2nd.

972 140 49
                                    

Hari itu tidak dingin, tapi Seokjin memang mudah kedinginan. Sweter atau kaus tebal longgar juga long padding adalah baju wajib yang harus dikenakannya. Usai pergi mengecek kembali jadwal dosen, dia langsung pergi ke halte. Menunggu kendaraan merah tingkat dua itu muncul. Tidak mau terlambat lagi.

Seokjin tidak masalah nanti diculik pria bersayap itu yang lagi-lagi menghantui mimpinya semalam. Mungkin itu lebih baik dari pada harus kena koreksi si profesor. Padahal semuanya sudah sesuai konsep. Minggu depan. Hahhh. Seokjin sangat berharap dia dibawa lari saat itu juga.

Pikiran kabur yang menyedihkan.

Suara klakson membuatnya tengadah. Sebuah mobil hitam mengilap ternyata berhenti tepat di depannya. Seokjin melongok heran, tapi langsung masam begitu kaca mobil itu turun.

"Menunggu sesuatu, hon?" Itu Derick. Ternyata kendaraannya sudah ganti, tapi orangnya tetap sama. Jelek dan congkak. "Ikut denganku saja, sini. Lebih nyaman dari bus itu."

Seokjin berpaling, sambil meremas jari menatap ke sekitar.

"Hei. Kau dengar aku, 'kan? Atau, mau kuseret dari sana? Astaga. Kau sungguh membuatku ...."

"Pergilah. Kau menghalangi kendaraan publik."

"Naik sini dulu makanya. C'mon. Aku bisa membuatmu nyaman," Derick memajukan diri dari kursi kemudi, menunjuk sambil lalu lutut Seokjin dengan penuh maksud, "juga bisa menghangatmu. Kau pasti kedinginan di situ. Kemarilah. Tidak rindu padaku, honey dew? Cukup lelah, 'kan hidup miskin lagi."

Seokjin mengepalkan tangan. Kalau tidak sayang tasnya, sudah dilemparkannya ke wajah mesum menyebalkan itu. Atau, sepatunya saja? Barang diskon juga.

"Move away, Rick!"

"Yeah, okay. I'll get you, hang on." Derick tahu-tahu membuka pintu mobilnya, Seokjin terkesiap, mengira hanya menggertak. Ternyata pria itu betul keluar dari sisi sana dan memutari mobil ke arah Seokjin.

Oh. Sial.

Seokjin buru-buru berdiri, saat kemudian terasa bahunya dirangkul erat.

"Hey, sweetie. Menunggu lama?"

Seokjin mengerjap. Otaknya kosong dan hanya bisa menengadah dengan konyol, ke cowok jangkung ash blonde pujaan. Bagaimana ....

"Uh ...."

Cowok itu kemudian mengedikkan dagu ke arah Derick.

"Siapa kau?" Suaranya dingin. Seokjin sampai kaget.

"Kau yang siapa? New daddy?"

Seokjin berpaling cepat, siap menyembur, kalau tidak terpaksa menelan ludah dengan remasan pelan di pinggangnya. Namjoon menariknya lebih dekat sampai aroma mint dan kayu manis menyeruak penciuman Seokjin. Wajahnya panas.

"You knew!" Namjoon terkekeh lalu mendadak datar, "So fuck off, dude. He's mine now. Don't ever think about stepping in front of him again."

Seokjin melihat Derick mengepalkan tangan dengan kesal sampai wajahnya mengeras. Namjoon melepas pinggangnya untuk menggenggam tangan mereka. Menariknya pergi.

"C'mon, sweetie," ucapnya berat, tapi lembut. Seokjin membeo pasrah.

Wajah cowok itu tidak terbaca saat Seokjin melihatnya dari samping yang—ya tentu saja tambah tampan dari jaraknya sekarang—, tapi Namjoon tampak kesal. Seokjin baru mau bertanya saat mendadak Namjoon berpaling ke belakang. Seokjin tidak mengerti, tapi dilihatnya lengan kanan Namjoon terangkat di udara, meremas sebuah kaleng minuman.

The Only Drugs That Allow | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang