25

27.7K 1.4K 150
                                    

"Amber..." panggil Gabriel pelan. Jantungnya berdegup sangat kencang, hingga dadanya terasa sakit.

Amber tetap diam di ujung telepon menunggu ayahnya berbicara. Setelah pertengkaran mereka, Amber benar-benar mengabaikan Gabriel. Anaknya bahkan tidak mau lagi mengirimkan pesan atau bahkan mengirimkan kartu pos padanya. Karena Amber yang terus marah dan berulah di biara, Gabriel terpaksa melepaskan anaknya. Kini, Amber berada di Florida, di rumah ibunya. Lucu, ketika beberapa waktu telah berlalu, ibu Amber kini mengakui kembali anak yang ia buang.

"Dad... Dad akan melepaskan Ghea," ungkap Gabriel lagi dengan nadanya yang terdengar sedikit gemetar. Dicengkeramnya gelas whiskey di tangannya untuk meredakan perasaan meluap-luap yang ia tahan sejak tadi.

"Benarkah?" tanya Amber dengan nadanya penug harap.

"Ya," jawab Gabriel pelan. "Setelah anak itu lahir, Ghea akan pergi."

"Membawa anak itu?"

"Ya," gumam Gabriel bersusah payah dengan matanya yang berair.

"Aku tahu ini sulit untukmu, Dad," ucap Amber lagi, mendengar nada pasrah dan datar dalam suara ayahnya sendiri. "Tapi kau juga harus tahu jika ini juga sulit untukku, Dad."

"I know," balas Gabriel sambil memejamkan matanya dan menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya.

"Dad... tenanglah, okay? Ghea terlalu muda untuk menjadi pendampingmu. Istri yang terlalu muda biasanya tidak bisa mengurus dirinya sendiri bahkan keluarganya," jelas Amber lagi, namun tak ditanggapi Gabriel. Karena itu, Amber kembali melanjutkan perkataannya, "Mom still loves you, Dad. Dia bilang apa yang terjadi di masa lalu hanyalah salah paham."

Gabriel mendengus mendengar perkataan Amber, membuat Amber dengan sigap kembali melancarkan rayuannya. "Mom merawatku dengan baik di sini, Dad. Amber tidak memaksa Dad untuk rujuk, tetapi Dad harus mempertimbangkan kesempatan ini."

Gabriel tetap diam, sebab ia enggan menanggapi masalah ini. Tak ada niat sedikit pun dari dirinya untuk menikah dengan wanita itu. Wanita yang membuang anak mereka. Bahkan wanita itu dulu sering berusaha menggugurkan Amber dan tidak mau menyentuhnya sedikit pun. Kini, situasi seolah berubah, entah apa yang diinginkan wanita itu.

"You always love me, don't you, Dad?" bisik Amber lagi, berusaha mengangkat kembali semangat Gabriel.

Gabriel menghela nafas panjang dengan perasaan stres, kemudian menjawab, "Ya, Amber."

"I love you, Dad," gumam Amber lagi.

"Take care." Itu adalah jawaban yang tidak biasa diberikan Gabriel. Ayahnya biasanya menjawab dengan perkataan yang sama seperti Amber, namun kini Amber merasa seperti ada jarak yang terbentang sangat jauh dengan ayahnya.

Sejak kehadiran Ghea, hubungan keluarga Amber berantakan. Perasaan cinta yang awalnya tumbuh untuk Ghea kini berubah menjadi perasaan benci yang teramat sangat.

⚫⚫⚫

Sejak pertengkaran keduanya di malam hari, Gabriel dan Ghea tak saling berbicara setelahnya. Mereka bahkan jarang bertemu, meskipun dalam satu atap. Sang butler sedikit kaget melihat perubahan dari nyonyanya. Ghea tiba-tiba saja tidak lagi rewel soal makanan, bahkan gadis itu menjadi sangat riang dan cerah, berbeda dengan beberapa hari sebelumnya. Di sisi lain, tuannya malah semakin muram dari hari ke hari. Sang butler seolah menyadari jika kini keadaan majikannya seolah berubah dan terbalik.

Ghea masih sibuk memakan makan malamnya sambil berbincang santai dengan sang butler ketika Gabriel pulang. Tidak biasanya pria itu pulang secepat ini. Wajah Gabriel tampak lelah dan juga muram. Pria itu tidak mengatakan apa-apa selain meminta sang butler membawakannya wine ke kamarnya. Gabriel bahkan tidak melihat ke arah Ghea sedikit pun ketika ia masuk ke kamarnya sendiri.

Ghea sadar jika Gabriel sangat marah padanya. Ada sedikit ganjalan di hati Ghea ketika menyadarinya. Gabriel sudah berjanji melepaskannya, karena itu Ghea seharusnya bersikap manis pada pria itu. Ghea pun langsung menawarkan bantunnya untuk membawakan wine itu ke kamar Gabriel. Ia membuka pintu kamar pria itu dan tidak mendapati kehadiran Gabriel. Ghea berjalan melewati walk in closet kemudian mengetuk pintu kamar mandi itu pelan, sebelum terdengar gumaman yang menyuruhnya masuk.

Ghea membuka pintu itu dan matanya langsung bertabrakan dengan Gabriel yang tengah berendam dalam bathtub tanpa memakai apa pun.

"A-aku harus meletakkan ini dimana?" tanya Ghea dengan senyuman santainya, meskipun jantungnya berdegup sangat kencang, karena Gabriel menatapnya begitu dalam.

"Sedang apa di sini?" tanya Gabriel datar.

"W-wine..." jawab Ghea gugup.

"Kemari," panggil Gabriel dengan nadanya yang dalam. Ghea melangkah perlahan dengan nampan wine di tangannya. Diletakkannya nampan itu tepat di meja pendek, tepat di sebelah Gabriel.

"Kau ingin..."

"Take off your clothes," bisik Gabriel lagi sambil menyentuh jemari Ghea dengan jemarinya yang basah.

Ghea tampak terkejut mendengar perkataan Gabriel. Pipinya merah padam, namun ia juga sudah bertekad menjadi gadis manis pria itu sampai anaknya lahir. Karena itu, tanpa berbasa-basi, Ghea membuka pakaiannya satu per satu dengan ditatapi oleh Gabriel. Ia kemudian melangkah masuk ke dalam bathtub luas itu dan duduk di antara kedua kaki Gabriel. Gabriel langsung memanfaatkan kesempatan itu dengan memeluk Ghea erat dari belakang kemudian melabuhkan kecupannya di pundak gadis itu.

"Aku kira kau marah padaku, Sir," ucap Ghea sambil menoleh ke arah Gabriel.

"I am," jawab pria itu singkat.

"Lalu kenapa..."

"Entahlah, mungkin rasa rinduku lebih besar," balas Gabriel membuat Ghea terdiam dengan pipinya yang semakin memerah.

"I miss you," bisik Gabriel lagi sambil memejamkan matanya dan menyembunyikan wajahnya di lekuk leher Ghea. Ghea berjengit sedikit, namun tetap diam di tempatnya. Pelukan Gabriel di tubuhnya mengerat, apalagi pria itu mengusap perutnya dengan lembut, seolah menyapa anaknya.

"Aku mengambil cuti minggu depan," gumam Gabriel, membuat Ghea menoleh dengan wajah kagetnya.

"Untuk apa, Sir?" tanya Ghea.

Gabriel mengecup ujung hidung Ghea, kemudian berkata, "Kita akan berlibur, Ghea, ke Provence."

Ghea tampak sangat kaget mendengar perkataan Gabriel. "Bagaimana bisa kau tahu aku selalu ingin ke sana..."

Gabriel tertawa lembut sambil mengusap wajah gadis yang sangat ia cintai itu. "Apa yang tidak ku ketahui tentang dirimu, Ghea?"

"Thank you, Sir" bisik Ghea tanpa sadar pada Gabriel.

"Anytime, Princess," bisik Gabriel lembut.

Ghea tahu jawaban Gabriel sangatlah simpel, namun ia tidak bisa menolak fakta jika jawaban pria itu membuat kupu-kupu di perutnya berterbangan. Gabriel melihatnya seolah dia adalah satu-satunya wanita di dunia itu. Seolah Ghea adalah hal yang paling dicintai Gabriel. Mata Ghea yang awalnya menatap mata Gabriel, beralih turun dari hidung hingga ke bibir pria itu. Gabriel yang mengerti langsung menunduk dan mengecup bibir Ghea perlahan, sebelum keduanya kemudian berciuman dengan sangat lembut dan penuh perasaan. Ghea menyukai ini. Ciuman yang penuh perasaan, daripada seks liar yang biasa mereka lakukan.

"Jika kau nantinya berubah pikiran, Ghea, jangan ragu untuk kembali. Aku akan selalu menunggumu," bisik Gabriel lagi, membuat pertahanan Ghea runtuh dan menyerahkan dirinya seluruhnya pada Gabriel.

Keduanya pun bercinta, bukan lagi sekadar seks. Berbeda dari biasanya, kali ini mereka melakukannya dengan perasaan.

Comments everyone?

Maaf baru bisa update sekarang. Selamat menikmati.

Beberapa dari kalian bertanya kenapa aku suka menulis cerita dengan age-gap. Menurutku age gap (khususnya pria lebih tua) yang besar adalah hal yang menarik dalam hubungan. Karena pria sudah matang dalam bersikap dan pola pikir, sedangkan yang wanita masih bertumbuh dalam pola pikir. Jadi, aku rasa akan sangat cocok dan melengkapi. Wanita yang clingy dan manja juga terkesan manis dan menarik.

BEHIND THE SCENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang