15

44.9K 2.3K 186
                                    

Dokter itu menunjuk ke arah layar monitor kecil nan simpel yang ia bawa sendiri dari rumah. Layar monitor itu menunjukkan kandungan Ghea dalam gambar hitam putih. Ghea menatap layar monitor itu dengan wajah kebingungannya, sedangkan dokter di sebelahnya menatapnya dengan senyuman.

"Lucu sekali anaknya, sudah mulai tumbuh sedikit," gumam sang dokter dengan wajah ikut berbahagianya. Ghea mengerjapkan matanya menatap sang dokter dengan tatapan tidak percayanya.

"Aku... sungguh hamil?!" seru Ghea panik setengah mati.

Dokter wanita itu tampak kaget melihat ekspresi Ghea yang di luar ekspektasinya. "Anda... tidak mengeceknya di testpack sebelumnya, Nyonya?" tanya dokter itu berusaha tidak menyinggung.

"B-bagaimana bisa aku hamil?" tanya Ghea panik setengah mati. "Aku rutin mengonsumsi kontrasepsi."

"Apa Anda tidak pernah bolong mengonsumsinya?" tanya sang dokter lagi sambil menatap Ghea.

"P-pernah," jawab Ghea pelan.

"Berapa kali?"

"Lima kali bulan ini," jawab Ghea malu sendiri, karena kebodohannya.

"Apakah di saat itu adanya hubungan seks, Nyonya?" tanya sang dokter berusaha menyelidiki.

Pipi Ghea merah padam. Selama lima kali itu malah hubungan seksnya membara dengan Gabriel. Ghea tidak ingat apakah pria itu memberikan benih di dalam tubuhnya. Ia sama sekali tidak bisa mengingatnya, saking terlalu larut dalam permainan Gabriel. Ghea mengangguk malu.

"Itu bisa menjadi faktor kehamilan, Nyonya," balas dokter wanita itu. "Sekali saja Anda bolong mengonsumsi kontrasepsi, kemungkinan hamil Anda akan besar, apalagi hubungan seks Anda -saya kira, sangat aktif."

Ghea menutupi wajahnya penuh kekecewaan. Matanya berair. Ia tidak ingin hamil anak Gabriel. Ia tidak ingin menjadi melahirkan adik tiri sahabatnya sendiri. Segila ini hidupnya ternyata. Ghea ingin menangis tersedan sedan dan membunuh dirinya saja.

"Nyonya, apakah ada masalah?" tanya dokter itu khawatir.

"Saya tidak menginginkan anak ini," isak Ghea pelan dengan nada memohon. "Dan lagi, aku bukan Nyonya Ducan, berhenti memanggilku seperti itu."

"Baiklah, Nona," jawab dokter itu patuh, sebelum kembali bertanya. "Mengapa Anda tidak menginginkan anak ini?"

"Anak ini kecelakaan," balas Ghea lagi sambil menangis tak berdaya dan menutupi wajahnya sendiri, karena malu.

Dokter itu tampak tidak percaya dengan perkataan Ghea. "Saya tidak mengerti maksud Anda, Nona. Anak ini jelas sangat ditunggu tunggu oleh Tuan Ducan, bagaimana bisa ini kecelakaan?" jelas dokter itu, berusaha menenangkan Ghea.

"Apa maksudnya?" tanya Ghea tidak mengerti dengan air mata masih mengalir di pipinya.

"Sejak kira-kira tiga bulan yang lalu, Tuan Ducan tiba tiba saja terus mencari tahu tentang kehamilan. Ia menanyakan saya posisi seks seperti apa untuk mempercepat pembuahan. Selain itu, makanan apa yang memberikan kesuburan bagi wanita maupun pria dan bahkan meminta pil kesuburan secara khusus. Tuan Ducan juga bahkan mengikuti program kehamilan saya secara khusus," jelas sang dokter dengan wajahnya yang tampak serius.

"Program kehamilan?" tanya Ghea yang berhenti menangis dan menegakkan tubuhnya. "Aku... tidak diberitahu apa apa."

"Itu... aneh, Nona," gumam sang dokter ragu. "Mengingat, program kehamilan tentu saja membutuhkan data Anda secara spesifik termasuk tanggal haid Anda. Tidak mungkin Tuan Ducan mengetahuinya sendiri."

Ghea terdiam. Gabriel memang sering menanyakan apakah dirinya sedang haid atau tidak. Awalnya, Ghea pikir pria itu bertanya untuk merencanakan kapan saja hubungan seks di antara keduanya bisa berlangsung. Namun, nyatanya pria itu mengumpulkan data dari sana secara sembunyi sembunyi. Pantas saja, Gabriel selalu bercinta dengannya dalam posisi yang sama setiap tanggal mendekati masa haidnya, yaitu masa paling suburnya. Bisa bisanya Ghea tidak tahu jika selama ini Gabriel memang berencana menghamilinya.

BEHIND THE SCENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang