G:re Chapter 15 : Air Asin (b)

584 102 28
                                    

Doaku : semoga siders cepat sadar diri. T^T Momok para authornim.

          Ombak masih terus menyapu pantai, deburannya melewati karang menghasilkan suara yang terpecah. Cuaca kian panas, banyak dari mereka perlahan pergi ke titik yang lebih rindang.

          Berbeda halnya dengan Azmi yang mulai berjalan mendekat. Berulang kali ia meneguk ludahnya sendiri. Dua langkah lagi kakinya bisa menyentuh bibir laut. Ia tahan tubuhnya, meyakinkan bahwa ini tak apa-apa.

          "Azmi."

          Seseorang memanggilnya, dan terlihat Zain dengan badannya yang basah mendekat ke arahnya. Tanpa aba-aba tubuh Azmi diangkat. Zain menggendongnya masuk ke dalam air laut, tidak terlalu jauh. Bau yang sangat familiar di hidung Azmi, ciri khas air laut. Tubuhnya benar-benar kaku di dalam air walau hanya sebatas pinggul. Ini dangkal.

          Hangat.

          "Zain, angkat aku. Bawa aku keluar dari sini," lirih suara Azmi yang merasa aneh ketika berpijak di sekitar karang.

          Gerakan air laut yang selalu saja berubah mengenai badannya. Menyusut lalu merendam kembali. Azmi diam mematung. Sejenak ia menutup mata.

          "Mi, nggak apa-apa. Itu lihat, bukankah indah. Biru navy, warna kesukaanmu."

          Sesak. Traumanya datang kembali. Namun, semua langsung tertepis ketika tangan hangat seseorang menggenggamnya. Khan berdiri di dekatnya, membantu Azmi melangkah lebih jauh ke air laut sampai sebatas dada. Wajahnya masih kering, belum terkena percikan sama sekali.

          Pyass.

          Abil datang dengan membawa shotgun mainan. Ia dengan sengaja menyemprotkan tepat ke wajah Azmi. Kaget akan hal itu, Azmi melepas ikatan tangannya dan reflek memegang wajah.

         "Semua udah basah, tinggal kamu doang yang belum, Azmi," ucap Abil sambil tertawa.

          Tubuh itu jatuh terjegal karang laut. Cukup singkat, Azmi langsung bangkit kembali. Berlalu pergi ke tempat yang lebih dangkal. Masih dengan menutupi area wajahnya. Matanya perih, tak nyaman. Penglihatannya mengabur.

          "Abil! Apa yang kamu lakukan? Ck!" Khan kesal. "Azmi takut air laut!" Bergegas menemui Azmi yang sedang membasuh mukanya yang dibantu oleh Zain dan Hanan.

          "Perih, ais!" umpat Azmi merasakan tak enak di matanya.

          Beberapa dari mereka terlihat panik dan tanpa sengaja mengerubungi Azmi. Khan yang paling panik berusaha membersihkan sebisanya. Menghilangkan butiran pasir pantai, dan kembali memberi air tawar di wajah sang adik.

          "Adhek?"

          "Kak sakit, tiupin! Arg! Nggak mau ke airnya lagi. Perih!"

          Rais mengangkat alisnya, mengerutkan dahi. Sejak kapan mereka berdua bisa sedekat ini? Adhek? Hubungan mereka apa?

          "Udah Aufa bilang, Aufa tuh enggak bisa, air laut asin, Kak. Aufa kan dulu pernah-" Mulut Azmi langsung dibungkam. Desisan pelan Khan menyadarkan Azmi.

          Banyak pasang mata yang bertanya-tanya. Mereka yang belum mengenal Azmi menjadi terheran-heran. Sorot mata Rais yang sangat mengintimidasi Azmi. Sadar akan kecerobohannya Azmi lantas berdiri. Salah tingkah.

          "Ada yang mau main voly pantai?"

.G:re.

          Azmi menyerah, score yang berbeda jauh. Cuaca yang tak mendukung juga, sangat panas. Kekalahan telak bagi anak PKL melawan karyawan swasta. Voly sangat berbeda dengan basket.

          "Sesuai kesepakatan, gendong kita sampai ke parkiran," ucap Rais penuh semangat.

          "Ogah, capek." Azmi langsung meninggalkan tempat, ia tak peduli dengan kesepakatan di awal.

          "Azmi, woe! Nggak bisa gitu!" Saat Rais akan mengejarnya bahunya ditepuk oleh Ghaffar.

          "Biar gue aja yang gantiin dia, sini lu gue yang gendong." Rais mau-mau saja. Toh, kapan lagi bisa digendong orang lain. Rais tak ingin ambil pusing.

          Di perjalanan menuju parkiran, Azmi sudah sangat kelelahan. Melawan rasa takut, trauma. Mengecoh alur pikir dengan bermain dan mengolah tubuhnya. Setidaknya ia cukup bisa bertahan lama. Bibirnya mengering, matanya semakin berat. Pening, panas.

          Berbaring di pasir pantai yang teduh, Azmi sudah mulai kehilangan kesadaran. Tarikan napas melemah, jari tangan dan kaki tak bisa dirasakan, kebas. Tidur, Azmi mengantuk, atau lebih tepatnya pingsan.

.G:re.

          "Asam lambungnya naik dan tekanan darahnya ikut menurun, dia juga mengalami dehidrasi. Saya infus untuk menambah nutrisi agar tidak terlalu lemas. Tidak perlu menginap, cukup sampai infusnya habis saja. Saya permisi."

          Tidur seorang Azmi yang sangat membuat semua orang panik di pantai tadi. Sangat pulas dengan rona merah di pipinya. Pasir pantai juga masih melekat di sela-sela rambut dan baju yang ia kenakan. Khan bertaruh jika saja adiknya itu sadar pasti Azmi akan mengomel untuk segera pulang. Tak peduli walaupun cairan infus masih banyak.

          Siang panas sudah tergantikan oleh pemandangan sore di rumah sakit. Menemukan Azmi yang tergeletak di siang bolong membuat Khan beserta yang lain buru-buru membawanya pergi untuk mendapatkan pertolongan.

          Khan yang tak ingin ada kegaduhan yang lebih parah, ia lantas menyuruh mereka semua untuk pulang membersihkan diri. Lagi pula, ia merasa bertanggung jawab atas Azmi. Bukan hanya sebagai adik kandung melainkan karna adanya keselamatan bagi anak prakerin.

          Kini ia seorang diri menjaga Azmi. Badannya juga belum ia bersihkan, pasir, air laut masih menempel pada permukaan kulit dan kain bajunya.

          "Setidaknya Kakak suka melihat kamu tertawa lepas di pantai tadi. Melihatmu seperti itu cukup membuat kakak bahagia. Maafkan Kakak yang memaksa Adhek," ucap Khan menatap Azmi tidur di ranjang rumah sakit.

          "Kakak nggak maksa Adhek, kok," suara Azmi yang masih menutup matanya. "Adhek juga ingin melihat Kakak bahagia. Maafin Adhek juga yang terlalu lemah." Masih dengan menutup mata.

          Khan menggenggam telapak tangan Azmi. "Mandinya nanti, ya. Setelah cairan infusnya habis, jangan rewel." Azmi tertawa, dan balik menggenggam.

          "Kak, air laut asin."


.G:re.

Hi!

Jangan lupa, ungkapkan. :) Maafkan aku yang mengetik di waktu kosong. Semoga kalian tetap bahagia. 

Sampai jumpa.

Semakin menginginkan, semakin menyakitkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semakin menginginkan, semakin menyakitkan.


Mengetik, 29 Septermber 2020

Publikasi, 1 Oktober 2020

GASTRITIS :reTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang