Ex - Five

356 39 3
                                    



Jeongguk berdiri di salah satu bangunan yang nampak begitu kacau dan lusuh, catnya mengelupas hingga pintu kayunya total ambruk ntah karena apa. Pandangannya seakan kosong melihat ke arah sekitar tentang lingkungan yang begitu asing masuk ke dalam pandangannya.

Tapi mau tak mau ia harus melangkah dan melakukkan apa yang seharusnya ia lakukkan, tak bisa hanya diam disaat semuanya sudah begitu jelas berantakkan. Jeongguk harus memastikannya sendiri.

Perlahan ia masuk dan mengetuk pintu sebanyak tiga kali lalu seorang wanita keluar, wanita yang begitu familiar dan kerap kali ia temui saat di kampus. Wanita itu terkejut sekaligus terbujur kaku di ambang pintu ketika melihat Jeongguk yang datang dengan sekotak makanan yang ia beli tadi.

Perlahan ia tersenyum meskipun sulit, ia menyapanya dengan sapaan riang dan ucapan selamat pagi lalu bertanya apakah ia bisa masuk untuk mengobrol sebentar dan dibalas anggukan.

Ia duduk di sofa coklat kepunyaan Sooyoung yang juga terduduk menyediakan segelas air putih juga menerima makanan yang Jeongguk berikan untuknya. Matanya memandang takut ke arah Jeongguk seakan seluruh hidupnya sudah ada di ambang kehancuran.

"Kalo lo ngga kenal gue biar kita kenalan, gue Jeongguk anak psikologi semester tujuh, kakak tingkat lo." ia masih setia untuk tersenyum dan berpura pura untuk baik baik saja disaat hatinya hancur berkeping keping.

"Iya kak."

"Lo ngga perlu jelasin apa apa lagi ke gue, gue udah tau semuanya." ucapnya pelan lalu melihat perut Sooyoung yang membuncit dan tangisnya pecah saat itu juga. Jeongguk menangis begitu sedih seolah dunia sedang menghukumnya sekarang, menjadikannya abu yang telak habis tertiup oleh angin. "Berapa bulan?"

Lalu Sooyoung seperti tak menyangka jika Jeongguk sudah tahu sejauh ini, menanyakan keadaan kandungannya yang memang tak bisa ia sembunyikan terus menerus. Lantas dirinya bangkit ingin mendekat ke arah Jeongguk namun ditolak dengan alasan takut menyakiti Sooyoung dan bayinya.

"Dua bulan, kak."

Mendengar itu Jeongguk makin menjadi, menenggelamkan kepalanya sembari terisak dan seakan tak percaya dengan yang ia hadapi sekarang, kekasihnya yang ia beri kepercayaan penuh bisa setega ini menduakannya, membohonginya tanpa kejelasan apapun.

"Taehyung tahu?" tanyanya sekali lagi untuk memastikan dan jawabannya adalah sebuah anggukan.

Pantas seminggu belakangan ini kekasihnya benar benar berbeda seperti ada sesuatu yang disembunyikan, menolak tiap ditanya dan menghindar jika Jeongguk memaksanya. Beberapa minggu ini juga Jeongguk sering mendengar semua omong kosong Taehyung tentang perceraian orang tuanya juga tugas yang menumpuk semua itu omong kosong, nyatanya masalah yang ia hadapi adalah kesalahannya sendiri.

"Terus Taehyung gimana? Mau tanggung jawab?"

"D-dia bilang untuk gugurin bayi karena dia sayang sama kak Jeongguk."

Berakhir, seakan semua impiannya berkahir sampai disini. Setega itu Taehyung untuk menyuruh Sooyoung menggugurkan janin yang tak tahu apapun, menempatkan seluruh kesalahannya pada janin yang masih begitu suci.

Dirinya menangis lagi dan memukul kepalanya sendiri sebagai balasan atas kebodohannya yang tak tahu apapun tentang semuanya, membiarkan ini terjadi begitu saja bahkan hampir membunuh nyawa yang tak bersalah.

"Sooyoung dengerin gue, gue janji sama lo bakalan tinggalin Taehyung buat lo, gue bukan apa apa dibanding lo sama bayi. Pesan gue cuma jaga bayi gimanapun caranya jangan buat dia meninggal." begitu ucapnya penuh penekanan dan keyakinan seolah begitu pasrah pada keadaan. "Cara lo buat tebus kesalahan sama gue cuma itu, jaga bayi dan besarin dia sampai jadi anak baik."












[]











Dirinya terbangun dengan nafas terengah dan degup jantungnya yang berpacu cepat, ia mimpi buruk dan tak tahu harus apa. Gelasnya kosong belum terisi air sebab lupa, buru buru ia berjalan keluar menghampiri dapur lalu melihat Taehyung yang tertidur di lantai dengan jaket yang membungkus tubuhnya.

Jeongguk lalu diam seperti terkejut dan baru menyadari kalau ini bukan lagi hak nya untuk bersama Taehyung, bukan lagi pantas untuk tidur di dalam apartment milik mantan kekasihnya.

Dua bulan kemarin ia merasa waktu begitu lama tapi sekarang seakan dua bulan merupakan waktu yang begitu singkat untuk melupakan Taehyung, nyatanya ia masih belum menyadari batasnya sendiri dalam bersikap seperti yang ia buat dalam prinsip hidupnya.

Perlahan ia terduduk di sofa dekat dengan Taehyung sembari menegak airnya hingga habis lalu menangis tepat di sebelah mantan kekasihnya, tangisnya muncul lagi ketika ia ingat ruangan ini adalah tempat mereka bertengkar sebelum akhirnya berpisah.

Di sofa ini Jeongguk pernah menampar Taehyung dengan begitu kuat lalu memakinya dengan berbagai ucapan, Jeongguk menyesal akan itu sebab belum bisa bersikap dewasa dalam menghadapi masalah seakan semuanya bisa ia luapkan lewat cacian dan tamparan.

Hingga Taehyung mulai bangun dan menyadari jika Jeongguk sedang menangis di sisinya, menutup wajahnya sendiri dengan kedua tangan lalu terisak begitu sedih. Taehyung sendiri bingung tapi tak cukup nyali untuk bertanya, hanya diam membawa Jeongguk dalam pelukkannya.

"Gguk udah nanti pusing." tapi agaknya Taehyung tak bisa tinggal diam saat sudah hampir jam dua pagi namun Jeongguk juga masih menangis, Taehyung hanya takut Jeongguknya pusing sebab menangis terlalu lama.

Sehabis Taehyung memberikannya segelas air lagi, Jeongguk kembali tenang dengan wajahnya yang ia usap untuk membersihkan seluruh air matanya yang telak membasahi wajah. Jeongguk terdiam menatap Taehyung dan tertawa seolah ini benar benar tidak nyata dan tidak mau benar terjadi, seolah masih begitu sayang untuk melepas Taehyung yang begitu ia cintai.

"Gimana kabar Sooyoung sama bayi?"

Taehyung tentu terkejut tapi tidak bisa berbuat apapun selain menjawabnya dengan jujur sebab tak ada lagi kebohongan yang bisa ia tutupi pada Jeongguk. "Satu minggu yang lalu gue habis temenin dia check up katanya bayi juga baik baik aja."

"Bagus, jadi ayah yang baik ya tae."

"Jeongguk jangan gini."

"Jangan gini gimana, tae?"

"Lo boleh benci gue, boleh benci sama Sooyoung juga sama bayi. Gue ngga paksa lo baik sama kita."

Kita.

Jeongguk tertawa dalam hati mendengar Taehyung yang menyebut 'kita' seolah ia dan Sooyoung benar benar punya keluarga kecil, dirinya masih sedikit enggan melihat kenyataan dimana Taehyung dan Sooyoung yang akan hidup bahagia dengan buah hati mereka sementara Jeongguk masih diam berpijak pada masa lalunya.

Mungkin Jeongguk merasa sedikit tidak adil pada takdir yang terus menghukumnya tanpa jeda, seolah dirinya memang tidak boleh merasakan bahagia sama sekali. Dilahirkan dalam keluarga yang hancur lalu dikhianati dengan seseorang yang begitu ia cintai, hidup ini lucu sekaligus brengsek bagi Jeongguk.

Tiap malam ia selalu membayangkan Taehyung dengan keluarga kecilnya yang berbahagia padahal sempat membuatnya hancur, padahal mereka dua manusia yang begitu kompak membuatnya kepayahan. Begitu marah kalau justru hidupnya yang masih sebegini menyedihkan tanpa tahu cara untuk berpijak.

Tidak adil, ini curang.

"Gue ngga bisa benci sama Sooyoung tae, gue juga ngga bisa benci sama bayi yang ngga bersalah dan gue juga ngga bisa benci sama lo, gue masih sayang sama lo."










[]

Ex - V𝓀𝑜𝑜𝓀 ☽Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang