15th.

590 93 49
                                    

Begitu di luar flat, Seokjin nyaris yakin dia berada dalam dunia yang berbeda. Bunyi-bunyian campur aduk terdengar. Sirine, teriakan orang entah panik atau kesakitan, raung mencurigakan juga letusan-letusan senjata dengan kilat-kilat yang menyambar sampai langit, menyambutnya.

Kacau.

Seokjin menatap ngeri akan apa yang terjadi. Sambil mengendap-endap, dari balik dinding, dia melihat para anggota organisasi yang saling berhadapan dengan anomali-anomali berbagai bentuk. Seragam mereka yang serba hitam tampak seperti tentara tempur yang kontras jelas, beberapa di antaranya terlempar atau tergeletak bersimbah darah di sisi-sisi jalan, tidak bergerak. Anomali mirip mahkluk peranakan berbagai hewan yang begitu aneh, tengah menyantap mereka. Bukam hanya satu, lalu anomali itu ditembak mati oleh regu yang lain.

Seokjin merasakan jantungnya mendobrak dada. Terlalu mengerikan. Sinting.

What the hell is happening?!

Kota yang tenang dan membosankan mendadak dibanjiri teror. Begitu saja tanpa penjelasan, atau kesiapan. Rasanya dalam flat sesaat lalu semua aman, damai dan tenang. Kenapa ketika keluar seperti dirinya tengah berada di medan pertempuran?

Jika ingat reaksi Namjoon, harusnya Seokjin tahu, tapi ....

Puding berkumur di bahunya, makhluk lucu itu menatapnya dengan pendar berbinar. Seokjin menepuk pelan. Dia mengatur napas lalu kembali melanjutkan langkah. Menuju ke arah lain.

"Aku harus menyelamatkannya, Puding. Kenapa kau tampak lebih kecil? Oh, sudahlah. Kita akan baik-baik saja, oke? Tetap bersamaku," bisiknya pelan saat melewati sesemakan.

Puding gagal meminta Seokjin untuk tetap tinggal. Yang tidak diketahuinya, anomali lucu itu melepaskan bagian-bagian tubuhnya menjadi uap, agar aroma Seokjin tersamarkan. Petuah Namjoon sebelumnya, kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan.

Nekat keluar perimeter seperti sekarang, misalnya.

Seokjin terfokus mencari jalan menuju cafe. Dua blok setelahnya ke sebelah utara, di mana Jimin memberi tahu dia tengah bersembunyi. Dalam perjalanan, Seokjin masih menolak percaya kengerian yang diceritakan Jimin. Tidak mungkin semudah itu membuat kekacauan, bukan? Tetapi, ketika melihat sendiri apa yang tengah terjadi, Seokjin semakin ingin bergegas menemukan Jimin dan kembali ke flat.

Semua itu terlalu gila dan dia bingung harus takut atau tetap berpikir rasional bahwa keganjilan yang tengah berlangsung hanyalah mimpi semata.

Kemudian, tanpa banyak hambatan, Seokjin menemukan Jimin yang meringkuk di antara bak sampah. Cowok itu pucat dan sangat terpukul. Bahkan, masih memegangi sebuah potongan tangan, memeluknya erat. Dari cincin manik yang khas itu, Seokjin percaya Hoseok benar-benar sudah tiada dengan mengenaskan.

Jimin menangis pilu dalam pelukannya. Seokjin sendiri sangat tercekat dan gemetar, mengetahui kengerian benar terjadi pada rekannya yang amat baik dan ceria juga atasan mereka yang sudah dianggap seperti keluarga. Jimin bertanya dalam kepanikan dan putus asa soal apa yang sebenarnya terjadi, tapi jawaban tidak ditemukannya.

Demi apa, Seokjin pun tidak tahu kenapa bisa rutinitas normalnya juga seisi kota mendadak chaos dengan sinting.

Tidak mengulur waktu alih-alih meyakinkan diri harus segera pergi ke tempat aman dan bukan tinggal untuk meratap, Seokjin mengusap wajah sembab Jimin dan menangkannya. Cowok itu menolak melepas bagian tubuh Hoseok yang tersisa, jadi Seokjin melepas hoodienya untuk membungkus bagian tubuh yang mengenaskan itu, lalu mereka beranjak dari sana.

Sialnya, Puding tergelincir dari Seokjin dan terlalu kecil untuk menyusul. Sebagian dirinya sudah menguap, ingat? Seokjin berlari menggenggam Jimin, menyebarangi jalanan tanpa tahu Puding melompat lambat di belakang mereka.

The Only Drugs That Allow | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang