Playing now;
Anti Hero - Taylor Swift»»————>❇❇❇<————««
Hazel risau karena tidak bisa memastikan apa rencana Chris karena ia berada di barisan wanita, sedang Chris sendiri malah tersenyum miris ketika dermaga dipenuhi hiruk pikuk dari orang-orang kereta yang kegirangan yang menyangka diri mereka akan mendapatkan pekerjaan dan bisa melanjutkan kehidupan.
Pria itu tahu Hazel gelisah sejak tadi, maka dari itu Chris ingin segera menyudahi semua ini.
Dari saku coat nya yang lusuh ia mengeluarkan sebuah keping logam berwarna emas dan melemparkannya begitu saja---seolah itu tidak sengaja terjatuh ke lantai dermaga yang terbuat dari papan.
Sontak saja semua orang dibarisan pria berebut koin logam yang merupakan uang dengan nilai besar tersebut, bahkan barisan wanita juga kacau karena para perempuan juga ikut memperebutkan keping logam emas tersebut.
Keadaan dermaga pun menjadi tidak terkendali hanya karena sebuah benda kecil tersebut, bahkan teriakan dan koordinir dari para perwakilan atas tidak dihiraukan.
Mata mereka menjadi buta dan hati tergerak egois hanya karena sekeping uang. Saling dorong mendorong, bahkan di antara mereka ada yang tega menjatuhkan dan menginjak kepala teman demi satu logam tersebut.
Hazel yang akhirnya mencerna bahwa ini adalah ulah Chris, samar-samar menarik senyuman dan netranya tergerak mencari Chris di tengah keramaian. Tatkala ia menemukan, si pria yang dicari juga mematri pandang ke tempatnya berada hingga keduanya berlari ke arah satu sama lain dan menautkan genggaman tangan.
"Ayo lari!" Ucap mereka bersamaan.
Dengan tekad yang kuat, mereka meninggalkan dermaga yang kacau dipenuhi keegoisan itu dengan langkah lari yang cepat. Tautan tangan mereka tak terlepas sedikitpun bahkan ketika mereka berhenti di depan sebuah kedai pasta pinggir jalan dengan nafas yang masih ngos-ngosan.
"Chris, kau luar biasa." Itu adalah kalimat pertama yang Rael ucapkan usai menetralkan nafasnya.
Chris yang agak tersipu, berusaha memberi respon senatural mungkin, "Ah, kau bisa saja. Itu hanya rencana dadakan yang terlintas di kepalaku,"
"Baguslah, beruntung kita berhasil melarikan diri cukup jauh. Sekarang, traktir aku makan." Pinta Rael ketika matanya tak sengaja menatap kedai pasta di belakang mereka.
"Kalau sekarang aku tidak punya uang. Jikalau ada, pasti kubelikan." Kata Chris penuh sesal. "Maaf, Hazel."
"Lah, lalu koin uang itu?"
"Yang kulempar tadi? Ah, itu hanya koin palsu yang kudapat di rel kereta waktu kita berhenti tuk perbaikan. Siapa sangka mereka benar-benar memperebutkannya seolah besok kiamat,"
Hazel ternganga, tidak dapat berkomentar kecuali dua patah kata, "Wow, Chris"
"Lalu sekarang bagaimana? Aku lapar," Adu Hazel, persis seperti istri yang merengek minta makan pada suaminya.
Kemudian, Chris menunjuk kedai pasta di belakang mereka, "Aku akan masuk ke dalam menanyakan adakh sisa lebih dari pasta yang mereka masak atau kalaupun tidak, aku akan mencuci dan bebersih agar bisa mendapatkan upah seporsi pasta untuk kau makan,"
Grepp!!
"Tidak, Chris! Jika mau melakukannya, maka lakukanlah berdua---bersama! Aku tidak mau hanya aku yang kenyang sementara kau sudah bekerja keras,"
Senyum Chris tertuju ke arah tangan Rael yang menahan lengannya, lalu pria itu membalas, "Baiklah. Mari lakukan bersama,"
....
"Pergi! Aku tidak menerima pengemis!!"
Itu adalah pengusiran yang kesekian kali.
Lupakan kedai pasta, bahkan ketika mereka melamar kerja ke kedai-kedai yang ada di pinggiran jalan sana, selalu saja menjumpai penolakan yang sama.
"Sepertinya kita harus mengganti pakaian yang lusuh ini atau mereka akan terus menganggap kita pengemis," Ujar Hazel.
Dan masalahnya adalah... Kau tidak bisa mendapat pakaian tanpa uang, bukan?
"Kau benar, tapi untuk membeli pakaian kita harus punya uang dulu sementara itu tak ada satupun kedai yang mau mempekerjakan kau maupn aku,"
Krukk!
Sialnya, perut mereka berbunyi lagi.
"Haruskah kita mencuri?"
"Jangan!" Sergah Chris cepat. "Maksudku kita jangan sampai melakukan hal tidak terpuji seperti itu. Biar aku yang mencari cara,"
"Lantas dengan cara apa?"
Selagi Chris berpikir, seorang wanita paruh baya dengan uban yang menutupi nyaris separuh kepalanya menghampiri mereka.
"Kalian datang dari kawasan terpencil mana?" Tanyanya tanpa basa-basi.
Chris yang kaget, sementara Rael bingung harus menjawab apa.
"Ah, itu karena pakaian kalian terlihat..." Wanita itu memandangi penampilan mereka berdua.
"Iya, tapi kami bukan pengemis." Ujar Hazel sinis.
Chris menyikut Hazel pelan, isyarat untuk tidak bicara lebih lanjut.
"Hohohoho, aku tidak bilang kalian pengemis, anak muda. Aku hanya bertanya, biasanya yang seperti kalian datang dari desa mencari pekerjaan kemari."
Mencurigakan sih sebenernya. Mana ada orang desa datang jauh-jauh ke distrik yang masih bisa berdekatan dengan area transit kaum buangan. Yang benar saja.
Chris tidak bodoh, tapi karena wanita itu mengatakan pekerjaan, ia tentu perlu bertanya, "Anda bilang pekerjaan? Memangnya di sini ada yang mau mempekerjakan orang seperti kami?"
"Tentu saja. Aku salah satunya. Kedai teh susu ku memerlukan pelayan dan kalian sepertinya adalah orang yang tepat."
Hazel menatap Chris yang dibalas dengan gelengan samar oleh pria itu.
Hazel, firasatku entah mengapa seolah mengatakan ini hal buruk.
_______________________
TO BE CONTINUE
_______________________
KAMU SEDANG MEMBACA
GERBONG KERETA, CERITA KITA {On Going}
Historical FictionDia kelaparan, kedinginan, tanpa seorangpun di sisinya. Dia Chris---pemuda 24 tahun yang kehilangan segalanya kecuali nyawa dan sehelai baju yang melekat di badan. Pengeboman itu, menghancurkan hidupnya, masa depannya yang terancang apik di depan ma...