Part 4 Ikatan yang tidak direncanakan

737 35 3
                                    

"Kalau begitu, menikahlah dengan nak Citra!"

Kata-kata yang mungkin lebih dahsyat dari pada bom sekalipun di telinga Rian terucap dari pria paruh baya yang duduk di seberangnya. Kedua mata Rian membola mendengar perintah dari Pak Burhan selaku kepala desa. Citra pun juga sama kagetnya dan tubuhnya terduduk kaku dengan wajah yang semakin tertunduk. Namun Citra terlihat tidak sekaget Rian.

"Menikah maksud bapak?" seolah ingin memastikan pendengarannya, Rian mencoba menanyakannya.

"Kalian berdua harus melaksanakan pernikahan."

Rian kembali terdiam, mencoba memahami perkataan kepala desa yang simpel, tapi mungkin menyimpan makna lain, menurutnya. Setelah berpikir sejenak, Rian mengangguk seolah paham.

"Uh, baiklah kalau begitu, aku mengerti, kalau bapak benar-benar memintaku menikahi Citra, saya akan kembali kesini 6 atau 8 tahun lagi selama Citra baik-baik saja dengan keputusan itu dan sudah siap untuk itu. yah, aku mungkin juga harus meyakinkan kedua orang tuaku kalau mereka memiliki calon menantu disini dan...-"

"Tidak, aku memintamu untuk menikahinya sekarang juga, bukan 6 atau 8 tahun kedepan."

"Hah?"

Kata-kata pak Burhan yang menyela perkataan Rian membuat Rian semakin bingung dan melongo. Rian mencoba menoleh ke sampingnya mencari tahu bagaimana reaksi Citra yang ternyata masih menundukan kepalanya tanpa bereaksi apa-apa. Lalu Rian kembali menghadap ke Pak Burhan.

"Oi oi, yang benar saja. Citra masih anak-anak kan? Dia bahkan tidak memenuhi syarat usia minimal pernikahan. Menyuruhnya menikah seperti itu! bukankah itu keterlaluan?"

Pak Burhan mengalihkan tatapannya ke Citra seolah mengabaikan perkataan Rian, lalu bertanya.

"Citra, kapan kamu pertama mengalami menstruasi?"

"Eh, sekitar setahun yang lalu pak."

Oi oi, orang ini bahkan bertanya hal seperti itu ke Citra tanpa malu. Dia bukan orang biasa. Sepertinya aku harus lebih waspada terhadapnya.

Burhan mengangguk mendengar jawaban Citra, lalu kembali menatap Rian.

"Seperti yang neng Citra katakan, Citra sudah memasuki masa baligh, karena itu tidak masalah bila kalian berdua menikah dan itu masih sah di dalam agama."

Pak Burhan menampilkan raut muka datar seolah tidak ada masalah di dalamnya. Rian menoleh ke arah Pak Karto yang ada di samping pak Burhan. Nyatanya raut wajahnya juga sama seperti Pak Burhan tidak menunjukan masalah apa-apa. Rian menghela nafas berat, lalu mencoba beralasan lagi dengan kata-kata formal seolah menirukan polisi.

"Begini ya pak, berdasarkan undang-undang yang berlaku. Usia minimal pernikahan untuk perempuan adalah 18 tahun, itu artinya Citra masih harus menunggu minimal 6 tahun lagi untuk menikah. Menyuruh Citra menikah sekarang, bukankah itu...-"

"Tidak masalah, saya yang akan mengurus dispensasi ke pengadilan untuk nak Citra. Kalian cukup menikah saja dan saya yang akan mengurus surat-surat kalian. Lagipula pernikahan di bawah umur sudah biasa di desa ini dan pengurusannya tidak sulit."

Rian kembali menghela nafas berat. Pak Burhan yang ada di depannya sangat keras kepala memaksa mereka berdua untuk menikah. Selama ini hanya Rian yang memprotes ucapan Pak Burhan, sedangkan Citra hanya diam saja di sampingnya.

"Citra, ayolah katakan sesuatu ke pak Burhan! Jangan hanya pasrah dan diam saja. Apa kamu baik-baik saja dengan ini?"

Citra menoleh ke samping, menatap Rian dengan tatapan seolah memohon tanpa mengatakan apa-apa. Matanya masih basah, tapi kelihatannya tangisannya sudah berhenti.

Jodohku Gadis Kecil dari Desa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang