BAGIAN 3

157 18 1
                                    

📍HAPPY READING FOR YOU📍

Jam sudah menunjukkan pukul 20.13, Rasya sedang merebahkan tubuhnya sembari mengotak-atik ponselnya. Ia sedang membalas pesan Pikar juga beberapa cowok lainnya. Hal itu sudah biasa baginya.

PIKAR🥶

|Maaf soal tadi siang, Ra.

Iya, Pikar. Nggak apa-apa.|

Kenapa minta maaf terus, sih?|

|Karena aku takut kamu cari yang baru.

Dih! Enggak!

Walaupun sifat aku kayak gini,
bukan berarti aku mau duain kamu.|

Mereka cuma hiburan aku, Kar.|

|Iya.

|Tapi, memang beneran nggak bisa
dirubah, ya, Ra?

Enggak, Pikar:)|

Setelahnya, ponsel Rasya berdering. Terlihat nama Dipta sedang meneleponnya. Sebelum Rasya mengangkat panggilan tersebut, ia kembali memberikan pesan pada Pikar.

Bentar, ya, Kar.|

Dipta telepon aku, nanti kita lanjuti.|

Dengan cepat cewek itu menekan tombol hijau yang tersedia, dan panggilan pun tersambung.

"Hai, Ra," sapa Dipta di balik telepon, dan langsung dibalas oleh Rasya.

"Kok, lama banget angkatnya? Lagi sibuk?" tanya Dipta.

"Enggak. Gue nggak sibuk, kok," jawab Rasya cepat. "Tadi bilang dulu sama Pikar, biar nggak nyariin kalau gue nggak balas chatnya," sambungnya.

Dan di seberang sana, Dipta menjawabnya dengan berohria.

"Btw, ada apa lo telepon gue, Dip?"

"Nggak ada apa-apa, sih, cuma pengen denger suara lo aja."

Mendengar hal itu, refleks Rasya tertawa. "Aneh lo mah."

"Serius, Ra."

"Iya, deh, iya. Gue, kan, orangnya suka ngangeni."

"Suka ngangeni doang, kalau di seriusi mau, nggak?"

Sontak hati Rasya berdesir lebih cepat dari sebelumnya. Ini, apa maksudnya, ya?

Beberapa detik kemudian, suara tawa terdengar di ujung sana. Dipta bercanda, kan?

"Perasaan gue yang fakgirl lah di sini, kenapa lo juga ikut-ikutan?" kesal Rasya semakin memecahkan tawaan Dipta. "Ngeselin, ih!"

"Jadi ceritanya udah baper, nih?"

"Nggak!" elak Rasya. Ia tidak boleh baper duluan, karena itu bukan tugasnya. Justru Rasya yang harus melakukan sebaliknya.

"Kalo mau diseriusin beneran, ya, nggak apa-apa, Ra. Gue mah terima lahir batin!"

"Dih! Apaan, sih, lo? Ngaco." Rasya tidak bisa menahan senyumnya. Astaga, mengapa pipinya memanas seperti ini? Untung saja Dipta tidak berhadapan langsung dengannya. Kalau hal itu terjadi, mungkin gelar ratu fakgirlnya akan turun seturun-turunnya! Oh, tidak boleh!

PACARKU RATU FAKGIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang