02❇ Cerita Chris

263 81 2
                                    

Playing Now;
Back to December - Taylor Swift

»»————>❇❇❇<————««

Pagi mulai menjelang dan deru bising dari ketel uap kereta menyambangi udara dingin bersama Hazel yang terlihat kedinginan dalam tidurnya.

Sementara itu, Chris sudah bangun lebih dulu. Lebih awal.

Pria itu merasa lapar, lagi. Makanya ia terbangun.

Ingin meminta roti Hazel, ia tidak berani, terlebih si empunya masih terlelap dalam tidur.

Chris melepaskan coat nya yang belel itu, lalu menyelimutkan nya pada Hazel. Ia tersenyum begitu mendapati Hazel yang dalam tidurnya menarik lebih erat coat milik Chris, menyamankan diri dalam kehangatan kain usang tersebut.

Hingga matahari lebih tinggi, Hazel akhirnya bangun.

"Chris? Selamat pagi," Ujarnya begitu membuka mata dan mendapati Chris yang memeluk diri sendiri.

Chris menoleh, "Ku rasa ini sudah tengah hari, nona"

"Apa?!"

"Tidak perlu sekaget itu. Aku maklum, kau pasti kelelahan dan sangat tidak nyaman tidur dalam posisi itu,"

"Memangnya kau tidak?"

"Aku?" Chris menunjuk dirinya sendiri. "Aku sudah biasa,"

Hazel memicing. Chris tidak melakukan apa-apa kan selama ia tidur? Terlebih---

"Eh, ini milikmu?" Hazel menyadari coat milik Chris yang ada padanya.

"Iya, kau terlihat kedinginan makanya ku selimuti kau dengan itu,"

Hazel mengulum bibirnya, "Bagaimana denganmu? Kau menyelimuti ku tapi kau sendiri pasti kedinginan---ah, tidak, jangan katakan kau tidak tidur semalaman?!"

Chris tersenyum, "Sudah ku katakan aku sudah biasa."

"Hah? Hei, yang benar saja! Kau---"

"Stt! Jangan berisik! Kepala ku sakit," Chris menempelkan jari telunjuknya di bibir Hazel.

Sepersekian detik membeku, hingga akhirnya gadis itu menyadari---, "Chris, singkirkan tanganmu!"

"O-oh, maaf"

"Lupakan. Kau bilang kepala mu sakit? Pasti karena kau begadang semalaman, iya, kan?"

Chrid mendengus, "Aku sudah biasa begadang dan tidak pernah sakit kepala. Ini karena hal lain."

"Hal lain apa?"

Kini, gantian Chris yang mengulum bibirnya sendiri. Pria itu tidak menjawab, tapi--

Kruukk!!

Bunyi perut Chris menjawab semuanya.

"Ah, kau lapar?!" Hazel setengajh memekik.

Chris mengulum bibirnya lagi, merasa jauh lebih malu sekarang.

Hei, dia ini laki-laki, tapi malah seorang gadis yang memberinya makanan. Harga dirinya terasa jatuh. Tapi jika memikirkanperutnya... Hah, sudahlah.

Gadis itu memberinya roti dan air, lagi.

Chris menerimanya meski merasa bersalah.

"Hazel, maafkan aku"

"Kenapa minta maaf?" Bingung Hazel yang tengah menyuap satu gigitan besar roti tersebut.

"Karena ini semua," Chris mengangkat roti dan botol airnya.

"Ah, itu, kau tak perlu merasa sungkan atau bersalah. Aku senang membaginya denganmu meski kita harus lebih berhemat dalam mengkonsumsinya,"

"Justru itu," Chris mengerucutkan bibirnya sedih. "Aku malah merepotkan dan mungkin membebanimu. Bahkan untuk roti dan air ini... Aku tak tahu harus membayarnya dengan apa nanti,"

Hazel tersenyum sembari menghela nafas, "Ketimbang memikirkan membayarnya dengan uang atau hal lain, lebih baik kau ceritakan kisahmu saja,"

"Hah?"

"Anggap itu sebagai harga dari makanan yang kuberikan,"

"Maksud mu kisah ku kenapa bisa berakhir di sini sama seperti mu?"

Hazel mengangguk, "Mm, aku sudah menceritakan garis besar kehidupanku, tapi aku belum mendengar kisah milikmu. Aku agak penasaran kenapa pemuda tampan seperti mu bisa menjadi korban padahal ku pikir kau kaum yang cukup berada dilihat dari segi penampilan meski lusuh,"

Chris ternganga, "Apa?"

Untuk makan saja susah, cukup berada dari mananya? Batin Chris.

"Kau mau mendengarnya?"

"Tentu saja!"

Chris menghela nafas terlebih dulu, "Baiklah. Akan ku ceritakan kisahku,"

Hazel menyerongkan posisi duduknya, tepat ke arah Chris, bersiap mendengarkan.

"Aku lahir dari keluarga dengan ekonomi menengah ke atas. Ayahku seorang reporter berita yang liputannya selalu terbit di headline teratas koran, ibuku seorang perawat di pusat kesehatan masyarakat khusus anak-anak. Aku menempuh pendidikan di akademi militer angkatan laut. Semuanya berjalan lancar dan indah hingga sebelum bom itu menghancurkan semuanya. Merampas nyawa kedua orang tuaku, tempat kami bernaung, seluruh harta dan juga impianku."

Hazel memang baru mendengar garis besar cerita Chris, tapi ia tahu, menjadi sebatang kara sangatlah menyedihkan.

Iya, tak apa sebatang kara jika kau kaya, tapi sebatang kara dikala kau miskin? Rasanya seperti neraka dunia.

"Pasti berat menjadi dirimu," Hazel, mengangguk-angguk simpatik.

Sebenarnya, kisahnya sendiri pun tak kalah miris. Tapi, ia ingin mendengar cerita Chris terlebih dahulu sebelum menceritakan miliknya.

"Kau sungguhan mau mendengar kisahku?" Tanya Chris pada akhirnya karena melihat Hazel yang nampak serius menanti ceritanya.

Gadis itu mengangguk, "Mm, kenapa tidak?"

"Hah, baiklah, ini akan menjadi kisah yang panjang." Chris menarik nafas dalam, memulai ceritanya.

_____________________

TO BE CONTINUE
_____________________

GERBONG KERETA, CERITA KITA {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang