11th.

657 99 45
                                    

" ... tapi, kulihat kau baik-baik saja?"

"Oh, uhm. Sebelumnya, aku bersama Taehyung, bukan? Itu, eh, cukup untuk beberapa lama. Maafkan aku, sweetie. Akan kutemui dirimu nanti kalau mau ...."

"T-tidak perlu begitu! A-aku hanya tanya kenapa kau masih tampak oke walau sudah mengeluarkan sayap, b-bukan bermaksud lain, ya!"

"Oh? Jadi, aku tidak ...."

"I-iya, cari aku! Maksudku, apa sekarang—uh, m-maksudnya aku belum ...."

"It's okay, sweetie. I understand. I'll be gentle and slow when we—"

"Stop! Stop! Stoooop! Kita hanya tidur bersebelahan, oke! J-jangan macam-macam dulu! Kita baru jadian!"

"Aku ... tidak melakukan apa pun, sweetie. Tadi kamu, yang ...."

"Oh, RIGHT! Shut it! Aku mau tidur!"

Seokjin menutup mukanya lagi. Rasa malunya malam itu masih sukar pergi kalau diingat kembali. Jimin sudah memberinya selamat dan Hoseok terisak dengan dramatis, atas penuturan yang diberikannya kemarin. Mereka akhirnya resmi pacaran.

Namun, sampai siang, kekasihnya itu belum juga memunculkan batang hidung. Ya. Bukan tanpa kabar. Namjoon sudah mengiriminya pesan bahwa organisasi memberinya tugas lagi. Hanya saja, belum ada kepastian kapan selesainya. Seokjin digantung jawaban.

Saat makan siang, Seokjin hanya memainkan bola jingga di atas meja sambil menunggu ponselnya menderingkan pesan masuk. Jimin tadi mentraktir mereka mie hitam karena kekasihnya ulang tahun. Becca sangat menyukai menu khas itu. Pengunjung pun kurang. Kebetulan hujan tidak berhenti sedari pagi. Mungkin karena suasana sendu itu, Seokjin pun kehilangan semangat. Tanpa senyum lesung pipi yang imut nan tampan dari Namjoon apalagi mereka baru jadian, rasanya ada yang kurang.

"Puding, apa kau bisa menyampaikan rasa sepi ini padanya? Siapa tahu kalian punya semacam koneksi khusus dan ... oh, astaga. Aku mulai melantur." Seokjin mendesah, keningnya menempel di lengan yang terlipat ke atas meja. Gumpalan jingga itu berubah bentuk dan memunculkan mata lucunya sambil berkumur. Dua tangan mungilnya menyentuh hidung Seokjin, menenangkannya.

Sentuhan dingin yang menusuk-nusuk pelan hidung dan pipinya membuat senyum kembali mengulas di wajah. Puding berada di bawah kepalanya, aman dari pandangan luar. Makhluk itu dengan reflek berubah solid saat ada orang. Namjoon juga berpesan agar membawanya ke mana pun.

"Nanti kuberi bonus untukmu, ya? Kau sudah menghiburku dengan baik," ujarnya teredam, Puding berkumur lucu.

Lonceng cafe kembali berdering. Seokjin segera mengangkat dirinya berdiri dan Puding melompat ke celana untuk masuk ke kantung di sana. Harusnya tidak ada yang berkunjung karena ditutup sementara, lunch time, tapi sosok yang datang ke sana mengumbar senyum Jimin. Kekasihnya yang berkaca mata itu datang. Mereka saling berbincang sebentar lalu, Jimin menghampiri meja barista.

"Hm?"

"Katanya kak Yoongi mau bicara denganmu," jawab cowok itu dengan ringan. Dia menunjuk ke arah meja kekasihnya sementara dia menyiapkan kudapan.

"Kau yakin?"

"Iya. Sana."

"Tapi ...."

"Aku takkan cemburu, tenang saja. Katanya penting, jadi pergilah."

Seokjin mengerjap kaget, kemudian mendekati meja dekat nakas, tertutup dari pandangan luar. Kekasih Jimin tersenyum sekilas padanya, menyilahkan duduk di seberang.

The Only Drugs That Allow | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang