19

40.1K 1.8K 145
                                    

Ghea menangis di bathtub kamar mandinya, sebab perasaan bersalahnya yang sangat besar pada Amber. Ghea memeluk kedua lututnya dengan erat, seolah itu satu satunya perlindungan yang ia dapatkan. Sudah hampir larut malam, namun Ghea tak kunjung keluar dari bathtub itu dan bahkan tidak menanggapi panggilan makan dari asisten rumah tangga Gabriel. Ghea tidak ingin makan. Jika Ghea memang harus mati kelaparan, maka itu akan lebih baik untuknya.

Tiba-tiba saja, Ghea mendengar suara Gabriel di balik pintu kamar mandi yang tampak sedang berbicara dengan Bibi Margaret. Ghea merasakan jantungnya berdegup sangat kencang. Ia menelan ludahnya sambil menatap pintu yang tampak tidak bergerak itu.

"Ghea," rayu Gabriel sambil mengetuk pintu itu pelan. "Are you okay? Come, let's eat something."

Ghea tetap diam, sambil menunggu reaksi Gabriel selanjutnya dengan jantung yang berdegup sangat kencang. "Ghea," panggil Gabriel lagi sambil menghela nafas pelan. "Please talk to me."

"Aku tidak ingin makan," seru Ghea dengan keberaniannya yang masih ia punya.

"Ghea," geram Gabriel. "Anak kita juga butuh makan."

"I don't fucking care! It's yours not mine! seru Ghea lagi dengan nadanya yang gemetar, meskipun kata katanya tajam.

"Yes, it's mine, so please come out and eat something. I don't want something bad happen to my baby," ucap Gabriel lagi dengan nadanya yang berusaha lebih sabar.

Ghea terdiam sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Gabriel menghela nafas pelan, berusaha menahan marah, karena sikap keras kepala gadis itu. "Makan dulu, baru setelahnya kau boleh mengurung dirimu lagi," ucap Gabriel yang terdengar lebih dewasa.

Karena tidak kunjung mendengar jawaban Ghea, Gabriel berucap dengan nada dingin, "Apa aku perlu menjemputmu di dalam, Ghea?"

Ghea terdiam. Ia menghapus air matanya dengan panik. Gabriel marah dan pria itu pasti tidak main main dengan perkataannya. Ghea jantungan di tempatnya sendiri. Ia langsung beranjak dari bathtub itu, dan berjalan ke arah pintu. Rasa takut dan khawatirnya seolah mengalahkan keras kepalanya. Ghea membuka pintu itu perlahan lahan dan mendapati Gabriel berdiri menjulang di depannya dengan wajah yang tampak marah.

Ghea membungkuk dan menyelip di bawah lengan Gabriel agar bisa terbebas dari kurungan pria itu. Ghea melakukannya dengan mudah, sebab tubuhnya yang kecil. Ia langsung berjalan menuruni tangga ke arah meja makan yang sudah dipenuhi menu makanan bergizi untuk ibu hamil. Terdengar suara derap kaki tenang yang menuruni tangga. Ghea tidak perlu mendongak, sebab dari wangi saja ia sudah tahu jika Gabriel kini tengah menarik kursi dan duduk di hadapannya.

"Kenapa tiba tiba marah?" tanya Gabriel.

Ghea tidak menjawab Gabriel dan tetap memakan makanan di hadapannya dalam diam. Gabriel menghela nafas panjang. Ia tahu jika memaksa Ghea berbicara hanya akan membuat gadis itu kembali merajuk dan berhenti makan. Pada akhirnya, Gabriel hanya menunggu Ghea selesai memakan makanannya. Gadis itu juga tampak tidak peduli dengan kehadirannya. Segera setelah selesai makan, Ghea langsung pergi dari tempat itu. Gabriel dengan sigap mengejar Ghea dan menarik sikut gadis itu mengikutinya ke kamarnya.

Ghea memberontak. "Lepas," keluh Ghea, namun tidak dihiraukan Gabriel.

Gabriel baru melepaskan genggamannya saat keduanya sudah di kamar pria itu. Gabriel sialnya langsung mengunci pintu kamar itu, membuat Ghea tidak bisa ke mana mana. "Secepat itu kau berubah, Ghea? Baru saja tadi, kita bercanda," gumam Gabriel tidak percaya.

"Aku tidak akan seperti ini kalau kau menjadi ayah yang baik, Sir," geram Ghea, langsung membuka kartunya.

"Kau... membacanya," simpul Gabriel otomatis dengan nadanya yang dingin.

"Ayah macam apa kau ini? Bagaimana bisa kau memperlakukan anakmu seperti itu," seru Ghea dengan wajahnya yang berani, meskipun matanya berair. "Aku semakin yakin untuk tidak melahirkan anak ini. Aku tidak ingin anak ini berakhir seperti Amber."

"Itu bukan urusanmu," geram Gabriel.

"Ya, tentu saja ini urusanku. Kau sendiri yang membuatku terlibat, Sir," seru Ghea berapi-api.

Gabriel mengerutkan keningnya seolah tidak terima dengan tuduhan yang dilimpahkan padanya. "Kau melupakan fakta bahwa kau sendiri yang menawarkan dirimu padaku waktu itu," balas Gabriel telak mengenai Ghea.

"Tetap saja itu bukan pembelaan! Kau bukan ayah yang baik. Anak ini memang tidak pantas dila-"

Belum sempat Ghea melanjutkan perkataannya, tiba tiba saja ia merasakan cekikan di lehernya. Tidak keras dan menyakitkan memang, namun mampu membuatnya dialiri rasa takut luar biasa. Gabriel menarik leher Ghea hingga kini wajah keduanya saling berhadapan satu dengan yang lain. Ujung hidung keduanya saling bersentuhan satu dengan yang lain.

"Aku punya alasan, Ghea dan itu bukan lagi ranahmu," geram Gabriel dingin.

Ghea menatap kedua mata tajam Gabriel dengan tatapannya yang gentar, namun juga tetap pantang menyerah. "Apa kau begitu takut, aku diambil oleh Amber?" ucap Ghea sinis.

Gabriel menaikkan sebelah alisnya kemudian tertawa. Tawanya terdengar jahat, kejam dan tidak manusiawi. Ghea baru melihat sisi asli Gabriel malam ini. "Tentu saja tidak. Aku bisa menemukan wanita sepertimu di mana saja, Ghea. Jangan terlalu besar hati," ucap Gabriel dengan sengaja merendahkan Ghea, sebab itu adalah satu satunya cara untuk menghentikan sikap arogan gadis itu.

Ghea mengerutkan keningnya tampak sakit hati mendengar jawaban Gabriel. "Lalu, kenapa kau tidak bersama para wanita itu saja?" gumam Ghea dengan amarahnya yang begitu besar hingga tanpa sadar menitikkan air matanya.

"Kontrak. Kau masih terikat kontrak denganku. Aku tidak ingin uangku terbuang sia sia, jadi kau akan tetap melayaniku sampai kontrak itu selesai dan bayi itu lahir," gumam Gabriel lagi sambil mengangkat dagunya, meninggikan dirinya sendiri, agar Ghea tahu siapa yang berkuasa di situ.

Ghea mencengkeram pergelangan tangan Gabriel yang masih mencekik lehernya. Ghea menitikkan air matanya lagi dan lagi. Gabriel mengusap air mata itu dengan gerakan yang sengaja dibuatnya seolah mengejek Ghea.

"Kau... gadis kecil yang arogan. Aku berusaha baik padamu selama ini, sebab aku tahu kau hanyalah gadis lemah yang mudah tunduk. Ternyata aku salah. Tampaknya kau senang menguji kesabaranku," lanjut Gabriel sambil mengendurkan cekikan lembutnya di leher Ghea.

Gabriel menggerakkan tangannya membuka kancing piyama gadis itu satu per satu, sambil berbisik di telinga Ghea, "Maka, baiklah... Aku tidak akan lagi menjadi pria normal yang baik. Aku akan menjadi dominan yang disiplin dan keras terhadap submisifnya yang sangat arogan ini. Kau harus diberi pelajaran."

"Aku hanya objek untukmu selama ini," bisik Ghea sakit hati sambil menahan tangan Gabriel yang tengah membuka kancing piyamanya.

"Tidak selama ini, baru malam ini. Kau sendiri yang memaksaku berlaku demikian," balas Gabriel dingin, kemudian mencium bibir Ghea dengan ciumannya yang agresif, dominan dan menuntut, untuk menunjukkan gadis itu siapa yang berkuasa malam itu dan seterusnya.

Gabriel tidak pernah sedominan ini sebelumnya, namun gadis itu benar benar memaksanya keluar dari zona nyamannya. Maka, baiklah... Gabriel sendiri yang akan menunjukkan sisinya yang keras dan disiplin.

Hehe, maaf baru bisa update. Hehe, peace guys✌

Akhir akhir ini mendekati UAS, dosen semakin jahat😭, meskipun memasuki minggu tenang, tetapi tetap aja. Minggu lalu udah dipekerjakan rodi, terus ke depannya akan ketemu ujian lagi. Jadi, agak susah juga membelah otak ini untuk fokus ke tulisan. Nanti lembar pekerjaannya, isinya erotica dong😭😭

Untuk Teacher's Pet, aku lagi lagi barusan malak Dewa soalnya kalian malak aku, jadinya palakan ini estafet🤣. Dia bilang masih belum mendapatkan salinannya dari Kak Marissa. Mungkin Kak Marissa emang sibuk juga, jadinya sulit dilanjutin. Itu urusan mereka berdua guys, aku hanya menyalurkan keluhan kalian.

Btw, semangat untuk Kak Marissa dalam usaha menyalin naskahnya. Pembaca ini sudah lapar menunggumuh💕🎉

Selamat menikmati

-R

BEHIND THE SCENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang