Chapter 10

2.8K 332 75
                                    

Chanyeol tahu kalau dirinya salah. Ia sadar jika perkataan dan perbuatannya amat sangat menyakiti hati Jimin.Tapi, jika ada yang bertanya kenapa ia melakukan semua ini, sudah pasti karena Chanyeol tak terima. Jujur saja ia sudah tak terlalu mempermasalahkan kematian ibunya. Ia hanya merasa marah pada takdir? Mungkin saja.

Satu sisi dirinya ingin menyalahkan Jimin atas kematian ibunya. Tapi, di sisi lain ia tak bisa karena bagaimana pun juga Jimin itu adiknya dan juga korban.


"Ibu!!" pekikan Jimin membuat lamunan Chanyeol buyar. Ia segera turun dari tempat tidurnya dan berjalan cepat ke arah kamar Jimin.

"Hei! Dengar Ayah!" Hyungsik menangkup pipi anak bungsunya yang basah dan mengunci manik sabit itu dengan tatapan penuh perintah.

"Ini bukan salahmu, Jimin. Ibu memilih pergi karena Ibu menyayangimu. Karena dia ingin malaikat kecilnya ini tumbuh menjadi namja dewasa yang hebat dan bisa menjaga Ayah juga kakaknya saat kami tua nanti. Jadi, berhenti menyalahkan dirimu sendiri, ok? Itu semua akan menyakiti hati Ayah dan Ibu, nak," ucap Hyungsik sendu sambil mengelus lembut pipi sang anak.

"Mi-mianhae hiks hiks," cicit Jimin dengan isakannya.

"Ssstt, jangan menangis. Ayah tak suka jika Jagoan kecil Ayah menangis seperti ini," sahut Hyungsik sambil merengkuh Jimin ke dalam pelukan hangatnya.

"Ay-ah hiks hiks. Ji-imin minta maaf hiks," Hyungsik mengangguk sambil mengusap punggung anaknya pelan.


Di balik pintu kamar adiknya, Chanyeol tersenyum sendu dan juga mata yang berkaca-kaca. Seminggu setelah kejadian di mana ia menyalahkan Jimin, anak itu menjadi lebih sensitif dan sering berteriak di tengah malam. Mimpi buruk katanya. Chanyeol selalu menuntut Hyungsik untuk bercerita padanya tentang Jimin. Tapi, ayahnya itu selalu mengelak. Ia tak bodoh. Sudah jelas-jelas adiknya seperti memiliki trauma. Trauma masa kecil tentang dirinya dan ibu yang masih berbekas diingatan. Chanyeol menyesal karena ia sudah membuat Jimin mengingat kembali masa kelam itu.

"Yeol, apa kau tak berniat untuk masuk?" pertanyaan sang ayah tentu saja membuat Chanyeol yang tertangkap basah langsung tergagap. Dan akhirnya kaki panjang itu melangkah masuk.

Ia melirik Jimin sekilas dan tak sengaja bertemu tatap dengan manik sabit itu yang juga mencuri pandang padanya.

"Mimpi buruk lagi?" tanya Chanyeol malas.

"Apa tidur siang juga membuatmu bermimpi buruk? Apa kau tak pernah berdoa ketika hendak tidur huh?!" tambahnya sambil bersedekap dada.

"Yeol," tegur Hyungsik karena ia takut anak sulungnya kelepasan.

"Kau selalu saja mengurung diri setelah keluar dari rumah sakit. Ayo temani aku bermain game di ruang tengah. Melihatmu seperti ini membuat mataku risih. Kau lebih cocok jadi vampir jika terus-terusan mengurung diri di kamar," ucap Chanyeol dengan mata yang sibuk menatap ke arah lain, sementara Jimin mengerjapkan matanya pelan karena sikap ajaib Chanyeol.

"Mau tidak?" tanya Hyungsik memastikan dan Jimin mengangguk ragu sebagai jawabannya.

"Cha, kalau begitu biar Ay-"

"Biar aku saja yang menggendongnya," Chanyeol segera berjongkok di samping ranjang Jimin dan dengan ragu Jimin menaiki punggung kakaknya.

"Wahhh, tubuhmu berat sek- Yak!" ucapan Chanyeol terpotong kala Jimin mencoba untuk turun.

"Kau bisa jatuh jika tiba-tiba turun begitu!" tegurnya sambil mengeratkan pegangannya pada Jimin agar adiknya itu tak merosot. Hyungsik hanya bisa tersenyum melihat tingkah Chanyeol yang sudah mulai menunjukkan kasih sayangnya pada Jimin.

Park Family ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang