Chapter 4

3.1K 361 96
                                    

Joy membuka pintu kamar Jimin secara perlahan. Ia masuk dengan langkah malas.

"Ayah memberi pesan padaku. Dia minta maaf karena sudah membentakmu," ujar Joy sambil menatap gundukan di atas kasur.

Jimin yang mendengar suara kakaknya pun mengembangkan senyum di wajah pucatnya.

"Hei, apa kau mencoba mengacuhkanku?!" sentak Joy karena sedari tadi Jimin tak ada niatan untuk membuka selimutnya.

"Ti-tidak nuna. Jim-jimin hanya ingin tidur. Maaf," jawab Jimin susah payah karena temannya kambuh dan dia tak mau terlihat lemah di depan kakaknya.

"Setidaknya kau buka dulu selimutnya! Tak sopan sekali!" dengus Joy sambil melipat kedua tangannya.



Jimin menyerah, dadanya sungguh sakit. Ia tak mungkin bisa berlama-lama sembunyi dibalik selimut. Jadilah ia membuka selimut secara perlahan.

"Nuna, boleh ak-aku minta tol-longhh?" ucap Jimin susah payah.

"Kau kenapa?!" tanya Joy panik ketika melihat Jimin yang bercucuran keringat.

"Ambilkan tasku," tanpa pikir panjang, Joy langsung mengambil tas Jimin dan berjalan tergesa menghampiri Jimin yang semakin kesulitan bernafas.

"Ini! Kau mau cari apa?!" tanya Joy masih dengan nada panik.

"In-haler ungghh," Joy segera mengobrak-abrik isi tas Jimin dan tak membuahkan hasil.

"Tak ada, Jimin!" seru Joy panik.

"Di mana kau menaruhnya?! Yaish!!" gerutu Joy sambil mencari inhalernya di setiap isi tas.

"Nu-na, se-sak hiks," Jimin menangis sambil mencengkram bajunya tepat di dada kiri.

"Jangan menangis, Jimin!!" bentak Joy tanpa sadar karena ia cukup panik mendengar suara mengi dari bibir Jimin.




"CHANYEOL OPPA!" teriak Joy.

Chanyeol yang mendengar teriakan di atas segera berlari ke sumber suara. Ia khawatir karena teriakan Joy yang begitu nyaring.

"Ada apa?!" tanya Chanyeol panik.

"Astaga!"

"Oppa, cepat bantu aku mencari inhaler!" Joy segera menyadarkan keterkejutan Chanyeol.

"Hyu- ngghh," rasanya Jimin ingin mati ketika sesaknya kambuh. Entah sudah berapa tahun ia menderita karena ini.


Akhirnya Chanyeol menemukan inhaler Jimin di laci. Ia segera membantu Jimin untuk menghirupnya.

"Hirup ini," ujar Chanyeol mengintrupsi Jimin. Sementara Jimin menggeleng lemah karena sudah tidak kuat. Bibirnya sudah membiru dan matanya sayu.

"Hirup, Jimin!" Jimin perlahan menghirupnya sambil menangis. Tangannya sibuk mencengkram kaos Chanyeol.

"Perlahan saja. Kau pasti bisa," ucap Chanyeol lembut.

"Jangan panik," lirih Chanyeol.



Setelah beberapa menit kemudian nafas Jimin kembali membaik. Cengkraman pada kaos Chanyeol pun mengendur dan tubuh kecilnya sempurna menyandar pada dada bidang Chanyeol.

"Jimin, kau masih sadar kan?" tanya Chanyeol khawatir. Sementara Jimin mengangguk lemah sebagai jawaban.

"Hyung, takut," bisik Jimin lemah dengan kepala yang masih bersandar di dada Chanyeol. Sebenarnya Jimin cukup terkejut ketika mendengar detak jantung Chanyeol. Diam-diam ia juga tersenyum tipis. Mungkin hyungnya sedang khawatir. Atau... Hanya panik sebagai formalitas manusia yang melihat manusia lain kesakitan. Tak apa, Jimin pun masih tetap bersyukur walau mungkin kenyataannya pahit.

Park Family ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang