CHAPTER 13_BREAKFAST WITH MR. PHILANTHROPIST

737 136 6
                                    

Terbangun dengan kepala pening dan penglihatan terganggu akibat sinar matahari, bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Terlebih untuk seorang gadis yang kini bisa mencium bau alkohol dari seluruh tubuhnya. Namun, bukan itu alasan terbesar Hermione untuk merasa terganggu. Ia terperanjat setelah cukup lama berpikir.

Matanya menyapu ke sekeliling ruangan. Mengamati tiap detail orname di ruangan yang cukup ia yakini berukuran tiga kali kamar tidurnya sendiri. Ranjang dengan seprei berwarna abu-abu, dua pasang jendela tinggi yang tertutupi tirai berwarna senada, juga sebuah sofa di pojok ruangan dengan bufet di yang di atasnya terletak lampu duduk serta sebuah pajangan. Pajangan berbentuk ular melingkar berwarna perak.

"Di mana aku?" bisik Hermione kepada dirinya sendiri.

Ia meremas kepalanya yang kembali disergap rasa pusing. Aroma alkohol yang dicari berasal dari dirinya sendiri. Hermione diam-diam bersyukur karena meskipun tengah berada di tempat asing, atau lebih tepatnya sedang berada di kamar asing, tetapi ia masih mengenakan pakaian dengan lengkap. Tak ingin berlama-lama memendam penasaran, Hermione memutuskan bangkit. Melewati pajangan ular melingkar berwarna abu-abu itu dengan kedua alis menyatu. Sebelum kemudian mengintip dari balik pintu yang dibukanya perlahan.

Ruangan di depannya nampak kosong. Tidak ada orang atau aktivitas apapun di sana. Ruangan berukuran lebih besar tanpa sekat. Hingga dapat ia lihat meja dapur dengan perlatan memasak khas muggle, meja bundar yang dikelilingi empat kursi berwarna gelap, dan juga beberapa sofa yang mengelilingi meja kaca. Di sana terbaring seseorang yang hanya bisa dilihat ujung kakinya saja. Hermione tiba-tiba mengutuk dirinya sendiri. Tentu saja ia sedang berada di rumah 'seseorang yang tidur menutup seluruh tubuhnya' itu. Dan, sudah tersadar benar siapa kandidat terbesarnya.

"Aku akan membayar Malfoy setelah ini," gumam Hermione.

Hermione memutuskan untuk keluar dari kamar itu pelan. Tanpa berniat membangunkan Draco yang masih tertidur di atas sofa, ia menuju ke dapur. Memeriksa kulkas yang berada di sana dan mengambil beberapa butir telur, beberapa lembar ham, sosis, roti, dan juga sebotol susu. Tidak menyadari selepas menyalakan kompor, ia sudah membangunkan seseorang.

"Granger, kau sudah bangun?" tanya Draco dengan suara serak.

"Apa aku membangunkanmu?"

"Aku tidak pernah berada di tempat ini bersama orang lain, rasanya cukup asing," ucap Draco lagi. Ia memperhatikan bagaimana Hermione memasak di dapur rumahnya. Seseorang yang semalam membuatnya terpaksa tidur di sofa.

Senyum tipis terulas di bibir Draco. Senyum sama yang tiba-tiba datang selepas Hermione tertidur di pelukannya semalam. Hermione yang puas menangis dan membuat pundaknya basah oleh air mata. Hermione Granger yang tidak pernah ia duga juga cengeng untuk beberapa alasan. Hermione yang semalam berbicara di antara isak tangisnya tentang segala hal yang tidak pernah ia duga.

Draco mengulang percakapan mereka bersama gelas-gelas champange tadi malam. Ia yang bercerita banyak selepas perang, tahun terakhir di Hogwarts, dan pelariannya ke California. Hermione yang menangis di pundaknya. Berbicara panjang lebar mengenai mengenai Ron Weasley, karier di kementrian, penawaran Kingsley, orangtuanya, Ginny dan Harry Potter, serta hidup baru menjadi penulis. Hermione semalam, jelas tidak mungkin akan membicarakan hal itu dengan Draco Malfoy sepuluh tahun lalu.

"Malfoy, ayo sarapan dulu," ucap Hermione cukup keras. Ia tersenyum canggung manakala Draco mendekat. "Maaf, aku hanya bisa memasak ini."

"Maaf juga, isi kulkasku tidak seberapa."

Keduanya terkekeh sebelum tenggelam dalam piring masing-masing. Roti panggang, omelet, sosis dan daging ham, serta segelas susu untuk mereka. Draco nampak paling lahap, ia yang tidak pernah memakan masakan lain selain buatan peri rumah Malfoy Manor jelas merasakan hal baru. Berbeda dengan Hermione yang sesekali mencuri pandang. Berusaha bersikap tenang, walaupun nyatanya tidak. Gadis itu masih terbayang dirinya yang menangis di pelukan Draco Malfoy malam tadi.

Hermione meletakkan sendoknya tiba-tiba. "Malfoy, ugh, untuk yang tadi malam ... tidak bisakah kau lupakan saja?"

"Melupakan Hermione Granger yang menangis di pelukanku sampai ingusnya keluar," Draco menyeringai. "Mana mungkin kubisa melupakannya, Granger?" sambungnya diakhir tawa. Tawa yang berhasil membuat rona merah muncul di kedua pipi Hermione.

"Malfoy, kuperingatkan sekali lagi! Kalau sam-"

"Baiklah, baiklah. Aku akan melupakannya, oke?"

Hermione mendengus. Ia memasukkan sepotong sosis panggang tanpa memotongnya terlebih dahulu. Mencoba meredam rasa malunya yang muncul selepas perkataan Draco barusan. Dan, tentu saja kembali mengutuk tindakannya malam tadi. Draco memang benar, jika ia menjadi pemuda itu, tentu saja tidak akan pernah melupakan kejadian memalukan yang menimpa musuhmu sendiri. Mengingat kenyataan yang terakhir, Hermione mendadak terperanjat.

"Malfoy, kenapa kau menolongku?"

Draco hampir saja tersedak. Ia menatap Hermione yang juga tengah menatapnya. Menemukan mata sewarna pepohonan musim gugur di sekeliling Malfoy Manor. Memberinya pemandangan hangat sekaligus mengancam dalam satu waktu. Ia tidak bisa menjawab hanya untuk membuat musim gugur itu menawarkan keindahan yang hanya akan tersapu udara dingin. Sebaliknya tidak bisa langsung memberi ruang untuknya membeku saat itu juga. Membuat pepohonan itu berguguran dan berganti menjadi dingin tak berkesudahan.

Pemuda itu berdeham. "Aku hanya melakukan pekerjaan sosial," ucapnya kemudian. Nyaris membuat Draco terjengkang oleh perkataannya sendiri.

"Aku baru tahu kau orang dermawan, Malfoy." Hermione tersenyum tipis. Memilih kembali mengosongkan piringnya sebelum membawa benda itu ke wastafel. Tidak terlalu terkejut mendapati wastafel di rumah ini tidak terlalu berfungsi.

"Cukup dermawan untuk membantu seorang gadis mabuk tidur di ranjangku, sementara tulang punggungku harus menderita karena tidur di sofa."

"Perhitungan sekali, sofamu itu bahkan lebih mahal daripada tempat tidur di flatku!"

Draco mengantar Hermione sampai di samping gedung apartemennya. Tempat yang cukup tersembunyi untuk Hermione ber-apparate. Sejenak, Hermione berhenti dan memandang tinggi gedung di sampingnya ini. Pemilik tempat yang sudah membuatnya merasa berutang budi kepada Draco Malfoy. Juga mengira berapa banyak puond yang harus dikeluarkan Draco.

"Kenapa? Kau berencana tinggal di sini juga, Granger?" tanya Draco dengan seringai.

"Aku terlalu menyayangkan uang darimu untuk hanya tinggal di sini," Hermione mengakhiri percakapan mereka pagi itu dengan menghilang dari hadapan Draco Malfoy. Menyisakan pemandangan pagar batu bata merah di antara gedung apartemen Draco dan sebuah kedai kopi.

Draco mengembuskan napas panjang. Ia masih memperhatikan dinding batu bata merah itu. Saksi bisu untuk dirinya yang mau repot-repot turun mengantarkan seorang gadis. Well, meskipun gadis itu adalah Hermione Granger. Seseorang yang tidak pernah ia duga akan dibawanya masuk dalam keadaan mabuk, membuatnya tidur di ruang tamu, memasak di dapurnya, sarapan satu meja, dan bahkan mencuci piring mereka menggunakan wastafel.

Sebersit senyum tercipta di bibir Draco. "Terima kasih, Hermione."

[To be Continued: Chapter 14: Ron Weasley's Wedding Day]

[END] THE GHOSTWRITERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang