CHAPTER 3_A DECISION

871 151 0
                                    

Hermione menjalani hari seperti biasa, tetapi hari ini ia hampir saja ingin menutup Love and Hope untuk selamanya. Tentu saja berkat kedatangan seseorang yang kini menempati kursi favorit Narcissa. Sementara gadis itu baru mendekat selepas melayani seorang pelanggan. Baru kemudian, ia kembali membalik papan informasi menjadi "CLOSE".

"Wow, Granger, aku tidak tahu kalau kedatanganku begitu istimewa," ucapnya seraya melihat pelanggan terakhir Love and Hope dari balik jendela besar.

"Aku hanya tidak ingin ada orang yang terkena mantra selepas tongkat ini kuarahkan kepadamu."

Pemuda itu menelan ludah dengan kasar. Ia melihat tongkat milik Hermione Granger di atas meja. Ujung benda itu tepat mengarah kepadanya. Sama seperti si empunya tongkat yang juga tengah menatapnya tajam. Ah, dan jangan lupakan mata penuh selidik itu. Keduanya sama-sama menyeramkan.

"Apa maumu, Zabini?"

Blaise Zabini yang kini berusaha untuk tidak terintimidasi oleh salah satu anggota Golden Trio itu tersenyum singkat. Ia mengeluarkan sebuah perkamen dan juga amplop berwarna cokelat. Seperti benda yang digunakan muggle untuk menaruh surat-surat berharga. Karena, memang itu yang ada di dalamnya.

"Apapun kerjasama yang ingin kau tawarkan, aku menolak," ucap Hermione sebelum Blaise sempat membuka suara. Ia melirik sambil lalu dua dokumen yang masih tergeletak di meja.

Pemuda itu bersedekap, sementara Hermione yang sedari tadi hanya menatapnya datar kembali bangkit. Bersiap untuk kembali mengubah papan informasi menjadi "OPEN" selepas mengatakan hal yang sudah ia antisipasi sebelumnya. Hermione hanya berkata, "sekiranya apa yang kuucapkan sudah jelas, lebih baik kau pergi. Karena aku ingin membuka toko ini kembali."

Tidak ada pilihan lain bagi Blaise untuk menggunakan cara lain. Ia juga memunculkan satu benda yang paling tidak disukai Hermione akhir-akhir ini. The Daily Prophet yang di halaman depan menampilkan foto bergeraknya dengan Ron. Gadis itu hampir saja benar-benar melemparkan kutukan sebelum urung karena ekspresi pasrah Blaise. Satu dari sekian orang yang tidak mungkin akan mendatangi Love and Hope tanpa niat buruk. Atau setidaknya begitu yang ia tangkap. Slytherin selalu licik, begitu moto Hermione semenjak lama. Well, pengecualian untuk mendiang Severus Snape. Ia pria yang baik, walaupun Hermione terlambat menyadari tentu saja.

"Aku memang benar, Slytherin akan selalu licik," desis Hermione. Ia kembali duduk di depan Blaise yang kini nampak puas.

"Come on, Granger, kita sudah lulus 10 tahun lalu."

"Apa maumu?"

Hermione melirik Daily Prophet yang tengah menampilkan gambarnya dengan Ron. Dalam foto yang bergerak itu, mereka berdua sedang berada di depan gedung kementrian sihir. Ia tidak terlalu mengingat kapan persisnya. Namun, Hermione yakin bahwa kejadian itu selepas dirinya pulang kerja. Rutinitas yang selalu dilakukan Ron selama masa kencan mereka.

"Aku tahu berita ini juga berpengaruh dengan kariermu."

"Bukan urusanmu!"

"Perusahaan tempatku bekerja sedang membutuhkan seorang ghostwriter untuk membuat biografi tentang bos kami."

"Apakah itu perusahaan bernama Malfoy Corp dan bosmu bernama Draco Malfoy?" gadis itu memasang seringai paling menyebalkan yang pernah ia punya. Semakin bertambah keruh selepas Blaise mengangguk. "Kalau begitu, aku menolak."

"Apa kau langsung menolak penawaran hanya karena hubungan masa lalu, Granger?"

Hermione mendengus. Ia menunjuk rak khusus tempat buku-bukunya bertengger. "Aku muak mengakui ini, tapi apa yang kau harapkan dari penulis yang bukunya sudah tidak lagi dilirik? Aku tahu tujuan semua orang adalah keuntungan, dan aku sama sekali tidak tepat untuk itu!"

[END] THE GHOSTWRITERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang