G:re Chapter 26 : Darah

658 95 24
                                    


            Ghaffar keluar terlebih dahulu dari bilik kamar mandi. Melihat keadaan di sekitar, dari kejauhan Khan keluar gedung seorang diri. Ghaffar pikir urusan Khan dengan Azmi sudah berjalan lebih baik lagi dilihat dari raut muka Khan yang tampak lega.

           Satu persatu sudah mulai berkumpul ke dalam mushola, tetapi seperti memiliki firasat tak tenang, Ghaffar berbelok ke dalam ruang cctv yang berada di pos. Ketika hendak masuk Agus yang sepertinya baru melihat rekaman buru-buru keluar. Di layar dapat Khan lihat Azmi yang terkapar dan seperti ada cairan yang mengalir dari sela-sela tubuhnya.

          "Pak Agus!" Ghaffar berteriak kencang. Ia tak tahu apa yang terjadi.

           Ia melihat ke gedung, di dalam bisa Ghaffar lihat dari celah tembok kaca Rais yang terburu-buru menaiki tangga. Lalu diikuti oleh Agus yang berlawanan arah masuk ke pintu bagian belakang.

           Di tempat Azmi berbaring, ia masih berusaha tersadar. Tabung obatnya sudah berceceran bercampur darah. Azmi terus saja bergumam, 'kakak'. Kondisi tangan yang terus saja mengeluarkan darah segar hingga tubuh itu bergetar hebat.

           "Azmi!"

          Seseorang mendekat, bola matanya membulat. Ia terkejut atas apa yang sedang ia lihat. Kemeja dan kaos segera ia lepas. Kaosnya ia ikat di tangan kiri Azmi yang tak henti-hentinya mengeluarkan darah. Tangan Rais bergetar memegang tangan Azmi terkulai lemas.

          "Kakak," gumam Azmi sangat lirih.

           Tenggorokannya sangat sakit, cekikan lelaki tadi membekas di permukaan kulit. Lehernya memanas. Rais melihat tubuh babak belur Azmi.

          "Seben-tar, tetap sadar, Mi." Rais sangat gugup dalam situasi seperti ini. Ia terburu-buru memencet panggilan darurat. Memberi lokasi dan langsung menutup. "Gue harus gimana?" Rais frustasi. Ia angkat pelan tubuh Azmi yang ada anak itu malah kesakitan. Akhirnya Rais membiarkan tubuh Azmi diam di posisi.

          Dari kejauhan Rais melihat Handphone yang masih menyala dari sela kursi. Terdapat retakan pada layar yang cukup parah. Saguna masih dalam panggilan.

          "Azmi!" Terdengar kepanikan dari sana.

          "Apa yang terjadi? Dia- dia mengeluarkan banyak darah. Ambulan sedang datang ke mari."

          Tak ada jawaban, telepon itu langsung terputus. Rais menjadi tambah panik. Ia kembali duduk di samping Azmi. Menekan luka agar tak terlalu banyak darah yang keluar.

          "Gendong saja ke bawah, Mas, kita tunggu ambulan di bawah." Agus yang baru saja sampai ke atap. Setelah beliau kehilangan jejak orang yang siang tadi nampak diam di pos satpam.

          "Tak bisa, Pak Agus. Rais nggak tega."

          Tanpa mereka sadari Ghaffar yang shock berjalan cepat menuju Azmi. Ia gendong Azmi gaya dapan. Ghaffar merasakan pelannya Azmi bernapas. Tetapi, sayu mata itu masih terbuka. Ia bawa Azmi menuruni tangga pelan.

          "Dhek Azmi," ucap Ghaffar ketika melihat Azmi menatapnya.

          "She-ak, sa-it. Hah...."

          Untuk pertama kali, Ghaffar meneteskan air mata di depan Azmi. Ghaffar takut kehilangannya, bertahun-tahun dengannya. Dia yang selalu menanyai sesuatu tentang dunia arsitektur, ingatannya kembali ketika malam saat ia bertanya suatu hal konyol.

          Malam dari ia mulai banyak berbicara padanya, hingga ingatan ketika ia pernah memukul Azmi di taman. Dan ingatan terakhir ketika malam ia menemukan obat tidur yang sontak membuat Ghaffar khawatir tentang keadaannya.

GASTRITIS :reTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang