"Berikan ponsel itu pada dia," ucap Gabriel sambil menatap pemandangan dari jendela penthouse-nya.
Pengawal Gabriel pun memberikan ponselnya pada Amber yang berada tak jauh dari situ. Amber meraih ponsel itu dengan terburu-buru, kemudian berteriak, "I want to go home!"
"No," balas Gabriel singkat, padat dan jelas sambil meminum whiskey-nya di pagi hari yang cerah itu.
"I don't want to be here, Dad," isak Amber lagi di ujung telepon dengan erangannya yang menyakitkan.
"Setelah Ghea melahirkan, Dad akan memulangkanmu," balas Gabriel lagi dengan suaranya yang terdengar datar dan batu, padahal hatinya cukup sakit mendengar tangisan anaknya sendiri.
"Why are you doing this to me?" erang Amber lagi dengan tangisannya yang tak berhenti. "Seharusnya sejak awal, kau berhenti meniduri Ghea dan aku akan berhenti menyukainya. Akan lebih pantas jika tidak ada satu pun dari kita yang mendapatkannya."
"Dia hamil anak Dad," gumam Gabriel lagi, berusaha menekankan bahwa Ghea akan tetap selalu berada di sisinya. "Dad akan menikahinya."
"Dad, please!" seru Amber dengan nada melengkingnya. "Cukup Ghea melahirkan anakmu saja, setelah itu tak ada satu pun dari kita yang akan berurusan lagi dengannya. Itu impas, Dad! Aku tidak bisa melihat sahabatku sendiri menjadi ibu tiriku."
Gabriel menghela nafas pelan sambil mengusap dahinya sendiri. Ia memejamkan matanya, merasakan pening di kepalanya. Gabriel tidak bisa dan tidak ingin melepaskan Ghea, namun Amber adalah anaknya satu-satunya. Gabriel tidak bisa memilih di antara kedua wanita itu. Mereka sama-sama berharga untuknya.
"Jika Ghea hanya menjadi simpananmu, fine, Dad! Aku berusaha merelakannya, asalkan aku tidak melihat wajahnya lagi. Namun, menjadi ibu tiriku? Itu ide gila, Dad!" jelas Amber dengan tangisannya yang sangat memilukan, membuat Gabriel semakin pusing dibuatnya.
"Are you sure?" balas Gabriel lagi sambil menyesap whiskeynya frustrasi.
"Tiduri Ghea kapan pun yang kau mau, aku akan berusaha melupakannya. Aku akan berusaha menganggap ini tidak akan pernah terjadi. Anak yang dikandung Ghea akan ku anggap sebagai adikku sendiri, tetapi aku tidak ingin melihat wajah Ghea lagi," jelas Amber lagi dengan nada putus asanya dan tangisannya yang menjadi-jadi. "Jadikan dia simpananmu, Dad. Fuck her anytime you want, but I don't want to see her face again."
"Amber," panggil Gabriel pelan dengan nada lelahnya. "Kenapa kamu tidak bisa menerima Ghea sebagai ibu tirimu? Kau tidak ingin melihat Dad bahagia?"
"Kau pikir perasaanku pada Ghea bisa hilang, Dad? Melihatnya setiap hari hanya akan menambah sakit hatiku," balas Amber dengan nada gemetarnya. "Apa Dad juga tidak ingin melihat Amber bahagia?"
Gabriel ditampar oleh perkataan Amber. Ia mencengkeram gelas whiskey-nya dengan erat sembari menghela nafas kasar. Gabriel tidak bisa menikahi Ghea, sebab anaknya akan marah besar padanya. Satu-satunya pilihan adalah menjadikan Ghea sebagai simpanannya selamanya. Masalahnya adalah apakah gadis itu ingin? Hanya menjadi simpanan saja, apakah gadis itu ingin?
"I will think about it," balas Gabriel sambil menutup panggilan telepon itu.
***
Ghea yang mengerjapkan matanya ketika merasakan tidurnya lebih dari cukup. Ketika ia beranjak duduk, seluruh tubuhnya terasa seperti ingin patah, bahkan kakinya pun terasa kebas. Ghea mengerang pelan sembari menyingkap selimut dan dilihatnya bekas kebiruan di sekujur tubuhnya. Ghea tidak sempat membersihkan dirinya semalam, setelah bercinta gila-gilaan dengan Gabriel, sebab ia terlalu lelah dan hampir mati. Bekas cairan cinta keduanya masih ada di paha Ghea dan kewanitaannya. Bekas itu terasa lengket di sana.
Ghea memaksakan dirinya untuk turun dari ranjang, kemudian berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan dirinya sendiri. Kaki Ghea gemetar hebat, membuatnya sampai limbung. Tak hanya kakinya, tangannya pun juga sama gemetarnya, seolah baru habis berolahraga berat semalam. Dalam keterpurukan itu, Ghea melipat kedua kakinya di depan dadanya dan menangis di sana. Ghea sudah tidak peduli lagi jika tubuhnya telanjang. Ia merasa sangat lemah karena tidak bisa mempertahankan dirinya sendiri.
"Ghea," panggil Gabriel yang tiba-tiba saja muncul. Ghea mendongak menatap Gabriel dengan tatapan kekalahannya. Gabriel yang mengerti dengan keadaan tubuh Ghea langsung berjongkok dan menggendong gadis itu.
Gabriel membawa Ghea ke kamar mandi, kemudian meletakkan gadis itu ke dalam bathtub marmer putih. Diisinya bathtub itu dengan air hangat, sembari mengusap lengan Ghea yang gemetar hebat. Gadis itu seperti trauma padanya, bahkan Ghea tidak mau melihat wajahnya sama sekali.
"Ghea," bisik Gabriel lembut sambil menarik dagu gadis itu. Ghea refleks menghindar dengan gerakannya yang ketakutan dan waspada, membuat Gabriel semakin yakin gadis itu trauma padanya.
Gabriel menghela nafas pelan, kemudian mengisi bathtub tersebut dengan sabun hingga berbusa penuh. Setelahnya, Gabriel membuka seluruh pakaiannya dan bergabung bersama Ghea di dalam bathtub itu. Gabriel tidak peduli jika Ghea trauma padanya. Gadis itu harus terbiasa dengannya, meskipun dengan pemaksaan.
"I'm tired," bisik Ghea putus asa dan tidak menolak lagi jika ia dipeluk oleh pria yang paling ia benci sekarang.
"You'll be okay," bisik Gabriel di telinga Ghea sambil mengusap tubuh gadis itu dengan lembut.
"Please... let me go," isak Ghea lagi sembari menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. "Aku lelah harus berada di antaramu dan Amber."
"No," balas Gabriel tegas dan keras kepala, sembari melebarkan kedua kaki Ghea dengan tangannya. Ghea sudah terlalu lelah untuk menolak perlakuan Gabriel padanya. Jika pria itu ingin memperkosanya lagi, maka Ghea tidak akan bereaksi apa pun lagi. Biarlah, pria itu menggarap tubuhnya sampai ia dan anak yang dikandungnya mati sekalian.
"Kau sudah berjanji akan melepaskanku," bisik Ghea lagi sembari menoleh ke arah Gabriel dengan tatapannya yang berkaca-kaca.
"No," balas Gabriel singkat, padat dan jelas sambil membersihkan kewanitaan Ghea dengan gerakannya yang lembut dan telaten. Ghea menahan tangan Gabriel yang berada di kewanitaannya, berusaha menahan gerakan pria itu. Tentu saja bukan seperti itu cara membersihkan kewanitaan. Gerakan Gabriel malah sebenarnya untuk merangsangnya kembali.
"Aku tidak ingin menjadi ibu tiri Amber," ucap Ghea lagi dengan nada pelannya sembari terisak pelan.
"Kau tidak akan menjadi ibu tiri Amber," balas Gabriel, membuat Ghea menoleh dengan wajah kagetnya.
"Kau akan melepaskanku?" tanya Ghea dengan matanya yang berbinar penuh harapan.
Gabriel mengerutkan kening tidak suka melihat sinar harapan itu di wajah Ghea. Gabriel menahan dagu Ghea dan menarik gadis itu menatapnya. Dimasukkannya jempolnya ke dalam mulut gadis itu sembari menekan lidah Ghea. Tangan Gabriel yang semula berada di kewanitaan Ghea pun naik hingga ke payudara gadis itu. Gabriel menekan puting payudara Ghea, membuat Ghea mengerang tertahan, karena jempol Gabriel masih menekan lidahnya.
"Kau akan menjadi simpananku, Ghea," bisik Gabriel lagi, membuat Ghea merasakan nafasnya memburu hebat, ingin menangis. "Selamanya."
Comments everyone?
Nice to see you guys again. Sorry for messages that I haven't replied yet. Enjoy.
Love you, guys!
KAMU SEDANG MEMBACA
BEHIND THE SCENE
RomanceWarning: Explicit content, rough sex and bdsm. It's a semi porn story, so yeah... Ghea Tinsley berada di ujung tanduk. Ia harus membayar segala keperluan dan bahkan biaya pengobatan adiknya. Ia pun terancam putus kuliah, hanya karena masalah keuang...