Part 25 Pembalasan dari Amira

453 22 3
                                    


Rian bergerak dari posisi tidurnya. Matanya mulai terbuka dan mengerjap-ngerjap karena rasa kantuk yang masih melandanya. Apa yang pertama kali dilihatnya ketika Rian terbangun adalah Citra yang masih tertidur dengan wajahnya yang tampak polos. Tubuh Citra tertutup di bawah selimut yang sama dengan Rian. Rian teringat dengan apa yang sudah dirinya lakukan tadi malam. Tubuh keduanya masih polos dan hanya tertutup satu selimut besar yang mereka pakai bersama.

Melihat wajah Citra yang imut dan terkesan seperti anak-anak, Rian jadi merasa bersalah dengan Citra. Rian kembali mempertanyakan apa yang dia lakukan bersama Citra tadi malam. Apakah tidak apa-apa mereka melakukan hal seperti itu? Anak seusia Citra seharusnya tidak tahu apa-apa tentang hubungan badan. Mereka seharusnya masih bermain-main, belajar, atau mungkin menjalani cinta monyet.

Sebenarnya Rian sendiri di masa ABG nya juga tidak pernah mengalami cinta monyet. Rian terlalu fokus dengan hobbi dan belajarnya sampai jarang keluar rumah, kecuali jika ada kerja kelompok atau semacamnya. Di sekolah pun Rian jarang ikut ekskul. Kalaupun ikut, Rian hanya ikut ekskul robotik atau pegiat komputer, dan itu pun Rian juga tidak terlalu aktif. Kegiatannya lebih sering dihabiskan di dalam rumah.

Lumayan kontras dengan kedua adik perempuannya. Aisyah tergolong aktif kegiatan di luar. Ketika sekolah, Aisyah juga sering ikut ekskul yang berkegiatan di luar seperti Pramuka atau Pecinta Alam. Bahkan adik bungsunya, Amira juga mengikuti jejak kakak perempuannya dan menjadi pegiat OSIS di sekolahnya.

Rian terus memandangi wajah Citra, tangannya bergerak mengusap pipi dan dahi Citra. Bayangan Rian mencoba menerawang ke masa depan. Ketika dewasa nanti, Citra pasti akan terlihat cantik dengan wajah naturalnya. Andai saja Citra tidak harus melewati berbagai nasib sulit yang sudah dialaminya beberapa bulan terakhir ini. Andai saja mereka bertemu layaknya pasangan normal lainnya dengan Citra yang sudah dewasa. Mungkin semuanya akan berbeda.

"Maaf" Gumam Rian.

Dari jauh terdengar lamat-lamat suara adzan subuh. Citra bergerak dari tidurnya, seperti Rian tadi, mata Citra mulai terbuka sambil mengerjap-ngerjap. Pandangan keduanya bertemu ketika mata Citra sudah terbuka sempurna. Rian sedikit terkejut melihat Citra juga terbangun sedangkan tangannya masih mengelus wajah Citra. Citra tersenyum dan sebelah tangannya menyentuh tangan Rian yang ada di wajahnya.

"Kenapa kakak minta maaf?"

Rian menunduk, menghindari tatapan Citra. Entah kenapa Rian tidak berani membalas tatapan Citra ketika Citra menanyakan hal itu.

"Kamu tidak seharusnya mengalami semua ini Cit."

"Maksud kakak? Citra tidak mengerti, apa yang seharusnya tidak Citra alami?"

"Citra... berapa usiamu sekarang?"

"Emm... 12 tahun, 5 bulan lagi jadi 13."

Rian menutup matanya sejenak, rasa bersalahnya semakin menyeruak mendengar usia Citra.

"Anak-anak seusiamu seharusnya masih fokus belajar, bermain, bersenang-senang. Kamu seharusnya bisa seperti mereka Cit, tanpa mengalami semua ini, kamu harus bisa berbahagia. Kamu tidak seharusnya mengalami semua ini, apa lagi yang sudah kita lakukan tadi malam."

Citra menggeleng, lalu kembali memeluk Rian seperti sebelum terbangun tadi. Citra bisa merasakan kulit mereka berdua yang polos saling bersentuhan.

"Apa yang kakak bicarakan? Citra bahagia kok kak! Citra sangat bahagia, dan Citra sama sekali tidak merutuki atau menyesali apa yang sudah Citra alami sampai sekarang. Jika Citra bisa kembali ke masa lalu dan memilih lagi jalan hidup Citra, Citra akan memilih untuk tetap bersama kak Rian seperti ini. Lagi pula Citra kan juga masih fokus belajar dan bisa bermain atau pun bersenang-senang seperti yang kakak bilang."

Jodohku Gadis Kecil dari Desa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang