CHAPTER 4_A CUP OF COFFEE

819 143 10
                                    

"Kau gila, Zabini!"

Blaise memutar matanya malas, terlebih ketika pemuda di depannya ini kembali berbicara panjang lebar. Mengenai perusahaan ini, bagaimana dia kembali dari California dan membersihkan Malfoy Corp yang lebih dari kotor. Mempertaruhkan hidupnya untuk mendapatkan nama baik kembali, dan bla bla bla. Blaise hanya perlu membiarkan telinganya untuk sejenak berdengung karena Draco Malfoy. Yang sayang sekali adalah bos merangkap sahabatnya itu.

"Mana mungkin ada orang yang mau membeli buku biografi pelahap maut sepertiku!"

"Kau hanya belum bertemu dengan penulisnya, Drake. Aku jamin, seluruh dunia sihir akan mempercayainya."

Draco menyesap kopinya yang sudah dingin. Kawan favoritnya sepulang dari California dan terpaksa menjadi 'vacum cleaner' untuk Malfoy Corp. Ia menyesapnya berkali-kali. Berharap bahwa kafein akan mampu menyingkirkan pening selepas Blaise Zabini menjelaskan panjang lebar mengenai penambahan citra Malfoy Corp menggunakan dirinya. Dirinya alias dia sendiri, Draco Malfoy, pemimpin baru, bocah ingusan, dan mantan Pelahap Maut.

"Apa Mother yang menyuruhmu?"

"Hei! Apa aku ini mata-mata ibumu?!"

Draco mengedikkan bahu. Cangkir kopinya meminta diisi kembali. Berusaha menghindar dari usaha Blaise untuk membuatnya menyetujui rencana gila yang entah melibatkan sang ibu atau tidak. Berbicara mengenai ibunya, ia dan Blaise beberapa kali terlibat kerjasama. Yang terakhir adalah berusaha mendapatkan perempuan untuknya di malam natal. Itu sudah terjadi setahun lalu.

"Bayangkan, Drake. Malfoy Corp di dunia muggle masih sangat baru, dan kau lang-"

"Kita sudah dua tahun berjalan, dan sudah ada lebih dari 50 karyawan, Blaise. Malfoy Corp juga sudah menjalin relasi dengan beberapa perusahaan. Sebentar lagi Microsoft, Yamaha, dan juga Saint Laurent akan menandatangani perjanjian dengan kita. Apanya yang baru?"

"Nah! Apa kata orang jika perusahaan baru langsung menggandeng perusahaan besar untuk menjalin relasi bisnis? Memangnya kau sudah dikenal banyak orang? Tidak, kan!"

Draco menyugar rambutnya. Ia menatap malas ke arah Blaise yang masih berapi-api. Menjelaskan keuntungan dengan membuat buku biografi yang sama sekali tidak membuatnya tertarik. Lagipula, apa kata dunia jika melihat foto seorang Draco Lucius Malfoy terpampang di depan sampul buku? Belum dengan kredit mengenai sekelumit kisah hidupnya, atau bahkan kata-kata mutiara yang tidak akan pernah mungkin bisa ia karang.

"Sebenarnya apa maumu?" Draco kembali duduk di depan Blaise seraya meletakkan cangkir kopinya yang sudah terisi penuh. Cangkir ketiganya hari ini.

Blaise tersenyum miring. Ia memberikan benda yang sama dengan yang ia berikan kepada Hermione. Tentu saja keduanya baru. Seolah paham benar dengan apa yang akan dilakukan Draco, Blaise memilih menunggu. Dan, benar saja, Draco membaca benda itu bergantian.

"Kenapa ada dua kontrak? Dan, woah ... darimana kau mendapatkan uang sebanyak ini?" Matanya memincing ke arah Blaise, ia masih memegang perkamen berisi kontrak yang sama sekali tidak familiar. Draco tidak pernah merasa membuat benda ini. "Jangan bilang dari ibuku."

Ekspresi datar Draco kembali muncul begitu menyadari gelagat aneh dari Blaise. Pemuda di depannya ini berdeham beberapa kali. Seperti sedang menyimpan sesuatu yang tidak patut untuk ia ketahui. Seharusnya ia tidak percaya dengan semua tingkah laku Blaise yang mencurigakan. Terlebih jika mengingat bahwa Blaise akan selalu berada di samping Narcissa dalam rangka 'menjadi partner untuk membuat hidup Draco Malfoy lebih baik' yang padahal tidak.

"Batalkan dokumen ini, aku akan bilang pada mother bahwa aku menolaknya," putus Draco. Ia melempar perkamen itu ke atas meja.

"Sayang sekali, Drake. Penulis kita sudah menandatangani berkas ini dan sudah menerima setengah dari nilai kontrak yang disebut."

***

Draco sudah mengeluarkan semua keberatannya dengan pembuatan biografi konyol itu di hadapan Narcissa. Berkali-kali ia mengatakan alasan yang sama dengan yang diucapkannya kepada Blaise. Namun, Draco juga ingin menarik kembali kata-katanya selepas mengetahui penulis yang dimaksud oleh Blaise.

Aku perlu memberi tambahan gaji kepada Blaise, bisiknya dalam hati.

"Berhenti menyeringai, Malfoy!"

Hermione merasa dirinya beruntung belum pingsan selepas bertemu dengan 'bos' Blaise. Pelaku yang sudah membuatnya menandatangani kontrak bodoh tempo hari. Ya, tidak sepenuhnya bodoh juga. Toh, setengah dari nilai kontrak fantastis tersebut sudah ada di vault-nya. Membuat Hermione mampu bernapas tenang untuk keberlangsungan hidup dirinya dan juga Love and Hope beberapa tahun mendatang.

Ia datang ke pertemuan yang sudah dijanjikan oleh Blaise pada surat balasannya. The Three Broomsticks, istirahat makan siang. Begitulah isi balasan surat dari Blaise yang disambutnya dengan gembira. Lalu, berakhirlah ia di sini untuk bertemu 'klien' yang dimaksud pemuda itu.

"Berhentilah memandangiku seperti itu, Granger," celetuk Draco. Ia meraih gelas butterbeer-nya yang masih terisi penuh. Jauh berbeda dengan gelas kosong milik Hermione. Hampir tawanya menyembur begitu melihat wajah masam gadis itu.

"Ini namanya melotot, Malfoy!"

"Ya ya ya, terserah. Kapan kita akan bekerja?"

"Aku? Bekerja denganmu? Jangan mimpi!" Hermione bangkit dengan cepat. "Setelah kupikir lagi, aku tidak bisa bekerjasama denganmu."

Tempat itu terlampau ramai sekarang ini. Bukan karena jumlah pengunjung yang memang selalu membeludak, melainkan karena dua pengunjungnya tentu saja. Hermione Granger duduk semeja dengan Draco Malfoy sudah cukup membuat beragam spekulasi bermunculan. Ia yang ingin segera pergi secepatnya, mendadak mengurungkan niat.

Gadis itu menoleh. Mendapati Draco yang masih duduk di kursinya seraya menyesap butterbeer. Ekspresinya nampak datar walaupun beberapa kali flash kamera menjepret gambar mereka. Ya, mereka! Ia dan Draco sebentar lagi akan muncul di halaman Daily Prophet. Dan, ia sudah tahu risiko yang akan diambil. Hermione bersiap dengan tongkatnya begitu melihat Draco juga bangkit.

"Ayo, kita bicarakan ini di kantorku."

Hermione tercekat begitu kalimat itu meluncur dari mulut seorang Draco Malfoy. Namun, entah karena mantra apa, toh, ia tetap menurut. Draco membawanya menuju kantor miliknya yang terletak cukup jauh. Dan, berakhirlah ia di sofa ruangan Draco dengan secangkir kopi yang mengepul tersaji di depannya.

"Aku tidak memasang mantra apapun di sini," Draco menempatkan diri tepat di depan Hermione. Menyecap kopi yang baru saja dibuat oleh mesin espresso muggle. "Tidak perlu terlalu skeptis kepadaku, Granger."

Matanya menyapu ke penjuru ruangan. Kantor Draco Malfoy yang ia bayangkan begitu suram dengan ornamen Slytherin yang kental, ternyata hampir tidak muncul di sini. Ia bahkan tercengang selepas melihat mesin espresso menyuguhkan secangkir kopi kepadanya. Ada apa dengan Slytherin hipokrit ini?

"Jadi, mari kita bicarakan tentang kontrak itu kembali."

[To be Continued_Chapter 5: Stop Being Coward]

[END] THE GHOSTWRITERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang