hari. Azmi berbaur dikerununan orang tua itu. Banyak dari nenek mencubit pipinya gemas.

          "Gimana? Masih sakit kamu?" ucap nenek yang merangkul lengan Azmi.

          "Siapa yang sakit? Azmi sehat gini, kok."

          "Halah, halah, kemarin lo Guna sama Gaga kewalahan ngurusin kamu, mana mati lampu juga. La untung aja lo ada dua orang yang bisa jaga kamu. Mana mereka juga cakep-cakep."

          "Cakep kayak Azmi? Hahaha ...."

          "Iya, salah satunya mirip kayak kamu," ucap nenek yang lain.

          Tawa Azmi melebur, ia mulai menundukkan badan ketika dari kejauhan ia melihat siluet kakaknya. Nyata. Bertepatan dengan kalimat nenek, dan benar saja kakaknya berada di tempat ini. Wajahnya panik, manik matanya mulai bergantian melihat nenek-nenek yang masih berdiri di sekitarnya.

          "Nah, itu dia orangnya."

          Azmi mulai memberi isyarat kepada para nenek untuk tak terlalu berisik. Jari telunjuknya ia arahkan ke depan bibir. Demi apapun Azmi shock. Bagaimana kakaknya itu tau dia berada di sini. Mungkinkah semalam juga bukan suatu halusinasi.

          "... kenapa mas Guna mirip kayak kak Khan, dan mas Gaga mirip mas Ghaffar?"

          Kesadarannya malam itu terenggut, Azmi tak mengenali mana nyata dan halusinasi. Ia beberapa kali menpuk jidat guna menyalahkan kebodohannya atas ketidaksadarannya. Hingga sebuah tangan menarik paksa tangannya.

          "Kamu ngapain di situ? Ikut Mas sekarang."

          Pemuda itu langsung menarik Azmi dari kerumunan, nenek yang melihat itu hanya tersenyum dan kembali melakukan kegiatan mereka. Bagaimana Azmi berjalan sambil menutupi mukanya, dan lirikan mata yang melihat keadaan sekitar.

          Oh, baguslah. Azmi masuk perangkapnya sendiri.

<G:re>

          "Kamu selama ini bohong sama Mas, nakal kamu, tuh."

          Saguna menjewer telinga Azmi, tak keras namun masih menyakiti Azmi. Saguna juga masih bisa melihat rona merah dipipi Azmi. Sepertinya belum terlalu sembuh sakitnya semalam.

          "Nakal apa, sih?"

          "Itu tuh, jadi selama ini kamu udah bikin orang tua khawatir. Apa susahnya sih pamitan juga, jangan diem mulu gitu jadi orang. Kakak kamu udah cerita ke Mas, semuanya."

          "Ya, bagus deh, Azmi nggak usah repot cerita lagi."

          "Ye, enak aja. Jelasin, woe. Mana bisa kayak gitu, aduh, aduh ... adik yang manis ini, uh, gemes."

          Suasana hening. Azmi menatap sandal yang ia pakai. Genangan air ia permainkan, menggeser letak batu kerikil untuk dimasukkan ke dalam genangan tersebut, Saguna pun ikut ambil dalam permainan itu.

          "Kakakmu ada di dalam, lagi ngomongin proyek sama ibu bapak. Kamu udah aku ceritain kan, tentang penambahan gedung panti?" Azmi mengangguk.

          "Nanti pulang sama Kakakmu, ya?"

          "Enggak, kalau mas Guna nggak mau nganter Azmi bisa pulang naik taksi."

GASTRITIS :reTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang