Chapter 8

2.5K 332 67
                                    

Hyungsik langsung membatalkan semua perjanjiannya dengan klien, begitu pula dengan Chanyeol yang memilih membolos kuliah setelah mendapat telepon dari Joy saat ia berada di dalam kelas. Tidak, ia tidak mengkhawatirkan Jimin. Tapi ia menkhawatirkan Joy. Mungkin.

"Joy, bagaimana bisa adikmu collaps?!" tanya Hyungsik panik, sementara Joy hanya menggeleng takut.

"Paman, seseorang hampir saja melukai Joy dan Jimin berusaha melindunginya," jelas Seulgi sedikit ragu.

"Ay-ayah," cicit Joy dan langsung memeluk Hyungsik erat.

"Tak apa, Joy. Sebagai seorang laki-laki, tindakan Jimin untuk melindungimu adalah hal yang benar. Ayah tak marah padamu karena hal ini. Justru ayah khawatir karena ada seseorang yang berusaha mencelakaimu," ujar Hyungsik sambil membalas pelukan Joy.

Tak lama kemudian Chanyeol datang dengan nafas terengah-engah. Ia langsung menelisik seluruh tubuh Joy dan memeluk adiknya erat.

"Syukurlah kau tak terluka," ucap Chanyeol lega.

Krieett....

"Keluarga Park Jimin?"

Hyungsik langsung menghampiri dokter itu dengan cemas. Meski ini bukan pertama kalinya Jimin masuk rumah sakit, tapi tetap saja ia selalu dirundung rasa khawatir.

"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Hyungsik cemas.

"Tak ada luka yang serius. Hanya saja pukulan di area perutnya yang sedikit membiru, selebihnya tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi... Apa anak Anda men-

"Ah, terima kasih, Dok. Apa saya boleh masuk?" potong Hyungsik sebelum dokter itu melanjutkan ucapannya.

"Sebentar lagi pasien akan segera kami pindahkan. Anda bisa menjenguknya setelah ini, di ruang rawat," jelasnya dibalas anggukan oleh Hyungsik.




Jimin mengerjapkan matanya beberapa kali karena belum terbiasa dengan sinar lanpu yang begitu terang menurutnya. Ia mengernyitkan keningnya karena sedikit pusing.

"Sshh," ringisan Jimin membuat Hyungsik yang duduk di samping brankar Jimin sambil melamun segera tersadar.

"Jimin-ah," panggil Hyungsik sambil mengelus kepala Jimin sayang.

"Nunahh," lirih Jimin.

"Dia baik-baik saja, sayang. Papa malah lebih mencemaskanmu sekarang. Apa ada yang sakit hm?"

"Maafhh," ucap Jimin susah payah karena masker oksigen yang menutupi area hidung dan mulutnya.

"Hei, tak perlu meminta maaf. Malah justru seharusnya ayah yang meminta maaf padamu," sahut Hyungsik beralih mengelus punggung tangan anaknya yang terbebas dari infus.

"Nuna dan hyungmu ada di luar. Mau ayah panggilkan?" tanya Hyungsik dibalas anggukan pelan oleh Jimin.

"Sebentar ya? Ayah panggilkan mereka sekalian memanggil dokter," Jimin mengangguk lagi dan memejamkan matanya karena dirinya masih merasa pusing.

Tak lama kemudian, Hyungsik datang bersama dengan Chanyeol dan Joy. Sebenarnya mereka enggan untuk masuk, tapi Hyungsik tak bisa dibantah.

"Sepertinya dia tidur kembali," ujar Hyungsik pelan.

"Ayah akan ke ruangan dokter yang menangani adik kalian. Jadi, kalian tunggu di sini, jaga Jimin," pesan Hyungsik sebelum keluar.

"Joy, apa lelaki itu masih orang yang sama?" tanya Chanyeol sambil mendudukkan dirinya di sofa.

"Yaa, dia lelaki brengsek itu. Oppa, aku takut. Dia... dia terus memaksaku dan menyakiti Jimin. Bagaimana ini?" ujar Joy penuh kecemasan.

"Tenanglah, selama masih ada aku dan Ayah. Kau dan Jimin akan aman, ok? Jangan terlalu cemas," sahut Chanyeol sambil merengkuh Joy.

"Nuna," panggilan lirih dari Jimin membuat Joy menoleh.

"Nuna hiks," Joy yang merasa tak tega pun segera menghampiri Jimin. Sekarang ia sedang tak mementingkan egonya. Karena bagaimana pun juga, Jimin sudah menyelamatkannya.

"Jangan menangis Jimin, aku di sini," bukannya berhenti, Jimin malah makin terisak karena masih merasa bersalah dengan Joy.

"Anak lelaki tak boleh cengeng. Padahal tadinya aku mau memujimu karena sudah menyelamatkan Joy. Tapi karena kau menangis seperti anak kecil, aku jadi mengurungkan niatku. Kau benar-benar cengeng ternyata," komentar Chanyeol sambil berjalan mendekati brankar Jimin.

"Yolie hiks hyung," lirih Jimin.

"Hm?" sahut Chanyeol dengan deheman.

"Jimin, jangan menangis terus. Ayah akan khawatir jika kau sesak napas lagi," peringat Joy sambil mengelus dada Jimin dan anak itu menurut karena tak mau membuat mereka semakin repot dengan keadaannya.

"Terima kasihhh," lirih Jimin sambil menatap mereka secara bergantian.

"Terima kasih kembali karena sudah menolongku," balas Joy beralih mengelus surai lembut Jimin.

Ddrrtt... Drrttt ...

"Aku akan keluar sebentar," pamit Chanyeol untuk mengangkat teleponnya.

"Yeoboseyo?"

"...."

"Ahhh, nde."

"...."

"Animnida."

"...."

"Ne, kamsahamnida." Chanyeol segera memasukkan hanphonenya ke saku setelah memutuskan panggilannya. Selama ia berbincang lewat telepon, suara seseorang yang sangat familiar di sekitarnya membuat Chanyeol jadi tak fokus. Maka, sekarang ia segera mencari sumber suara itu.

"Apa tak ada jalan lain lagi, Haeso-ya?"

"Tak ada Hyung-ah. Aku yakin Jimin masih bisa bertahan sampai diumurnya yang akan menginjak tujuh belas tahun. Kau sabar sedikit lagi, ne?"

"Apa yang mereka bicarakan? Apa Ayah sedang menyembunyikan sesuatu dari kami?" batin Chanyeol di balik tembok.

"Aku tahu, pneumothorax bukanlah hal yang sepele. Tapi, kita tak boleh gegabah dalam mengambil suatu tindakan. Apalagi umur Jimin masih enam belas tahun, Hyungsik-ah," Chanyeol langsung melotot kaget setelah menguping ayahnya yang sedang diberi penjelasan oleh dokter yang pernah ia temui waktu Jimin kambuh.

"Ja-jadi... Jadi Jimin bukan terkena asma?"

























Ya ampun, lama banget aku ngga update cerita ini. Maaf buat kalian yg udah nunggu🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Maaf juga karena pendek😂
Semoga masih ngefeel ya...

Annyeong💜💜💜💜💜💜💜

Salam rindu dari Jiminie🐥🐥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Salam rindu dari Jiminie🐥🐥

Park Family ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang