CHAPTER 1_WINTER'S NIGHT

1.8K 182 7
                                    

"Aku tidak tahu, segelas butterbeer bisa semahal ini," gumam gadis dengan rambut kecoklatannya itu, yang beruntung sudah tidak terlalu megar.

Seorang lagi, istri Harry Potter, hanya mampu mengembuskan napas berat. "Terima saja tawaran Harry, 'Mione. Toh, sebagai pahwalan dunia sihir, kau bisa melakukan apapun."

"Kau tidak mengerti, Gin, aku han-"

"Hanya ingin hidup sesuai keinginanmu," Ginerva Weasley, atau yang sudah hampir setahun berubah menjadi Ginerva Potter menyambar. Sudah terlalu mafhum dengan perangai Hermione. Sahabatnya yang kini menatap gelas butterbeer-nya dengan enggan. Seperti tidak mengingat sepuluh menit lalu, gadis itu nampak memperlakukan minuman tersebut dengan istimewa. Seolah minuman terakhir yang mampu ia beli seumur hidup.

Sementara Ginny sudah menghilang ditelan api hijau, Hermione masih terdiam memandangi salju yang mulai memenuhi jalanan Hogsmeade. Sekadar mengamati bulir-bulir awan berkat kumpulan uap air yang mencapi titik kondensasi. Juga, hal yang sedang tidak diharapkan Hermione untuk hadir. Mengingat udara dingin tidak baik untuk flat murahan yang sudah ditempatinya selepas lulus dari Hogwarts.

Hermione keluar dari The Three Broomsticks selepas menenggak habis butterbeer-nya itu. Sejenak menikmati jalanan Hogsmeade yang kini tertutup salju bukanlah hal baru. Bertahun-tahun lalu juga ia melakukan hal serupa, bersama dua kawannya tentu saja. Harry Potter yang sedang enggan menemuinya, dan Ron Weasley yang enggan ia temui. Entah untuk sampai kapan.

"Bilang pada Harry, aku tidak marah dengannya." Begitu yang ia katakan selepas Ginny datang menemuinya tadi. Padahal, ia ingin bertemu dengan Harry, tetapi sepertinya hubungan mereka belum juga membaik selepas insiden itu. Ah, entah patut disebut insiden atau tidak.

"Harry hanya tidak tahu harus mengatakan apa, Hermione. Dia merasa bersalah."

"Kenyataan Ron yang selingkuh, tidak akan mengubah hubungan kami menjadi musuh, Gin."

Ia mendengar Ginny mengembuskan napas panjang sebelum kembali bersumpah-serapah kepada sang kakak. "Seharusnya aku, kan, yang malu bertemu denganmu. Maafkan aku, 'Mione."

Dan, begitulah isi percakapan mereka selepas sejam yang singkat di pub milik Madam Rosmerta. Sebelum lantas Ginny menghilang ditelan api hijau dan berjanji berbicara kepada Harry Potter, dan dirinya yang kini menikmati salju di jalanan Hogsmeade. Hermione mengembuskan napas panjang. Kejadian itu sudah berlalu hampir setengah tahun lalu, yang ternyata cukup berpengaruh untuknya. Bahkan sampai sekarang.

Ron berselingkuh. Itu kenyataan pertama yang harus Hermione terima setengah tahun lalu. Hal yang baru ia ketahui melalui Daily Prophet, sebelum kemudian Ginny dan Harry datang ke flatnya di dunia muggle. Kejadian yang entah mengapa tidak membuatnya merasa kehilangan. Ia bahkan bisa mengatakan bahwa perselingkuhan Ron Weasley dan Lavender Brown tidaklah berarti untuknya. Lagipula, meningkatnya status Ron sebagai kekasih, toh, hampir selalu ditanggapi Hermione dengan biasa saja. Ia memang tidak bisa mengubah status Ron menjadi kekasihnya.

Namun, ada satu hal yang justru membuat Hermione kalang-kabut sekarang. Dampak berakhirnya status 'kekasih Ron Weasley, si Kapten Chudley Cannons' lah yang menjadi pokok permasalahan. Status itu ternyata berpengaruh untuk karier yang baru ia rintis selepas memutuskan keluar dari kementrian. Tiga tahun lalu, ia baru saja memutuskan untuk benar-benar ingin menjalani hidup seperti yang ia inginkan. Membuka toko buku dan juga menulis bukunya sendiri.

Sebelum kemudian perselingkuhan Ron-Lavender berpengaruh terhadap kehidupan pribadinya, dan juga karier baru yang masih ia rintis. Hermione hampir tidak paham benar dengan kenyataan bahwa sebagian pembacanya menghilang selepas kabar hubungannya dengan Ron berakhir. Beberapa pelanggan toko bukunya juga demikian. Dua bulan terakhir adalah yang terparah. Love and Hope Bookshop, nama toko bukunya, hanya kedatangan beberapa pelanggan saja. Itu pun kebanyakan tak bisa lepas dari pertanyaan seputar berita hangat yang masih saja beredar.

Ia berdiri di depan toko bukunya yang sudah ditutup beberapa jam lalu. Tiga jam lebih awal dibanding hari-hari biasa. Toko buku yang menjadi impiannya selama ini. Begitu lulus dari Hogwarts delapan tahun silam, ia memang langsung bekerja di kementrian. Menyusul Harry yang sudah terlebih dahulu menjadi auror di sana. Lima tahun kemudian, selepas merasa modal yang dikumpulkannya sudah cukup, Hermione berhenti.

Love and Hope Bookshop ia bangun menggunakan gaji bulanan yang disisihkan. Hermione juga mengarang beberapa buku, dengan harapan akan bisa melihat buku-buku karyanya terpampang setidaknya di toko bukunya sendiri. Ya, memang sebagian keinginannya itu sudah tercapai. Aku tidak mungkin menyerah, tapi kenapa ini rasanya terlalu berat? Batin Hermione seraya menatap gagang pintu berwarna cokelat, tempat masuk menuju bangunan dua lantai itu.

"Miss Granger?"

Hermione tersenyum begitu mendapati seorang perempuan yang kini berdiri di hadapannya. "Selamat sore, Mrs. Malfoy."

"Oh, sayang sekali, apa kau sudah menutup tokomu hari ini, dear?"

Gadis itu mengangguk. "Aku ada urusan tadi, apa ada buku yang ingin Anda cari?"

Perempuan yang bertanya ramah kepada Hermione itu memanglah benar Mrs. Malfoy. Narcissa Malfoy, istri Lucius Malfoy dan ibu dari Draco Malfoy. Masuk ke dalam salah satu pelanggan tetap Love and Hope, tanpa pernah ikut mewawancarainya terkait keputusan untuk berpisah dengan Ron Weasley. Narcissa sudah berkali-kali berkunjung, seminggu dua kali. Dan, dalam setiap kali kunjungan, tak kurang dari dua atau tiga buku dibeli.

"Well, sebenarnya aku ingin mendapatkan beberapa bukumu, bolehkah?"

Hermione tersenyum. Ia lantas membimbing Narcissa untuk masuk ke dalam tokonya yang didominasi warna krim. Semua orang yang melihat Love and Hope pasti akan sependapat bahwa bangunan ini sangat muggle. Pencahayaan yang terang, lantai satu sebagai ruangan utama, tidak ada sekat di lantai pertama. Sehingga memungkinkan beberapa pengunjung mampu melihat meja kerja Hermione di balik sekat tanaman hias. Ada sebuah komputer muggle berikut rak pribadi gadis itu di sana. Sementara lantai dua, kebanyakan digunakan untuk menyimpan stok buku dan juga terkadang digunakan Hermione untuk tidur.

"Aku sudah membaca Citizen," Narcissa meraih cangkir teh yang baru saja dihidangkan Hermione. Narcissa memang pelanggan berbeda di toko buku ini. Ia akan selalu duduk di pojok ruangan, tempat sebuah meja bundar kecil dengan sepasang kursinya berada. Bersama dengan Hermione yang datang dengan cangkir teh dan beberapa kudapan. Mereka akan selalu tenggelam dalam pembicaraan tentang apapun, lebih-lebih tentang buku.

"Apakah memang seperti itu di dunia muggle? Bagaimana kau menulisnya, Hermione?"

Hermione mengangguk antusias. Ia mulai bercerita tentang proses penulisan novel debutnya itu. Citizen. Novel yang mengangkat tentang seorang perempuan pendiri gerakan bawah tanah untuk menggulingkan presiden tiran. Dengan genre thriller, romansa, dan juga dibalut oleh unsur politik yang kental. "Aku menulisnya berdasarkan kasus nyata yang terjadi di negara Indonesia, lebih tepatnya tahun 1998. Sangat tidak bisa dipercaya bahwa negara itu memiliki presiden yang memimpin selama 32 tahun dan baru mengundurkan diri setelah demonstrasi besar."

"Aku terlalu fokus dengan dunia ini, sampai tidak mau membuka diri dengan dunia luar," ucap Narcissa getir. Ia menyesap tehnya kembali. Merasakan aroma chamomile yang menyenangkan. Sangat pas untuk disajikan dengan cheesecake yang dipadukan dengan stroberi.

"Anda sudah berubah, aku melihatnya."

"Benarkah?" Narcissa tidak dapat menampik senyum yang kemudian muncul dari bibirnya. Ada kehangatan yang menjalar secara misterius begitu melihat senyum gadis di depannya ini juga turut mengembang.

"Apakah Anda butuh buku lain, Mrs. Mal-"

"Narcissa saja, dear, bukankah aku sudah menyuruhmu memanggilku begitu?"

Hermione mengusap tengkuknya. "Ah ... baiklah, Narcissa."

Mereka masih menghabiskan beberapa waktu lamanya untuk saling bertukar kata. Terkadang Narcissa akan berbicara panjang lebar tentang yang terjadi hari ini, sementara Hermione memilih beberapa buku untuknya. Atau Hermione yang akan menjelaskan satu per satu buku yang ia ambil, dan Narcissa mendengarkan dengan penuh antusias. Sebelum kemudian Love and Hope Bookshop kembali sepi selepas kedua wanita itu beranjak pergi. Narcissa yang ditelan api hijau ke Malfoy Manor, dan Hermione yang juga berpindah menuju flatnya di muggle London.

Mereka seperti dua kawan lama yang baru bersua selepas terpisah.

[To be Continued_Chapter 2: Not the Old Boy]

[END] THE GHOSTWRITERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang