Chapter 7

2.8K 355 84
                                    

Suasana dikediaman keluarga Park kembali mendingin setelah Joy kembali acuh tak acuh pada Jimin. Dari dulu, hal ini adalah hal yang paling Jimin benci dan hindari. Setidaknya jika mereka belum bisa menerima Jimin sebagai adiknya, mereka bisa bersikap layaknya Jimin adalah orang asing yang harus mereka hargai kehadirannya. Tak apa. Lebih baik seperti itu daripada mereka menatapnya penuh dengan benci dan amarah.


"Ibu, aku juga ingin tahu rasanya bercerita tentang kegiatanku sehari-hari dengan mereka. Pasti sangat menyenangkan, kan?" Jimin berucap lirih sambil mengusap foto cantik ibunya yang ia simpan sejak lima tahun yang lalu. Waktu itu Jimin melihat foto ibunya di kamar Hyungsik dan ia meminta izin untuk menyimpannya.

"Ibu, harusnya saat itu aku ikut bersama ibu saja. Sakit, bu. Sakit sekali rasanya saat mereka tak menyukaiku," lanjutnya sambil menangis.

"Ibu, haruskah aku kembali tinggal bersama bibi? Aku merasa sangat bersalah karena sudah membuat hyung dan nuna salah paham dan menjauh dari ayah," gumamnya dengan pandangan kosong lurus ke depan.






Tok! Tok! Tok!


"Jimin-ah!! Ayo makan malam dulu, nak!" panggilan Hyungsik membuat Jimin segera menghapus air matanya dan menyimpan foto sang ibu di laci.

"Sebentar, ayah! Aku akan menyusul setelah membereskan buku ku!" sahut Jimin bohong.

"Ayah tunggu di bawah. Jangan terlalu lama," ucap Hyungsik sebelum pergi.

Setelah itu Jimin langsung melesat ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya yang sembab. Ia tak mau ayahnya curiga dan ia juga harus melakukannya dengan cepat agar mereka tak menunggunya terlalu lama.





.

.

.



"Ck! Lama sekali anak itu!" decak Joy sambil menghempaskan badannya ke sandaran kursi.

"Tunggu sebentar, adikmu baru saja menyelesaikan tugas sekolahnya yang sempat tertinggal karena dia sakit kemarin," ujar Hyungsik memberi pengertian pada anak perempuannya.
Sementara Joy hanya memutar bola matanya malas sambil bersidekap dada.

Tak lama kemudian Jimin datang sambil menunduk.

"Maaf, ayah dan nuna harus menunda makan karena menungguku," cicit Jimin.

"Jangan meminta maaf, kau tak salah. Kami juga belum terlalu lapar, Jiminie. Ayo duduk," Jimin mengangguk patuh dan segera duduk di samping Joy dengan ragu.

"Kau mau lauk apa?" tanya Hyungsik yang akan mengambilkan lauk untuk Jimin.

"Dia sudah besar, ayah. Dia juga punya tangan! Jangan memanjakannya!" ucap Joy pelan dengan nada sinis.

"Biar aku yang mengambilnya sendiri, ayah," kata Jimin sambil merebut piring yang ada di tangan Hyungsik. Hyungsik hanya bisa menghela nafas dan mengangguk pasrah.


"Aku akan pergi ke perpustakaan kota setelah ini," ujar Joy memecah keheningan.

"Sampai jam berapa?" tanya Hyungsik.

"Entah, ada beberapa buku yang harus ku pinjam dan juga tugas yang harus ku selesaikan di sana," jawab Joy sambil mengedikan bahunya.

"Nuna, ap-apa aku boleh ikut?" tanya Jimin takut-takut.

"Tidak," jawab Joy datar dibalas anggukan pelan oleh Jimin. Ia pun melanjutkan makannya meski sudah tak berselera karena mendengar penolakkan dari kakaknya.

"Memangnya kau mau apa di sana?" Hyungsik bertanya dengan lembut.

"Kata temanku, ada beberapa tugas yang harus dicari lewat buku. Sedangkan aku tak punya bukunya, ayah. Mungkin di perpustakaan kota ada, tapi tak apa. Aku mau pinjam buku temanku saja besok di sekolah," terang Jimin dengan senyum tipisnya.

Park Family ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang