Ruangan itu serba putih. Jendela persegi panjang terpasang tanpa tirai dengan ketebalan kaca setara anti peluru juga terukir mantra di kisi-kisinya. Ranjang satu orang dengan kepala dan kaki ranjang dari perak berjarak-jarak layaknya pagar dengan ujung-ujung berkepala bulat. Hanya ada sebuah bantal kepala yang sama putih dengan seprainya. Di seberang sana, sebuah meja dan kursi, tapi semua dari kayu dan sebuah pot mini kaktus yang sudah berbunga. Lima meter tak jauh darinya ada kamar mandi. Sederhana. Pancuran dan westafel dengan kaca kecil.
Di samping pintu kamar mandi, ada nakas dari kayu, berbentuk persegi, di atasnya terdapat kipas angin kecil dengan hiasan pita tiga warna yang menari pelan. Satu-satunya penghasil suara yang seperti embusan asli udara di luar.
Lantunan lain berasal dari jemari lentik yang mengetuk pinggiran jendela. Empunya memandangi pegunungan yang meranggas dan berkabut. Langit di luar sudah keemasan. Tanda dia baru saja menikmati makan malam dan minum ramuan pahit itu lagi. Yang terbukti mujarab membuatnya lekas pulih dari terakhir kalinya hanya terbaring dengan nyeri luar biasa di sepanjang torsonya.
Menurut perhitungan sendiri, itu sudah berlangsung sekitar seminggu lalu, ditambah keterangan dari Yoongi yang sering mengunjunginya. Atau, seseorang yang ternyata adalah saudara kembar pria yang dikenalnya sebagai kekasih dari rekan kerja yang kini entah berada di mana dengan jaminan aman.
Kyng. Mereka menyebut pria semampai berambut pirang dengan codet di mata kanan itu, selain bubuhan jabatan di depan namanya.
Seseorang yang belum memperbolehkan dia pergi atau menemui sang kekasih sejak membuka mata.
Seokjin berjalan kembali ke ranjang dan membaringkan diri dengan pelan. Pakaiannya nyaman juga sangat membaur dengan sekitar. Putih. Apalagi? Tetapi tentu saja, dia tidak merasa demikian.
Dia merasa dikurung. Jadi, tahanan. Walau luka akibat serangan anomali telah disembuhkan dan dia sengaja dibiarkan di ruangan merangkap kamar itu sebagai bentuk perlindungan lebih lanjut, Seokjin tidak merasa baik-baik saja.
Sebelum dia bertemu Namjoon.
Saat bangun pertama kali dan bertemu Yoongi, dia tahu dengan menyakitkan bahwa rekan kerja dan tempat yang dulu ditinggalinya, tidak dapat lagi ditemui. Jimin memang aman, selamat, sehat dan dijaga entah di bagian mana di sana juga, mungkin, tapi Hoseok dan Becca, tidak dapat kembali.
Orang-orang baik itu tewas dengan mengenaskan.
Belum cukup, Taehyung yang berusaha datang melindungi sedang kritis dan kehilangan pengelihatan. Juga dirawat dalam bagian lain di markas besar organisasi itu. Juga, Puding. Belum ada yang menemukannya.
Rasanya tambah menyesakkan jika ingat makhluk lucu itu saat terakhir kali sebelum mereka terpisah.
Seokjin tidak peduli sakit di tubuhnya, mengetahui semua yang sudah terjadi adalah karena para anomali itu yang merasakan kehadirannya dan berkumpul mengepung sekalian menekan organisasi alih-alih mencari kawan untuk bersama melawan Penjaga kota itu adalah fakta paling menyakitkan.
"Karena menyukaiku? Karena kami bersama? Hanya itu?"
"Kenyataannya memang demikian. Entah apa yang dirasakan para anomali, tapi mereka sudah cukup putus asa untuk melawan Namjoon sekalian mencarimu sebagai makanan. Entah takdir macam apa yang ditentukan semesta pada kalian. Sebelum ini, kuyakin kau pun merasa semua normal begitu juga Namjoon walau sesungguhnya dia anomali. Aku bukan orang puitis, tapi rasa suka kalian efeknya terlalu luar biasa. Kupikir Namjoon juga melanggar idealis dirinya dan meneguk obat yang salah kali ini."
" ... obat?"
"Kau, Seokjin. Kekuatan alam yang dia punya, memiliki efek keterlaluan dan dengan melepas itu padamu secara tidak sengaja tanpa memikirkan solusi dari risiko yang akan datang, sudah tentu sebuah kesalahan fatal. Satu kota luluh lantak dengan banyak korban jiwa. Untuk apa? Mencarimu, kemudian meneguk apa yang ada dalam dirimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Drugs That Allow | NJ ✔
Science Fiction[ BTS - NamJin ] [slight - TaeJoon/JoonTae] Keinginan Seokjin sederhana, hanya ingin kerja sambilan sebagai pembuat kopi. Namun, siapa sangka dari situlah dia menemukan seseorang yang membuatnya berdebar seperti pecandu? "Kurasa bukan hanya kopi, t...