BAGIAN 31

76 2 0
                                    

📍HAPPY READING FOR YOU📍

Aku pikir, kamu butuh kesempatan. Tapi nyatanya, aku yang butuh kesadaran.
Evlyn Sandrina.

*****

NAYFA

|Ra, kerja kelompoknya dibatali

|Si Rani tiba-tiba nggak bisa hari ini, dia ada urusan mendadak katanya.

|Masa iya cuma kita bertiga, kan yang tahu cara ngerjain tugasnya si Rani

|Nggak mungkin Wanda, gue apalagi lo

Rasya berdecak kala membaca pesan terakhir yang dikirimkan oleh Nayfa. Sebenarnya tidak salah juga dengan kalimat terakhir yang tertulis di sana. Namun, entah mengapa rasanya Rasya tidak suka membaca pesan terakhir itu.

Y|

Balasan yang sangat singkat telah dikirimkan olehnya.

"Makan dulu, Ra, main handphonenya kan bisa nanti." Rasya mendongak, menatap Vita sang Mama yang membawa semangkuk sayur asam tengah berjalan ke arahnya.

Dengan cepat, Rasya meletakkan ponsel itu di atas meja. Ia tersenyum, dan beralih mengambil air putih lalu meneguknya.

"Lagi chatingan sama Pikar?" tanya Vita.

"Bukan, Ma," jawab Rasya meletakkan gelas yang tinggal setengah airnya. "Itu si Nayfa, tadi bilang kalau kerja kelompoknya dibatali. Temen aku ada yang nggak bisa soalnya, sibuk," jelas perempuan itu yang langsung mendapat anggukan mengerti dari Vita.

"Em, Ma, kata Kak Atta besok Papa pulang, ya?"

Vita yang semula menuangkan sayur asam ke piring Rasya, seketika berhenti. Ia menatap anak bungsunya dengan senyuman lebar, lalu mengangguk sekali.

"Wah, serius, Ma?"

"Iya, Papa baru dapat libur seminggu. Jadi besok pulang deh."

"Seminggu? Maksudnya Papa di rumah cuma seminggu doang?" Vita mengangguk. "Terus, nanti balik keluar kota lagi dong?" Lagi dan lagi, Vita menjawabnya dengan anggukan. Sedangkan Rasya langsung lesuh mengetahui itu. Bagaimana tidak? Ayahnya selama ini bekerja di luar kota berbulan-bulan, dan saat dibolehkan pulang hanya seminggu waktunya. Tidak adil.

Ia tahu, jika Ayahnya seperti itu demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Tapi, di samping itu, mereka juga membutuhkan kehadiran sang Ayah agar keluarga mereka terasa lengkap. Dan jika boleh jujur, sebenarnya Rasya tidak ingin Ayahnya kerja di luar kota, namun bagaimana lagi? Ia tidak bisa melarang itu. Ayahnya memang harus bekerja di sana.

Melihat perubahan raut sedih Rasya, Vita menghampiri anaknya. Ia mengusap surai lembut milik gadis itu. "Kamu sedih Papa pulang?" tanya Vita.

"Enggak!" Rasya menjawab dengan cepat. "Rasya cuma sedih Papa cuma sebentar di sini. Papa sibuk banget sama kerjaannya, sampai-sampai nggak inget lagi sama Rasya."

"Hey, siapa bilang Papa nggak ingat kamu?"

"Buktinya, Papa jarang banget pulang."

PACARKU RATU FAKGIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang