Sore itu matahari sebentar lagi akan tenggelam, empat orang laki-laki berjalan beriringan sambil bersenda gurau. Tiga dari mereka tampak tertawa tapi tidak dengan satunya. Lelaki itu banyak melamun, sama sekali tidak mendengarkan teman-temannya.
"Mark, jadi bareng?" Suara Blue sukses membuyarkan lamunan Mark.
"Iya."
Keempat orang tersebut pun berpisah di ujung jalan. Parkiran motor ke arah kiri, sedangkan parkiran mobil ke arah kanan. Gun dan Title belok ke kanan, sedangkan Mark dan Blue ke arah kiri. Jangan tanyakan kenapa Mark lebih memilih pulang bareng Blue. Mungkin karena ia merasa sedikit lebih nyaman jika bersama Blue.
"Yah, Mark. Lupa aku tuh cuma bawa helm satu." Kata Blue sambil menepuk jidatnya begitu mereka sampai di parkiran.
Mark tersenyum simpul. "Yaudah Blue, nanti aku pesen ojol aja."
"Sori banget ya, Mark. Aku tungguin sampai dateng Abang ojolnya deh."
Mark hanya mengangguk lalu mengeluarkan ponselnya.
TIN! TIN!
Perhatian dua lelaki tersebut langsung mengarah ke sumber suara. Sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan parkiran motor. Blue menoleh ke belakang mencari apakah ada orang lain selain mereka, karena seingatnya Gun ataupun Title tidak ada yang punya mobil berwarna hitam seperti itu. Tapi tidak dengan Mark, lelaki manis itu terdiam memandangi mobil tersebut.
Jempol Mark yang sudah siap menekan tanda 'pesan' pada aplikasi ojol tidak melanjutkan aktivitasnya. Seluruh perhatiannya tertuju pada mobil familiar tersebut. Tak lama pintu mobil terbuka dan keluarlah sosok seseorang yang seharian ini memenuhi pikirannya.
Perth berjalan mendekat lalu menyapa kedua kakak tingkatnya.
Mark masih bergeming. Sungguh Mark yakin ia tampak seperti orang bodoh sekarang, tapi tubuhnya tidak mau menuruti perintah otaknya. Berbagai macam pertanyaan berputar-putar di otak Mark membuatnya pusing. Ia pun memilih fokus pada Perth yang berdiri di depannya.
"Aku nungguin Kak Siwat dari tadi. Untung di parkiran ketemu temen Kakak jadi aku langsung samperin ke sini." Kata Perth menjelaskan kehadirannya yang tiba-tiba.
Jika Mark tampak seperti orang bodoh, Blue lebih dari itu. Sejak tadi ia hanya bisa bolak-balik menatap Perth dan Mark bergantian.
"Kenapa nungguin?" Sesungguhnya bukan pertanyaan itu yang ingin Mark lontarkan.
"Nepatin janji aku buat anter Kak Siwat pulang."
Kecewa.
Entah kenapa Mark merasa kecewa dengan jawaban Perth. Tapi semua ini salahnya jadi ia pun setuju untuk pulang bersama Perth dan meninggalkan Blue yang mulai memahami situasi yang terjadi. Syukur-syukur ia punya kesempatan untuk bicara pada Perth.
Di antara perasaan kecewa dengan alasan kehadiran Perth mengajaknya pulang bersama, ada satu hal yang Mark pelajari dari lelaki yang Mark anggap anak kecil ini. Perth adalah tipe lelaki yang bertanggung jawab pada ucapannya mau semarah apapun dia. Dan kemarahan tidak akan merubah komitmennya. Bukankah itu salah satu sifat yang bisa dikatakan dewasa?
Mark tidak akan berharap banyak kalau Perth dengan tiba-tiba memaafkan ucapannya. Bahkan ia belum meminta maaf dengan benar. Apa yang sebenarnya Mark harapkan? Saat ini saja ia tidak berani membuka mulutnya karena suasana dalam mobil sangat canggung. Perth pun tidak mau repot-repot bicara padanya. Anak itu hanya fokus pada jalanan di depannya.
Sampai mobil Perth berhenti di depan rumah Mark. Ia masih tidak mengucapkan sepatah katapun.
"Perth, aku minta maaf. Semoga kamu bisa kasih aku waktu dan kesempatan untuk jelasin. Bukan sekarang, mungkin nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kak Siwat [PerthMark]
RomanceKata orang, kalau mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan usaha dan susah payah, maka kita akan menghargai dan menjaga apa yang kita dapat itu. Karena kita tau perjuangan buat ngedapetinnya. . Cerita tentang usaha Perth Tanapon untuk ngedapetin...